Seorang wanita pegawai bank di Purbalingga menghabiskan uang Rp 11,2 miliar untuk trading kripto. Persoalannya, yang digunakan untuk trading adalah duit nasabah.
Perbuatan wanita bernama DP (33) itu membuat negara mengalami kerugian Rp 11,2 miliar. Sebab, bank tempat dia bekerja merupakan sebuah bank milik negara.
"DP melakukan penyalahgunaan dana simpanan nasabah pada 2023," kata Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah, Ponco Hartanto, Senin (22/7/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Prediksi Perang Bintang Warnai Pilgub Jateng |
Menurut Ponco, DP merupakan pegawai yang bertugas di bagian administrasi dana dan jasa sekaligus marketing. Posisinya sebagai marketing membuat DP biasa berinteraksi dengan nasabah.
Dalam kasus yang menjeratnya itu, DP mengakali nasabahnya dengan menawarkan program yang ternyata fiktif. Dia merayu konsumen membuat simpanan dengan iming-iming keuntungan imbalan cash back berkisar antara 1 persen sampai 2 persen selama 10 sampai 15 hari.
Setelah nasabah terbujuk, ternyata uang simpanannya itu justru digunakan untuk kepentingan pribadi.
"Dia membujuk konsumen buka simpanan fiktif. Kemudian digunakan kepentingan pribadi," ujar Ponco.
DP melakukan manipulasi sehingga bisa menarik dana nasabah yang tidak sesuai dengan standar baku operasi. Tentu saja, hal itu dilakukannya tanpa seizin nasabah sebagai pemilik dana.
Adapun uang itu kemudian digunakan untuk trading kripto. Sayang, dia mengalami kerugian dalam trading itu sehingga simpanan nasabah menjadi ludes.
"Dipakai untuk kripto. Ternyata kriptonya kalah, tidak bisa dikembalikan," tegas Ponco.
"Akibat penyalahgunaan dana nasabah yang dilakukan tersangka atas nama DP pada salah satu bank BUMN di tahun 2023 itu, negara mengalami kerugian kurang lebih Rp.11.268.450.414," imbuhnya.
DP dijerat Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999.
(alg/ahr)