Seorang pria di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah ini memiliki cara mengenalkan identitas kotanya melalui sarung batik. Kini sarung batik khas Kudus buatannya ini pun laris manis hingga laku sampai mancanegara. Seperti apa kisahnya?
Dia adalah Budi Wicaksono (42) pemilik usaha batik sarung Kudus, Al-Hazmi. Alamatnya berada di Jalan HM Subchan, Gang Anggrek, Kelurahan Purwosari RT 1 RW 1 Kecamatan Kota, Kudus.
Saat detikJateng berkunjung di kediamannya itu terpantau ramai pembeli. Mereka sibuk memilih sarung batik Kudus yang memiliki motif unik ini. Ada beberapa pekerja yang membantu usaha Budi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Momen Bulan Ramadan ternyata menjadi berkah tersendiri bagi Budi. Sebab usahanya kini ramai pembeli. Mereka dari Kudus bahkan luar daerah.
"Untuk bulan Ramadan ini alhamdulillah mengalami peningkatan dari tahun kemarin," jelas Budi saat berbincang dengan detikJateng, Selasa (11/3/2025).
Budi menjelaskan, usaha sarung batik dirintis sejak 2019 silam. Desain motif khas Kudus menjadi andalannya. Tak heran ternyata, sarung batik khas Kudus disambut antusias oleh masyarakat. Tak main-main sarung batik miliknya sudah tembus sampai mancanegara.
"Penjualan sudah sampai luar negeri. Singapura, Malaysia, Arab Saudi itu sudah banyak yang pakai," dia menjelaskan.
Budi mengatakan enam tahun silam dia memulai usaha sarung batik. Awalnya dulu ada kebijakan pemerintah Kabupaten Kudus mengenai pakaian khas berupa sarung batik dan iket.
Akan tetapi, ASN dan masyarakat mengenakan sarung batik yang bermotif bukan dari Kudus. Seperti dari Lasem dan Pekalongan.
"Awalnya memang dari dulu itu kan Kudus zaman Pak Bupati Mustofa saat itu sudah menerapkan sarung iket sebagai identitas pakaian khas Kudus," jelasnya.
"Setelah itu orang Kudus sebagian besar memakai di luar Kudus. Motif dari Lasem Pekalongan, sehingga Kudus belum memiliki motif sendiri. Sedangkan Kudus sendiri punya dari khas itu. Sehingga kami membuat motif yang identik dengan Kota Kudus ini," terang dia.
Hingga akhirnya Budi menciptakan motif khas Kudus. Yang menjadi ciri khas adalah motif Menara Kudus. Kini Budi telah menciptakan puluhan motif sarung batik lainnya.
"Motif ada Menara menggambarkan Menara simbol Kota Kudus. Meskipun tidak bisa dijelaskan sudah tahu motif itu dari Kudus," jelasnya.
Selain itu juga ada motif pingitan, tresno, tembang kroso, wuwungan, kijingan, lintang kemukus dan lainnya. Sejauh ini sudah ada 80 motif asli yang dibuat oleh Budi. Setiap tahun ada yang baru.
Proses pekerjaan, Budi mendesain motif sendiri. Setelah itu dicetak menjadi sarung batik. Pekerjaan ini membutuhkan waktu sekitar seminggu sampai 2 pekan. Tergantung motif yang dipesan.
"Yang masih eksis 30-an motif. Banyak terjual motif klasik. Karena adem, nyaman tidak mudah kusut dan memancarkan warna yang bagus," jelasnya.
Adapun harga sarung batik khas Kudus dipatok kisaran Rp 110 ribu sampai Rp 225 ribu untuk yang print atau cetak. Sedangkan kombinasi cetak sama batik tulis mulai Rp 350 sampai Rp 425 ribu.
"Untuk Ramadan saat ini mencapai lebih di atas Rp 10 juta per hari. Penjualan 400 sampai 500 pcs per hari," jelasnya.
Budi menjual sarung batik melalui offline dan online. Tak hanya itu untuk mempermudah pembayaran dirinya juga menyediakan pembayaran secara digital yakni melalui Quick Response Code Indonesia atau QRIS Bank Rakyat Indonesia (BRI). Sebab proses transaksi lebih mudah, cepat dan terjaga keamanannya.
Seperti dikutip dari lamaran resmi BRI, manfaat QRIS seperti transaksi lebih efektif dan efisien. QRIS dapati diterima oleh seluruh e-wallet dari berbagai metode pembayaran dengan maksimal pembayaran Rp 2 juta per transaksi.
Salah satu pembeli, Komar mengaku sengaja datang ke sarung batik Al-Hazmi. Sebab kualitas sarung batik yang bagus dan memiliki motif yang berbeda dari sarung umumnya.
"Tadi ya beli sarung sama lihat-lihat katanya ada yang baru. Rencana untuk lebaran nanti. Karena dekat motifnya bagus, warnanya juga bagus," jelasnya ditemui di lokasi.
(aku/dil)