Bantahan Taufik Disebut Kondisikan PPDS Undip: Rekaman Dipotong-potong!

Bantahan Taufik Disebut Kondisikan PPDS Undip: Rekaman Dipotong-potong!

Arina Zulfa Ul Haq - detikJateng
Kamis, 05 Jun 2025 10:38 WIB
Terdakwa Taufik Eko Nugroho dalam sidang pemeriksaan saksi kasus perundungan PPDS Undip, di Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Kecamatan Semarang Barat, Rabu (4/6/2025).
Terdakwa Taufik Eko Nugroho dalam sidang pemeriksaan saksi kasus perundungan PPDS Undip, di Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Kecamatan Semarang Barat, Rabu (4/6/2025). Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng
Semarang -

Terdakwa kasus dugaan perundungan dalam PPDS Anestesi Undip, dokter Taufik Eko Nugroho, membantah tudingan dari saksi Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Pamor Nainggolan, yang menyebut dirinya melakukan pengondisian. Ia berdalih, rekaman yang berisikan suara dirinya itu sudah dipotong.

Hal itu diungkapkan Taufik dalam sidang pemeriksaan saksi di Pengadilan Negeri Semarang, Kecamatan Semarang Barat. Taufik menyebut bukti rekaman yang diajukan pihak Kemenkes dan sempat diperdengarkan dalam sidang itu tidak utuh.

"Disebutkan saya mengkondisikan, saya tidak melakukan itu, membuktikan rekaman yang terpotong-potong tadi. Karena pertemuan itu pembicaraannya panjang," kata Taufik di PN Semarang, Rabu (4/6/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hakim Ketua, Djohan Arifin lantas bertanya apakah Taufik bermaksud mengatakan bahwa rekaman yang menjadi barang bukti sudah dipotong, Taufik menjawab iya.

"(Intinya rekaman itu dipotong-potong?) Iya," tegas Taufik.

ADVERTISEMENT

Ia juga membantah tuduhan bahwa dirinya mengarahkan atau mengintervensi proses klarifikasi dari tim investigasi Kemenkes terhadap mahasiswa PPDS Anestesi Undip.

"Berkaitan dengan saya mengkondisikan ataupun mengarahkan dan sebagainya, itu sudah saya jawab di BAP saya," ujarnya.

Lebih lanjut, Taufik menegaskan, dirinya baru mulai bertugas di RSUP dr. Kariadi pada November 2022, sementara dokter Aulia Risma sudah mulai menjadi peserta PPDS Anestesi Undip sejak Juni 2022. Oleh karena itu, ia menegaskan, perundungan sudah terjadi sebelumnya dan dirinya tak mengetahui perundungan tersebut.

"Perlu diketahui Yang Mulia, saya baru masuk ke RSUP dr Kariadi itu November 2022. Dan yang dilaporkan adalah perundungan di Rumah Sakit Kariadi sebelum itu. Sehingga saya tidak mengetahui tentang itu," tegasnya.

Ia justru mengklaim telah melakukan pembenahan sistem sejak awal 2023. Bahkan, menurutnya, saksi dari Kemenkes pun mengakui ada perbaikan setelah ia mulai menjabat.

"Setelah saya masuk, saya menyampaikan bahwa saya sudah membuat beberapa kebijakan, perbaikan, dan sebagainya, yang sudah saya sampaikan di BAP saya, dan sudah diakui oleh Saudara Pamor, ada perbaikan setelah saya masuk," paparnya.

Taufik juga menyebut ada sejumlah kejanggalan dalam laporan investigasi Kemenkes, termasuk soal data yang menurutnya tidak lengkap dan terkesan menutupi praktik yang sudah lama berlangsung.

Terdakwa Taufik Eko Nugroho dalam sidang pemeriksaan saksi kasus perundungan PPDS Undip, di Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Kecamatan Semarang Barat, Rabu (4/6/2025).Terdakwa Taufik Eko Nugroho dalam sidang pemeriksaan saksi kasus perundungan PPDS Undip, di Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Kecamatan Semarang Barat, Rabu (4/6/2025). Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng

"Terus kejanggalan bahwa Inmen (Instruksi Menteri) itu (keluar) Juli 2023, tapi malah beliau seperti mencari-cari kesalahan di 2018-2023, dan tidak menyinggung masalah sebelum 2018," tegasnya.

Ia menuding laporan tersebut hanya menyasar periode tertentu dan tidak menyeluruh, serta tidak menjelaskan keterlibatan pihak rumah sakit dan praktik lama yang disebut sudah berlangsung jauh sebelum dirinya bertugas.

"Jadi hal-hal yang sebelum 2018 itu memang sudah turun-temurun itu sudah berlaku di Kariadi itu sebelum saya masuk di rumah sakit, itu tidak disampaikan terkesan ditutup-tutupi. Dan itu sudah banyak buktinya nanti akan kita sampaikan," lanjutnya.

Taufik juga menanggapi soal pemberian makan kepada dokter penanggung jawab pasien (DPJP) yang disebut-sebut sebagai bagian dari praktik tidak wajar dalam sistem pendidikan. Ia bersikukuh, tradisi penyediaan makan prolong sudah ada sejak dirinya belum masuk RSUP dr Kariadi.

"Pemberian makan sudah (berlangsung sejak) 2022 ke bawah. Jadi itu saat saya belum masuk di RSUP dr Kariadi, sehingga saya tidak tahu. Dan itu yang mendapat makanannya adalah DPJP dokter dari RSUP dr Kariadi Kemenkes yang juga tidak disampaikan oleh Saudara Pamor," katanya.

Taufik menyatakan siap membuktikan semua keterangannya. Sementara itu, Pamor memutuskan untuk tetap pada keterangannya.

Sebelumnya diberitakan, Ketua Tim Investigasi untuk kasus perundungan PPDS Undip, Pamor Nainggolan mengungkapkan adanya upaya pengondisian keterangan para reside dari rekaman audio berbentuk MP3 dari seseorang yang memperdengarkan pengarahan yang diberikan Taufik kepada para anggota angkatan 77 PPDS Anestesi sebelum mereka diperiksa oleh tim Kemenkes.

"Ada inisiatif KPS (Taufik) mengumpulkan dan mengondisikan jawaban yang disampaikan ke kami. Kami menerima semacam rekaman MP3 dari seseorang, sesuai SOP kami, kami tidak akan mengungkap siapa orang tersebut, itu termasuk perlindungan saksi," kata Pamor di PN Semarang, Rabu (4/6/2025).

Pengondisian itu, lanjutnya, terjadi pada 19 Agustus 2022, sebelum beberapa residen dimintai keterangan oleh tim Kemenkes. Mereka diarahkan mengenai apa yang harus dijawab jika ditanya soal perundungan.

"Berdasarkan analis kami, mengarahkan jawaban-jawaban nanti yang akan disampaikan oleh PPDS ketika kami menanyakan semua itu kepada mereka. (Apakah ini terjadi juga untuk pemeriksaan penyidikan di Polda?) Pada saat klarifikasi. Tanggal 19 Agustus," terang Pamor.

Ia mengungkapkan, berdasarkan keterangan mahasiswa PPDS dalam penyelidikan, ada pula iuran BOP sebesar Rp 80 juta dan iuran bulanan yang harus dikeluarkan mahasiswa.

"Iuran pendidikan itu tertera di iuran angkatan semester 1 itu ada. Besarannya sekitar Rp 20-40 juta, berdasarkan analisis kami itu (besarannya) beda-beda di angkatan 77," ungkapnya.

"(Iuran Rp 80 juta dan iuran bulanan) Tidak ada dasar hukumnya. Tidak sesuai Instruksi Menkes, kita ambil klarifikasi terkait bully. BOP itu sejak 2018," sambungnya.

Diketahui, dalam sidang perdana, Terdakwa Taufik Eko Nugroho dan Sri Maryani yang memungut BOP sebesar Rp 80 juta per mahasiswa didakwa melanggar Pasal 368 ayat (1) KUHP tentang Pemerasan dan Pasal 378 KUHP tentang penipuan.

Sementara Terdakwa Zara, yang merupakan senior sekaligus 'kambing' alias kakak pembimbing angkatan Aulia, didakwa melakukan pemaksaan dan pemerasan terhadap juniornya di PPDS Anestesi Undip. Atas perbuatannya, Zara didakwa melanggar Pasal 368 ayat (1) KUHP tentang Pemerasan dan Pasal 335 ayat (1) KUHP tentang Pemaksaan dengan Kekerasan.

Halaman 2 dari 2
(apu/rih)


Hide Ads