Hakim Minta Bukti Penggugat Sidang CLS Ijazah Jokowi Dibenahi

Agil Trisetiawan Putra - detikJateng
Selasa, 23 Des 2025 13:55 WIB
Jalannya sidang perkara nomor 211/Pdt.G/2025/PN Skt, tentang gugatan Citizen Lawsuit (CLS) ijazah Joko Widodo (Jokowi), di Pengadilan Negeri Solo, Selasa (23/12/2025). (Foto: Agil Trisetiawan Putra/detikJateng)
Solo -

Pengadilan Negeri (PN) Solo menggelar sidang perkara nomor 211/Pdt.G/2025/PN Skt, tentang gugatan Citizen Lawsuit (CLS) ijazah Joko Widodo (Jokowi), dengan agenda Pembuktian dari Penggugat (Bukti Surat). Majelis meminta penggugat membenahi bukti surat yang diberikan.

Sidang dipimpin oleh majelis hakim Achmad Satibi, Aris Gunawan, dan Lulik Djatikumoro. Sedangkan perkara tersebut diajukan oleh alumnus UGM, Top Taufan, dan Bangun Sutoto. Keduanya menggugat Presiden ke-7 Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) sebagai tergugat 1; Rektor UGM Prof dr. Ova Emilia sebagai penggugat 2; Wakil Rektor UGM Prof. Dr. Wening sebagai tergugat 3, dan Polri sebagai tergugat 4.

Karena bukti surat masih belum memenuhi persyaratan, Ketua Mejelis Achmad Satibi, memberikan kesempatan pihak penggugat untuk memperbaiki bukti suratnya pada sidang selanjutnya, Selasa (30/12/2025)

"Kita berikan kesempatan terakhir bukti dari penggugat untuk menunjukkan surat buktinya. Pada Selasa, 30 Desember 2025 pukul 10.00 WIB," kata Ketua Mejelis Achmad Satibi, dalam persidangan, Selasa (23/12/2025).

Dalam kesempatan itu, kuasa hukum penggugat Muhammad Taufiq, mengusulkan agar saksi juga bisa dihadirkan bersamaan saat agenda dengan bukti surat tersebut. Namun permintaan itu ditolak majelis hakim dan kuasa hukum Tergugat.

"Ada waktunya saksi, ada waktunya surat, jadi surat dulu pak ya. Kami tidak sendiri pak, ada anggota juga. Jadi surat dulu ya, jadi jangan dipanggil dulu untuk saksinya. Jadi untuk minggu depan surat masih dari penggugat, minggu selanjutnya surat dari para tergugat dan turut tergugat. Saya juga belum baca juga, nanti tidak optimal," jelasnya.

Ditemui usai sidang, kuasa hukum penggugat Muhammad Taufiq, menilai ada beda pandangan antara majelis hakim dengan pihaknya terkait penyajian bukti tersebut. Sebab, penggugat ada dua, sehingga dua KTP penggugat dijadikan satu, sementara hakim meminta dipisah.

"Ini bukan persoalan, bukan persoalan valid atau tidak valid, tetapi perbedaan pemahaman. Kami menyajikan KTP, dua KTP itu dalam satu bukti. Hakim menghendakinya dua KTP itu sebagai dua bukti," kata Taufiq.

Karena KTP kedua penggugat dipisah, Taufiq menjelaskan, jika ijazah kedua penggugat juga harus dipisahkan sebagai bukti. Namun untuk

"Tetapi bukti-bukti yang lain, ijazah alumni Fakultas Kehutanan tahun '85 dan sebagainya itu, semuanya masih orisinil. Jadi, ketidaksepahamannya karena dari kami menyajikan dua KTP itu sebagai satu bukti, dua ijazah sebagai satu bukti karena mereka semua kapasitasnya penggugat, dan itu yang tidak diterima," jelasnya.

Terkait usulan untuk menggabungkan pemeriksaan bukti surat dengan pemeriksaan saksi yang menjadi satu agenda, Taufiq menilai hal itu akan lebih efisien. Dia berpedoman pada Pasal 1868 kitab UU Hukum Perdata dan Pasal 168 HIR (Herziene Indonesisch Reglement).

"Sesuai dengan ketentuan, Pasal 1868, dan 168. Yang pertama itu adalah Burgerlijk Wetboek atau BW atau KUH Perdata, yang kedua itu HIR. Itu sebenarnya tidak ada secara spesifik dibedakan bahwa jadwal pemeriksaan bukti, kemudian pemeriksaan saksi itu tidak ada. Makanya kami mengatakan, biasakanlah melakukan yang benar, jangan membenarkan hal yang biasa. Jadi, pengadilan selama ini kita ini salah, enggak efisien. Masa pemeriksaan bukti sendiri, pemberian saksi sendiri," terangnya.




(alg/afn)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork