Saksi Mahasiswa PPDS Anestesi Undip Ungkap Padatnya Jam Kerja hingga Ganti Hari

Saksi Mahasiswa PPDS Anestesi Undip Ungkap Padatnya Jam Kerja hingga Ganti Hari

Arina Zulfa Ul Haq - detikJateng
Rabu, 11 Jun 2025 17:40 WIB
Suasana sidang pemeriksaan saksi kasus perundungan PPDS Undip, di Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Kecamatan Semarang Barat, Rabu (11/6/2025).
Suasana sidang pemeriksaan saksi kasus perundungan PPDS Undip, di Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Kecamatan Semarang Barat, Rabu (11/6/2025). Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng
Semarang -

Sidang pemeriksaan saksi kasus dugaan perundungan dan pemerasan di Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro masih bergulir. Saksi mahasiswa PPDS Anestesi Undip angkatan 74, Zsa Zsa Maharani, dihadirkan.

Dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim, Djohan Arifin, di Ruang Kusuma Atmadja, Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Kecamatan Semarang Barat, Zsa Zsa sempat menyampaikan kesaksiannya saat menjalani praktik di RSUP Dr Kariadi, khususnya saat bertugas di ruang operasi.

Zsa Zsa mengaku merasa berat dengan jam kerja yang diterapkan selama dirinya menjadi PPDS Anestesi Undip di RSUP Dr Kariadi. Ia mengatakan, dirinya dan residen sering kali melewati batas waktu, bahkan sampai berganti hari.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jam operasinya sering kali melewati batas, bisa sampai ganti hari. Tidak bisa menolak karena dari RSUP Dr Kariadi sudah menentukan jadwal seperti itu," kata Zsa Zsa di PN Semarang, Rabu (11/6/2025).

Ia mengatakan, memang tak setiap hari para residen harus pulang hingga dini hari. Hal itu tergantung pada stase yang dijalani masing-masing residen. Namun, para residen tak bisa memilih jadwal jaga mereka.

ADVERTISEMENT

"Di Kariadi stase yang mengharuskan pulang pagi memang banyak," ungkap Zsa Zsa.

Zsa Zsa juga mengaku pernah menyediakan makan prolong layaknya mendiang dokter Aulia Risma. Namun, akibat padatnya aktivitas, ia beberapa kali meminta bantuan orang lain untuk membelikan makan.

"(Meminta bantuan orang lain?) Iya, untuk makan prolong. Karena saya sudah merasa terlalu capek, saya berpikir untuk menghemat tenaga, sehingga saya membayar orang untuk membantu kita beli makan," tuturnya.

Ia membenarkan bahwa kelelahan itu berdampak secara fisik maupun mental.

"Saya capek fisik, mental, berulang seperti itu. Tapi kadang saya melihat kakak saya sudah lulus, saya berusaha untuk bertahan," ucapnya.

Meski menghadapi beban kerja berat, Zsa Zsa mengatakan tidak pernah menerima insentif dari RSUP dr Kariadi. Mengenai makan prolong atau makanan tambahan untuk yang berjaga hingga larut malam, ia menyebut memang ada, tapi jumlahnya terbatas.

"Saya pernah dapat makan prolong dari Kariadi, tapi tidak semua dari RSUP Dr Kariadi. Mungkin dari jumlah (tidak cukup) karena selesai operasinya beda-beda," terangnya.

Ia juga memastikan, angkatan mendiang dr Aulia juga mendapatkan makan prolong pada semester awal. Setelah naik semester, tidak ada lagi kewajiban untuk membagi makan prolong.

"(Tanggung jawab menyediakan makan prolong) Cuma semester 1, saat sudah tidak semester 1 sudah tidak bertanggung jawab atas makan prolong," ungkapnya.

Begitu pula terkait iuran angkatan, Zsa Zsa menyebut hal itu juga hanya berlaku saat semester 1.

"Iuran angkatan itu hanya ada di semester 1," jelasnya.

Sebelumnya diberitakan, sidang perdana kasus PPDS Undip telah dilaksanakan Senin (26/5/2025). Terdakwa Taufik Eko Nugroho dan Sri Maryani yang memungut BOP sebesar Rp 80 juta per mahasiswa didakwa melanggar Pasal 368 ayat (1) KUHP tentang Pemerasan dan Pasal 378 KUHP tentang penipuan.

Sementara Terdakwa Zara, yang merupakan senior sekaligus 'kambing' alias kakak pembimbing angkatan Aulia, didakwa melakukan pemaksaan dan pemerasan terhadap juniornya di PPDS Anestesi Undip. Atas perbuatannya, Zara didakwa melanggar Pasal 368 ayat (1) KUHP tentang Pemerasan dan Pasal 335 ayat (1) KUHP tentang Pemaksaan dengan Kekerasan.




(apu/apl)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads