Geger Putusan Tunda Pemilu, Pakar UGM: Hakimnya Terbawa Alur Penggugat

Geger Putusan Tunda Pemilu, Pakar UGM: Hakimnya Terbawa Alur Penggugat

Genis Naila Alfunafisa - detikJateng
Selasa, 07 Mar 2023 16:01 WIB
Ilustrasi Pemilu 2024
Ilustrasi Pemilu 2024 (Foto: Edi Wahyono)
Yogyakarta -

Putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (Jakpus) soal penundaan pemilu menuai sorotan. Pakar hukum tata negara Fakultas Hukum UGM Andi Sandi Antonius Tabusasa Tonralipu menyebut putusan penundaan Pemilu 2024 itu keliru.

Andi Sandi menjelaskan penanganan sengketa pemilu harus mengacu UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Oleh karena itu, kewenangan soal perkara itu berada di ranah PTUN bukan PN.

Aturan ini mengacu pada PerMA No.2 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Tindakan Pemerintahan dan Kewenangan Mengadili Perbuatan Melanggar Hukum oleh Badan/Pejabat Pemerintahan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jadi termasuk juga KPU. Dengan ketentuan ini, seharusnya putusan PN Jakarta Pusat itu bukan kewenangannya untuk mengadili sehingga putusannya perlu diajukan banding dengan mendasarkan pada ketentuan Peraturan MA ini. Dengan mendasarkan memori banding pada ketentuan Peraturan MA, sangat besar kemungkinan putusan PT Jakarta akan membalik putusan PN Jakarta Pusat," ujar Andi Sandi dalam keterangan tertulis humas UGM yang diterima detikJateng, Selasa (7/3/2023).

Andi Sandi menyayangkan dalam eksepsi KPU, Peraturan MA ini tidak digunakan dalam proses pembuktian Partai Prima. Andi Sandi pun menilai majelis hakim terlalu terbawa dengan pihak penggugat.

ADVERTISEMENT

"Jadi hakimnya terbawa dengan alur penggugat," terang dia.

Andi Sandi mendorong diajukannya upaya hukum banding. Sebab, putusan ini berpotensi melanggar konstitusi Pasal 22E UUD Tahun 1945, yakni pemilu harus digelar lima tahun sekali.

"Konsekuensinya, pelaksanaan pemilu lebih 2 tahun dari ketentuan konstitusi yang menyatakan pemilu harus dilaksanakan setiap 5 tahun sekali," tegasnya.

Dia menerangkan meski KPU sebagai pihak tergugat, pemerintah bisa mengajukan diri sebagai pemohon banding. Sebab, putusan PN Jakpus itu bisa mengakibatkan terganggunya kerja pemerintah, yaitu batas waktu masa jabatan pemerintahannya.

"Namun posisi pemerintah, bukan sebagai pemohon banding prinsipal tapi sebagai pihak terkait," jelasnya.

Di sisi lain, menurutnya semua sengketa penyelenggaraan pemilu harus diperlakukan khusus. Mengutip UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, seluruh sengketa Pemilu telah diatur khusus dan ditangani Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

"Hal inilah yang dimanfaatkan oleh Partai Prima. Menurut saya, seharusnya Bawaslu menegur ataupun menindak KPU dengan tidak melaksanakan putusannya secara penuh. Sengketa antar-KPU dan Bawaslu itu bisa diselesaikan di DKPP. Dengan demikian, ini masalah pengawasan atau putusan dan kepatuhan atas putusan lembaga yang berwenang," jelas dia.

PN Jakpus Putuskan Penundaan Pemilu

Sebelumnya PN Jakpus mengabulkan gugatan Partai Prima terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU). PN Jakpus pun menghukum KPU untuk menunda Pemilu 2024.

Gugatan perdata kepada KPU yang diketok pada Kamis (2/3/2023) itu dilayangkan Partai Prima pada 8 Desember 2022 lalu dengan nomor register 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst.

Berikut putusan PN Jakpus terhadap gugatan Partai Prima:

Dalam Eksepsi

Menolak Eksepsi Tergugat tentang Gugatan Penggugat Kabur/Tidak Jelas (Obscuur Libel);

Dalam Pokok Perkara

1. Menerima Gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
2. Menyatakan Penggugat adalah partai politik yang dirugikan dalam verifikasi administrasi oleh Tergugat;
3. Menyatakan Tergugat telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum;
4. Menghukum Tergugat membayar ganti rugi materiil sebesar Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah) kepada Penggugat;
5. Menghukum Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari;
6. Menyatakan putusan perkara ini dapat dijalankan terlebih dahulu secara serta merta (uitvoerbaar bij voorraad);
7. Menetapkan biaya perkara dibebankan kepada Tergugat sebesar Rp 410.000 (empat ratus sepuluh ribu rupiah).

Artikel ini ditulis oleh Genis Naila Alfunafisa peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.

Halaman 2 dari 2
(ams/apl)


Hide Ads