Dinas Kesehatan (Dinkes) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menilai Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Gunungkidul seharusnya menetapkan kasus antraks sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB). Namun, Pemkab menilai belum perlu karena sudah dilakukan lokalisir di lokasi temuan kasus di Jati, Semanu.
"Saya kira belum ya (menetapkan KLB antraks di Gunungkidul)," kata Wakil Bupati Gunungkidul Heri Susanto kepada wartawan di Gunungkidul, Kamis (6/7/2023).
Terkait alasannya, Heri menilai karena Pedukuhan Jati, Kalurahan Candirejo, Kapanewon Semanu, jauh dari pedukuhan lainnya. Selain itu, baik ternak dan warga di Jati sudah terlokalisir.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena kalau di kejadian ini kan hanya di Pedukuhan Jati, dan di Jati itu secara kebetulan dengan pedukuhan lain jaraknya jauh," ujarnya.
"Sehingga sampai saat ini tidak ke mana-mana atau dalam tanda petik sudah terlokalisir. Apalagi Jati ini agak jauh dan berada di antara hutan Jati," lanjut Heri.
Terlebih, Dinas Kesehatan (Dinkes) dan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (DPKH) Gunungkidul secara intensif melakukan pemantauan. Seperti halnya DPKH secara berkala melakukan penyiraman formalin di tanah yang diduga terkontaminasi spora antraks.
"Di tempat endemis atau tanah yang terkontaminasi spora dilakukan sampling secara masif. Jadi setelah diformalin dicek kembali dan dimasukkan ke laboratorium lagi," ucapnya.
Hal itu, kata Heri, untuk memastikan tanah di Jati tidak lagi terkontaminasi spora antraks. Namun, jika terkontaminasi maka DPKH langsung melakukan cor beton di lokasi agar spora tidak tumbuh kembali.
"Dan teman-teman kita sudah sangat intensif sekali untuk melakukan pendampingan kepada masyarakat, termasuk membersihkan lingkungan masyarakat sudah terlibat sangat serius," ucapnya.
"Karena itu kita masih sangat belum berpikir melakukan KLB. Karena kami anggap memang betul kejadiannya baru di lokal area dalam hal ini level pedukuhan," imbuh Heri.
Sebelumnya, kasus antraks di Kabupaten Gunungkidul, DIY, memakan satu korban jiwa dan puluhan orang lainnya teridentifikasi suspek antraks. Menurut Dinas Kesehatan (Dinkes) DIY, kondisi ini seharusnya sudah ditetapkan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB).
"Jadi kasus antraks ini, satu atau lebih dari satu sudah ada yang menyebabkan kematian ya harusnya distatuskan KLB. Apalagi itu kan 80 sekian yang terdeteksi menjadi suspek ya, sudah KLB harusnya," kata Kepala Dinkes DIY, Pembajun Setyaningastutie saat dihubungi wartawan, Rabu (5/7).
Pembajun menjelaskan penetapan status KLB dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten, bukan Pemerintah Provinsi. Setelah penetapan KLB, penanganannya akan dilakukan oleh Pemprov.
(aku/rih)