Heboh Siswi SMAN di Bantul Dipaksa Berhijab

Terpopuler Sepekan

Heboh Siswi SMAN di Bantul Dipaksa Berhijab

Tim detikJateng - detikJateng
Minggu, 07 Agu 2022 15:14 WIB
SMAN 1 Banguntapan Bantul.
SMAN 1 Banguntapan Bantul. (Foto: dok. Kemdikbud.go.id)
Solo -

Berita terkait pemaksaan hijab terhadap seorang siswi SMAN 1 Banguntapan Bantul menjadi salah satu yang paling menarik perhatian sepekan terakhir. Berikut ini perjalanan kasus yang diwarnai dengan pembebastugasan kepala sekolah tersebut.

Berikut ini perjalanan kasusnya hingga belakangan terungkap bukti momen paksaan itu terjadi.

Pemaksaan Hijab Terjadi Saat MPLS

Pendamping korban, Yuliani, membeberkan pemaksaan itu terjadi saat Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS). Awalnya, kata Yulaini, korban merasa nyaman hingga akhirnya dipanggil oleh guru BK.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Itu ada MPLS mengenal lingkungan sekolah itu anaknya nyaman-nyaman aja tidak ada masalah. Terus masuk pertama itu tanggal 18 Juli itu masih nyaman. Kemudian tanggal 19 menurut WA di saya ini, anak itu dipanggil di BP diinterogasi 3 guru BP," ujar Yuliani ditemui di kantor ORI Perwakilan DIY, Jumat (29/7).

Yuliani yang juga bagian dari Persatuan Orang Tua Peduli Pendidikan (Sarang Lidi) DIY mengatakan saat dipanggil itu, siswi tersebut merasa terus dipojokkan. Selain itu, siswi itu dipakaikan hijab oleh guru BK.

ADVERTISEMENT

Siswa Pindah Sekolah

Siswi yang dipaksa berjilbab oleh guru BK akhirnya pindah sekolah. Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) DIY memfasilitasi siswi tersebut untuk pindah ke SMAN 7 Jogja.

"Sudah komunikasi dengan pendamping jadi hari ini mungkin mereka sudah mengonfirmasi di tempat yang baru. Kemungkinan di SMAN 7 Jogja," kata Kepala Disdikpora DIY Didik Wardaya saat dihubungi wartawan, Senin (1/8).

Didik menjelaskan pihaknya juga telah meminta klarifikasi baik dari SMAN 1 Banguntapan maupun yang mengadukan masalah tersebut ke Ombudsman Republik Indonesia (ORI).

"Ya kita klarifikasi kemarin baik ke sekolah maupun yang mengadukan. Untuk lebih jauh kita dalami permasalahan sebenarnya apa? Tapi untuk memberi rasa nyaman kepada si siswa kami berikan kesempatan si siswa apakah sekolah di situ atau di tempat lain kami carikan," kata Didik.

Simak selengkapnya di halaman berikutnya...

Kepala SMAN 1 Banguntapan Sebut Guru Beri Tutorial Berhijab

Kepala SMAN 1 Banguntapan, Bantul, Agung Istiyanto, akhirnya angkat bicara terkait tudingan pihaknya memaksa seorang siswi memakai hijab. Dia menolak pihaknya dikatakan memaksa siswi untuk berhijab.

"Pada intinya sekolah kami tidak seperti yang di pemberitaan. Kami tetap tidak mewajibkan yang namanya jilbab. Tuduhannya nggih salah (ya salah)," kata Agung usai diklarifikasi Disdikpora DIY, Senin (1/8).

Agung mengatakan masalah sebenarnya tidak seperti yang dilaporkan di ORI DIY terkait adanya oknum guru Bimbingan Konseling (BK) yang memaksa siswi mengenakan pakaian jilbab. Dia menyebut sekolahnya berstatus negeri sehingga tidak bisa memaksa siswi memakai hijab.

"Nggak seperti itu masalahnya. Karena (sekolah) negeri kan, negeri nggak boleh mewajibkan siswanya berjilbab," jelasnya.

Soal laporan guru BK memaksa siswi tersebut berhijab, Agung menyebut jika hal tersebut sebatas tutorial. Disebutnya ada komunikasi pertanyaan bersedia atau tidak diajari mengenakan hijab.

"Itu hanya tutorial, ketika ditanya siswanya belum pernah memakai jilbab nggak. Oh belum. Gimana kalau kita tutorial dijawab mantuk (mengangguk) iya. Mboten nopo-nopo (tidak apa-apa)," jelasnya.

Ibu Siswi Bantah soal Tutorial: Ini Pemaksaan!

Ibu siswi tersebut, Herprastyanti Ayuningtyas, membantah narasi tutorial penggunaan jilbab.

"Dalam ruang Bimbingan Penyuluhan, seorang guru menaruh sepotong jilbab di kepala anak saya. Ini bukan "tutorial jilbab" karena anak saya tak pernah minta diberi tutorial. Ini adalah pemaksaan," demikian disampaikan Herprastyanti dalam keterangan tertulisnya kepada detikJateng, Rabu (4/8).

Herprastyanti mengawali pernyataannya dengan perkenalan dirinya sebagai seorang ibu dari seorang anak perempuan yang trauma karena peristiwa yang dia alami di SMAN 1 Banguntapan Bantul.

"Seorang ibu, perempuan Jawa, tinggal di Yogyakarta, yang sedang sedih dengan trauma, yang kini dihadapi putri saya, dampak dari memperjuangkan hak dan prinsipnya," tutur dia.

Dia mengatakan bagi orang tuanya, putrinya bukan anak yang lemah, bermasalah, dan terbiasa dengan tekanan. Herprastyanti juga mengungkap dia bercerai tapi tetap mengasuh anak bersama dengan mantan suaminya.

"Dia atlet sepatu roda. Dia diterima di SMAN 1 Banguntapan sesuai prosedur," ucapnya.

Hingga akhirnya, lanjut Herprastyanti, dia mendapat telepon dari putrinya pada 26 Juli 2022. Saat telepon itu diangkat, dia hanya mendengar suara tangisan.

"Setelahnya baru terbaca WhatsApp, 'Mama ak mau pulang, ak ga mau dsni'," kata Herprastyanti.

"Ibu mana yang tidak sedih baca pesan begitu? Ayahnya memberitahu, dari informasi guru, bahwa anak kami sudah satu jam lebih berada di kamar mandi sekolah," lanjutnya.

Saat itu Herprastyanti mengaku langsung menjemput anaknya di sekolah. Dia menemukan anaknya berada di Unit Kesehatan Sekolah dalam kondisi lemas. Saat itu dia mengaku anaknya hanya bisa memeluk tanpa bicara kepadanya.

"Hanya air mata yang mewakili perasaannya," tutur Herprastyanti.

"Awal sekolah dia pernah bercerita bahwa di sekolahnya "diwajibkan" pakai jilbab, baju lengan panjang, rok panjang. Putri saya memberikan penjelasan kepada sekolah, termasuk walikelas dan guru Bimbingan Penyuluhan, bahwa dia tidak bersedia. Dia terus-menerus dipertanyakan, "Kenapa tidak mau pake jilbab?" jelasnya.

"Saya seorang perempuan, yang kebetulan memakai jilbab, tapi saya menghargai keputusan dan prinsip anak saya. Saya berpendapat setiap perempuan berhak menentukan model pakaiannya sendiri," ungkap Herprastyanti.

Dia mengatakan kini putrinya trauma dan harus mendapat bantuan psikolog. Dia ingin SMAN Banguntapan, Pemda DIY, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bertanggungjawab atas kondisi anaknya saat ini.

"Kembalikan anak saya seperti sedia kala," kata dia.

"Beberapa guru menuduh putri saya punya masalah keluarga. Ini bukan masalah keluarga. Banyak orang punya tantangan masing-masing. Guru-guru yang merundung, mengancam anak saya, saya ingin bertanya, "Punya masalah apa Anda di keluarga sampai anak saya jadi sasaran? Bersediakah bila kalian saya tanya balik seperti ini?" pungkasnya.

Sultan Sesalkan Siswi Pindah: Sekolah yang Salah!

Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X menegaskan kepala sekolah dan guru yang memaksa siswi berjilbab di SMAN 1 Banguntapan harus ditindak. Bukan malah siswi yang dikorbankan dan harus pindah sekolah.

"Kenapa yang pindah anaknya? Yang harus ditindak itu guru atau kepala sekolah yang memaksa itu. Ini pendapat saya," kata Sultan saat diwawancarai wartawan, di Kompleks Kepatihan, Kantor Gubernur DIY, Yogyakarta, Kamis (4/8).

Sultan menjelaskan, Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) DIY harus melihat masalah itu dengan seksama. Bukan malah memindahkan siswi tersebut yang seakan-akan menimbulkan kesan bersalah.

"Silakan tim coba dilihat. Malah yang dikorbankan anaknya suruh pindah. Persoalannya tidak di situ. Persoalannya salahnya sekolah itu. Jadi harus ditindak," tegas Sultan.

"Saya nggak mau pelanggaran-pelanggaran itu didiamkan," kata Sultan.

Sultan mengulang kembali, sesuai dengan ketentuan dan aturan sekolah negeri, tidak boleh memaksa siswi untuk mengenakan jilbab.

"Malah mengorbankan anaknya suruh pindah. Ini gimana? Yang salah sekolahnya kok, oknum yang (memaksa) kok. Oknumnya ditindak," tegasnya.

Kepala dan 3 Guru SMAN 1 Banguntapan Dibebastugaskan

Sultan membebastugaskan kepala sekolah dan tiga guru soal dugaan pemaksaan jilbab terhadap seorang siswi di SMAN 1 Banguntapan Bantul. Hal ini disampaikan Sultan kepada wartawan di kompleks Kepatihan, Jogja, Kamis (4/8).

"Satu kepala sekolah dan tiga guru saya bebaskan dari jabatannya tidak boleh dulu mengajar. Sambil nanti ada kepastian," kata Sultan.

Simak selengkapnya di halaman berikutnya...


Sekretaris Daerah (Sekda) DIY Kadarmanta Baskara Aji menjelaskan pembebastugasan ini dalam rangka untuk klarifikasi dan pemeriksaan yang lebih efektif.

"Dalam rangka untuk klarifikasi dan pemeriksaan kasus itu kepala sekolah dan tiga guru tidak bisa efektif kalau kemudian harus pada status sekarang," ujar Aji kepada wartawan, Kamis (4/8).

Aji menyampaikan Disdikpora DIY telah melayangkan surat pembebastugasan kepala sekolah dan ketiga guru tersebut.

CCTV Ungkap Momen Pemaksaan Berhijab pada Siswi SMAN 1 Banguntapan

Inspektorat Jendral Kemendikbud kemudian mengadakan pertemuan dengan ORI Perwakilan DIY untuk membahas soal pemaksaan penggunaan hijab terhadap salah satu siswi SMAN 1 Banguntapan. Dalam pertemuan itu, tim Irjen Kemenbudristek menunjukkan rekaman CCTV saat siswi tersebut dipasangkan hijab.

"Sempat kita melihat (rekaman) CCTV-nya. Ditunjukkan (oleh Irjen Kemendikbud). Tadi kita lihat pas pemasangannya (hijab)," kata Kepala ORI Perwakilan DIY Budhi Masturi ditemui di kantornya, Jumat (5/8).

Menurut Budhi, rekaman CCTV itu yang oleh Kemendikbud menjadi dasar adanya pemaksaan siswi berhijab. Dari rekaman itu, kata Budhi, tim Irjen Kemendikbud melihat bagaimana bahasa tubuh si anak saat berhadapan dengan tiga orang dewasa kemudian dipasangi hijab.

"Tim Irjen sudah ke sekolah dan mereka sudah melihat CCTV-nya, hasil videonya dan menceritakan mendeskripsikan ya memang menurut mereka (Kemendikbud) itu paksaan. Itu ada unsur paksaan," ujarnya.

Halaman 3 dari 4
(sip/rih)


Hide Ads