Saat ditemui di rumahnya, Nitipuran, Kapanewon Kasihan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Mayong mengungkapkan filatelis merupakan hobi keluarganya dari dua generasi terdahulu. Yakni sejak simbah kemudian turun ke ibunya.
"Setelah ibu meninggal setahun lalu, saya yang mengurus semua koleksi ibu dan simbah," kata Mayong, Sabtu (6/8/2022).
Mahasiswa ISI Jogja Jurusan Tata Kelola Seni ini mengakui menyalurkan hobi filateli di tengah gempuran teknologi memang tak mudah.
"Misal saat ini yang saya pamerkan di Jakarta, 'Netherland Hindis Airmail 1927-1942'. Itu mencari koleksinya harus ikut lelang online maupun offline," ujarnya.
![]() |
Meski mencari koleksi sesuai tema tak semudah sebelum ada gempuran teknologi, kata dia, ia merasakan perasaan bangga saat koleksinya meraih peringkat satu dunia untuk kategori remaja 2016 silam di New York, AS. Dari hobi filateli ini dirinya merasa sangat bersyukur karena perjuangan dan bimbingan ibunya akhirnya bisa mendapatkan peringkat satu.
"Ada kepuasan, kebanggaan, bisa mendapatkan peringkat satu di New York dalam pemeran se-dunia tahun 2016 lalu," ungkapnya.
![]() |
Soal hasil dari koleksi, Mayong menjelaskan, mendapatkan uang dari menjual koleksi. Saat ada kolektor lain yang menginginkan koleksi, biasanya ia hargai cukup mahal.
"Ya jutaan (rupiah). Tergantung dari yang mencari," ujarnya.
Saat ini ia pun masih menikmati proses menjadi filatelis.
"Belum tahu apakah berhenti atau tidak. Sampai saat ini masih menikmati proses mencari koleksi," imbuhnya.
(rih/sip)