Dua Bos Sritex Didakwa Korupsi Merugikan Negara Rp 1,35 Triliun

Dua Bos Sritex Didakwa Korupsi Merugikan Negara Rp 1,35 Triliun

Arina Zulfa Ul Haq - detikJateng
Senin, 22 Des 2025 19:31 WIB
Dua Bos Sritex Didakwa Korupsi Merugikan Negara Rp 1,35 Triliun
Terdakwa Iwan Setiawan Lukminto dalam sidang persana kasus korupsi PT Sritex di Pengadilan Tipikor, Semarang, Senin (22/12/2025). Foto: Dok. Istimewa
Semarang -

Kasus korupsi fasilitas kredit dua bersaudara bos PT Sritex, Iwan Setiawan Lukminto dan Iwan Kurniawan Lukminto, telah memasuki persidangan. Keduanya didakwa merugikan negara hingga Rp 1,35 triliun.

Hal itu disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Fajar Santoso dalam sidang perdana di Pengadilan Tipikor Semarang, Kecamatan Semarang Barat, Kota Semarang.

Iwan Setiawan dan Iwan Kurniawan didakwa melakukan korupsi bersama-sama dengan sepuluh terdakwa lain yang disidang secara terpisah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Perbuatan para terdakwa merugikan negara atau perekonomian negara sebesar Rp 1,35 triliun," kata Jaksa Fajar di Pengadilan Tipikor, Senin (22/12/2025).

Jaksa menjelaskan, kerugian itu berasal dari penyalahgunaan fasilitas kredit modal kerja sejumlah bank pelat merah. Hal itu tercantum dalam laporan audit investigatif Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

ADVERTISEMENT

Jaksa mengatakan, kasus itu berawal dari pengajuan kredit modal kerja sejak 2019 sampai 2020. Kedua terdakwa disebut memiliki peran strategis dengan mentransfer dan membelanjakan uang yang diduga hasil tindak pidana.

"Pembelian aset tanah dan mobil, pembayaran utang, pembayaran cicilan apartemen, dan pembayaran lainnya atas harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga merupakan uang hasil tindak pidana pencucian kredit modal kerja," urai jaksa.

Demi mendapatkan fasilitas kredit, para terdakwa diduga memerintahkan penyusunan laporan keuangan yang direkayasa agar PT Sritex seolah-olah sehat dan layak menerima fasilitas kredit modal kerja.

Rekayasa laporan keuangan itu lantas membuahkan hasil. PT Sritex disebut berhasil mencairkan uang ratusan miliar dari masing-masing bank tanpa agunan yang sah.

Namun, dana hasil pencairan itu tak digunakan untuk kegiatan usaha sesuai peruntukannya. Dana itu digunakan untuk membayar surat utang jangka menengah PT Sritex yang sudah jatuh tempo sejak 2017.

"Terdakwa menggunakan dana hasil pencairan untuk peruntukan yang tidak sesuai dengan ketentuan, yaitu menggunakan untuk medium term note tahap I tahun 2017 yang sudah jatuh tempo," kata jaksa.

Selain disebut memanipulasi kredit, Iwan Setiawan juga mengakali kewajiban pembayaran utang melalui mekanisme hukum. Ia bersama jajaran direksi disebut sengaja mengajukan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dan berbagai gugatan perdata terhadap sejumlah perusahaan.

Menurut jaksa, dana kredit yang digunakan untuk menutup kewajiban lama dan rekayasa PKPU itu membuat pembayaran utang kepada sejumlah kreditur terus tertunda. PT Sritex akhirnya dinyatakan pailit pada 21 Oktober 2024.

"Direksi tidak memenuhi kewajiban pembayaran sehingga pada 21 Oktober 2024 PT Sritex Tbk dinyatakan pailit, dan sejak dinyatakan pailit PT Sritex Tbk tidak dapat memenuhi kewajiban kepada bank," ucap jaksa.

Jaksa menilai, rangkaian merekayasa laporan keuangan, menggunakan dokumen fiktif, hingga menyalahgunakan mekanisme PKPU itu dilakukan secara sadar dan terencana untuk menghindari kewajiban hukum.

Para terdakwa pun didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 KUHP.

Atas dakwaan yang dibacakan jaksa, pengacara kedua terdakwa, Hotman Paris Hutapea, mengajukan keberatan.

"Kami ajukan keberatan," kata dia.




(dil/alg)


Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads