Lezatnya Garang Asem Bumbung Mbah Lincah Klaten, Masaknya Pakai Arang

Lezatnya Garang Asem Bumbung Mbah Lincah Klaten, Masaknya Pakai Arang

Achmad Hussein Syauqi - detikJateng
Selasa, 05 Des 2023 16:54 WIB
Garang asem bumbung di warung Mbah Lincah, Klaten, Selasa (5/12/2023).
Garang asem bumbung di warung Mbah Lincah, Klaten, Selasa (5/12/2023). Foto: Achmad Hussein Syauqi/detikJateng
Klaten -

Menu makanan berkuah, hangat dan pedas, seperti garang asem bisa menjadi pilihan di musim hujan. Garang asem yang dimasak dalam batang bambu atau bumbung di Klaten ini bisa menjadi pilihan penikmat kuliner yang menyukai hal-hal unik.

Garang asem diketahui merupakan masakan khas Jawa Tengah yang rasanya asam segar berkuah. Segarnya masakan tradisional masyarakat Jawa itu dikarenakan menggunakan belimbing wuluh atau tomat sebagai bumbu.

Selain belimbing wuluh, garang asem secara umum dikenal sebagai masakan bersantan. Ciri khas lain dari garang asem juga terletak pada cara memasaknya yang dibungkus daun pisang.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun di warung Mbah Lincah, Jalan Ceper-Pedan, Desa Kurung, Kecamatan Ceper, Klaten, terdapat garang asem yang tidak lazim. Menu olahan daging ayam itu dimasak di dalam batang bambu, bukan dibungkus daun pisang.

Dari segi tampilan, garang asem di warung yang berdiri tahun 2021 itu tidak jauh beda dengan garang asem umumnya. Terlihat berkuah, bersantan encer, dengan daging ayam, bawang merah dan putih, cabai rawit, cabai keriting, lengkuas, daun salam, dan sebagainya.

ADVERTISEMENT

Bedanya, semua racikan itu dimasak dalam batang bambu berbentuk kentongan yang biasa untuk ronda. Di bawah batang bambu itu, dipasang besi pelat sebagai media penghantar panas ke bambu saat dimasak.

Pada bagian atas bambu satu ruas penuh itu dibuatkan lubang untuk buka dan menutupnya. Karena dimasak di batang bambu, aroma daun pisang yang layu digantikan aroma khas bambu wulung. Bagaimana rasanya?

"Rasanya pas, ada gurih, asem, seger. Kalau rasa secara umum hampir sama dengan garang asem biasa tapi uniknya dimasak dalam batang bambu, ini belum ada, sensasinya beda, eksotik," kata seorang pelanggan, Erma, kepada detikJateng, Selasa (5/12/2023).

Dikatakan Erma, meskipun dimasak di dalam batang bambu, dagingnya tetap empuk meski bahannya ayam kampung. Bumbunya juga tetap terasa.

"Bumbunya juga terasa. Dagingnya juga tidak alot dan yang jelas disajikan panas, fresh dari api," imbuh Erma.

Pemilik warung, Agung Hardono (39) mengatakan menu garang asem bumbung itu ide awalnya dari ayahnya almarhum yang penyuka masakan bersantan tradisional Jawa. Terbersit garang asem tapi jika tanpa sentuhan tidak akan beda.

"Tanpa sentuhan yang unik pasti kurang nendang karena garang asem ada di banyak warung. Kemudian terpikir dengan dimasak dalam batang bambu berbentuk kentongan, dibakar di arang," papar Agung kepada detikJateng.

Ide itu, terang Agung, kemudian direalisasikan mulai dua atau tiga bulan yang lalu dan ternyata sambutan pelanggan cukup bagus. Pelanggan sangat menikmati karena ada nilai uniknya.

"Dari kesan pelanggan ya itu ada khas bau arang, ada bambu, rasanya jadi tambah unik. Kita masak untuk porsi 3-4 orang, jadi ramai-ramai asyik," kata Agung.

Cara memasak, sebut Agung, memang cukup menyita waktu karena butuh sekitar 20 menit. Awalnya semua bahan dimasak seperti umumnya tetapi di akhir dipindahkan ke bambu.

"Di akhir dipindahkan ke bambu, kita masak di atas arang sehingga disajikan hangat. Kita spesial garang asem ayam kampung karena lebih enak," papar Agung.

Garang asem bumbung di warung Mbah Lincah, Klaten, Selasa (5/12/2023).Garang asem bumbung di warung Mbah Lincah, Klaten, Selasa (5/12/2023). Foto: Achmad Hussein Syauqi/detikJateng

Satu porsi, lanjut Agung, harganya Rp 70.000 plus nasi untuk 3-4 orang. Untuk menjamin kualitas, garang asem dikontrol langsung oleh istrinya, Kiki.

"Yang mengontrol langsung istri saya untuk menjamin kualitasnya. Ini sebenarnya menu baru di warung kami, sebelumnya ada balung gajah atau iga sapi ukuran besar," pungkas Agung.

Istri Agung, Kiki Hapsari (39) menceritakan ide masakan itu dari ayahnya, Suharto almarhum yang memintanya untuk mengeluarkan menu tradisional Jawa. Sebab ayahnya penyuka masakan ayam kampung dan santan akhirnya dibuat garang asem bumbung.

"Keluarkan menu tradisional Jawa, pesan bapak. Tapi takdir Allah beliau meninggal Agustus lalu, jadi menu ini atas usulan bapak," katanya kepada detikJateng.

Garang asem bumbung, sebut Kiki, memang penyajiannya membutuhkan waktu karena di warungnya disajikan hangat. Menu itu tidak dibungkus daun pisang agar bisa ramai dinikmati.

"Garang asem ini kan masakan khas Solo-Yogyakarta, kalau dengan bungkus daun pisang hanya bisa dinikmati satu orang. Padahal enaknya ramai-ramai sehingga dimasak di bumbung," pungkas Kiki.




(rih/ahr)


Hide Ads