Masjid Selo adalah masjid peninggalan raja Keraton Jogja pertama, Sultan Hamengku Buwono I. Masjid ini dibangun pada tahun 1780-an bersamaan dengan dibangunnya Keraton Jogja.
Masjid yang terletak di Kelurahan Panembahan, Kemantren Kraton, Kota Jogja ini awalnya hanya diperuntukkan bagi keluarga kerajaan saja.
"Dibangun pada masa HB I bersama membangun Keraton dan membangun Dalem atau rumah tinggal Pangeran calon raja. Dalem Kadipaten di sini, besar dan luas dan di antara dari bangunan itu ada yang dibikin tempat ibadah atau masjid, ini aslinya untuk keluarga kerajaan," terang penjaga Masjid Selo, Sunarwiadi saat ditemui wartawan, Selasa (28/3/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sunarwiadi mengatakan, dahulu masjid Selo sempat terbengkalai dan fungsinya sempat beralih menjadi tempat penyimpanan keranda jenazah, hingga akhirnya warga memberanikan diri bersurat ke pihak Keraton.
"Tahun 1965 beberapa tokoh masyarakat melihat ada masjid kecil tidak digunakan, lalu kirim surat ke Keraton mohon izin gunakan, lalu dizinkan. Kena dinggo tapi ora kena diowah-owah (boleh dipakai tapi tidak boleh dirubah) isi balasan surat kekancingan seperti itu," jelasnya.
Arsitektur bangunan masjid Selo sendiri menyerupai bangunan Tamansari dan Keraton. Terlihat dari atap dan juga tembok yang khas, bahkan ketebalan tembok mencapai 70 sentimeter.
"Tembok tebal sekitar 70 cm. Arsitektur persis dengan bangunan Tamansari, dulu konon arsitek orang Portugis. Persis dengan Tamansari tidak pakai tiang," ujarnya.
Bangunan masjid Selo didesain dengan pintu masuk yang pendek, sehingga jemaah harus menunduk saat akan masuk ke masjid. Selain itu, juga dilengkapi kolam air berbentuk letter U yang mengitari masjid.
"Bangunan inti masih asli yang tengah. Kalau kiri kanan bangunan tambahan. Dulu kolam itu sumber airnya dari sungai Winongo. Sekarang sudah tidak ada, tapi salurannya masih ada cuma tidak dipakai lagi," jelas Sunarwiadi.
Konstruksi tembok bangunan yang tebal dan kokoh, membuat bangunan inti Masjid Selo tidak berimbas saat gempa besar di DIY pada 2006 silam. Selain itu, konstruksi bangunan juga tertanam sangat dalam.
Masjid Selo sudah mengalami beberapa pemugaran. Bangunan inti sendiri memiliki luas 6 meter X 8 meter, dan dapat menampung hingga 30 jemaah. Untuk menambah kapasitas jemaah, kemudian dibangun bangunan tambahan yang bisa mencapai 150 jemaah.
"Sudah beberapa kali, kanan kiri dulu enggak ada, lalu dibangun, untuk memenuhi kebutuhan jemaah," terang Sunarwiadi.
Selama bulan Ramadhan, Sunarwiadi menambahkan, Masjid Selo diisi dengan beberapa kegiatan seperti masjid-masjid pada umumnya.
"Selama Ramadan kalau sore setelah jam 4 ada buka bersama takjilan untuk anak-anak diberi pelajaran TPA, orang tua ceramah, tarawih lalu, tadarus, dua kelompok, ibu-ibu dan bapak-bapak, terpisah. Itikaf itu biasanya 10 hari terakhir biasanya masuk sini," tutupnya.
(aku/ahr)