Antraks Ngegas di Gunungkidul, Dinas Pertanian DIY Singgung Budaya Brandu

Antraks Ngegas di Gunungkidul, Dinas Pertanian DIY Singgung Budaya Brandu

Adji G Rinepta - detikJogja
Kamis, 10 Apr 2025 18:59 WIB
ilustrasi antraks
Ilustrasi antraks. Foto: ilustrasi/thinkstock
Jogja -

Kasus antraks di Gunungkidul kembali mencuat beberapa waktu terakhir. Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menyebut bahwa DIY merupakan daerah endemik antraks.

"Daerah DIY masih daerah endemis antraks," jelas Kepala DPKP DIY, Syam Arjayanti saat dihubungi wartawan, Kamis (10/4/2025).

"Memang kasus antraks kan penyebarannya melalui spora dan hidup sampai puluhan tahun. Bahkan bisa tahan 40 sampai dengan 60 tahun," sambungnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ditambah lagi, kata Syam, budaya brandu yang masih ada di Gunungkidul turut menyebabkan penyebaran antraks meluas. Sebagai informasi, brandu adalah budaya menyembelih hewan ternak yang sudah mati kemudian dibagikan ke warga.

"Pada saat itu berawal dari ternak yang mati dengan tanda-tanda antraks tetapi tidak segera dikubur, tetapi diberikan tetangga. Budaya brandu ini juga yang menyebabkan mendorong penyebaran antraks," paparnya.

ADVERTISEMENT

Terkait merebaknya kasus antraks di Gunungkidul beberapa waktu terakhir, Syam mengaku tidak bisa memastikan asal penularan antraks pada sapi, termasuk kemungkinan budaya brandu sebagai pemicu.

"Jumlah kasus 26 ekor di Gunungkidul, di daerah Rongkop dan Girisubo, Rongkop 11 (ekor) dan Girisubo 15 (ekor). Kita nggak bisa memastikannya (penularan sapi)," ungkapnya.

Menindaklanjuti kasus antraks di Gunungkidul ini, Syam menjelaskan, pihaknya telah melakukan upaya komunikasi, informasi dan edukasi (KIE), disinfeksi kandang dan lingkungan, dan pengobatan profilaksis dengan antibiotik.

"Dan pemberian vitamin di zona merah (Kelurahan Bohol dan Kelurahan Tileng) telah dilaksanakan pada dari tanggal 25-28 Maret 2025," ujar Syam.

"Mengawasi dan melarang penjualan bangkai ternak, konsumsi ternak sakit atau mati (purak) serta mewajibkan penguburan ternak mati sesuai standar operasional prosedur (SOP) yang telah ditetapkan," sambungnya.

Syam mengatakan, pihaknya juga sudah mengusulkan pengadaan 7 ribu dosis vaksin antraks ke Kementerian Pertanian (Kementan).

"Vaksinasi antraks di Girisubo dan Rongkop serta kecamatan lain yang pernah dilaporkan antraks pada tahun-tahun sebelumnya," tutupnya.

Diberitakan sebelumnya, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (DPKH) Kabupaten Gunungkidul menyebut selama dua bulan terakhir ada puluhan ternak mati mendadak. Penyebabnya diduga karena antraks.

"Jadi dari bulan Februari sampai Maret tercatat sekitar 20 ekor ternak mati mendadak," kata Kepala DPKH Gunungkidul, Wibawanti Wulandari kepada wartawan di Wonosari, Gunungkidul, Selasa (8/4).

Wibawanti melanjutkan, puluhan ekor ternak yang mati mendadak itu berasal dari Kalurahan Tileng, Kapanewon Girisubo, dan Kalurahan Bohol, Kapanewon Rongkop.

"Dugaannya positif antraks karena banyak yang gejalanya ke arah antraks," ujarnya.

Di sisi lain, Dinas Kesehatan (Dinkes) Gunungkidul menyebut ada tiga warga yang terkonfirmasi terpapar antraks dan dua warga yang masuk kategori suspek antraks. Saat ini mereka menjalani rawat jalan.

Kepala Dinkes Gunungkidul, Ismono, mengatakan petugas melakukan penyelidikan kasus antraks pada hewan di Kapanewon Girisubo dan Rongkop. Selanjutnya, petugas mendapati beberapa orang mengalami luka lesi pada kulit.

"Setelah pemeriksaan lebih lanjut, hasilnya ada kasus terkonfirmasi antraks 3 orang. Selain itu ada juga kasus suspek antraks 2 orang," kata dia saat dihubungi wartawan, Rabu (9/4).




(ahr/rih)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads