Saat malam 1 Suro tiba, tak sedikit orang yang mempercayai sejumlah mitos dan larangan khususnya bagi masyarakat Jawa. Salah satunya terkait dengan anggapan yang menyebut malam 1 Suro tidak boleh tidur cepat. Lantas, mengapa malam 1 suro tidak boleh tidur cepat?
Seperti namanya, secara umum malam 1 Suro dapat dimaknai sebagai malam dimulainya 1 Suro. Istilah Suro sendiri merujuk pada sebuah bulan yang ada dalam kalender Jawa. Oleh sebab itulah, kemunculan malam 1 Suro tidak terlepas kaitannya dengan kepercayaan yang masih dipegang oleh sebagian masyarakat Jawa secara turun-temurun.
Tidak terkecuali seputar adanya berbagai larangan atau pantangan malam 1 Suro. Ada anggapan yang menyebut malam 1 Suro tidak boleh tidur cepat. Sebaliknya terdapat beberapa tradisi atau kegiatan yang bisa dilakukan pada saat waktu tersebut berlangsung.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nah, bagi detikers yang turut dibuat penasaran dengan alasan di balik malam 1 Suro tidak boleh tidur cepat, artikel ini akan mengungkap penjelasannya. Simak baik-baik informasi menariknya berikut ini, ya.
Apa Itu Malam 1 Suro?
Sebelumnya, mari mengenal terlebih dahulu terkait dengan istilah malam 1 Suro yang tidak terlepas dari tradisi yang mengakar di sebagian masyarakat Jawa hingga saat ini. Diungkap dalam 'Majalah Adiluhung Edisi 24: Wayang, Keris, Batik, Dan Kuliner Tradisional', 1 Suro biasanya jatuh bertepatan dengan 1 Muharram. Adapun 1 Muharram adalah momentum tahun baru dalam kalender Hijriah atau Islam.
Tanggal 1 Suro dalam kalender Jawa sendiri biasanya berlangsung di malam hari setelah Maghrib pada hari sebelum tanggal satu. Hal ini dikarenakan pergantian waktu berdasarkan kalender Jawa dimulai pada waktu Maghrib sebelum tanggal tertentu tiba. Termasuk tanggal 1 Suro yang diperingati tepat di waktu Maghrib hari sebelumnya.
Bagi sebagian masyarakat malam 1 Suro merupakan sebuah waktu yang dianggap memiliki makna yang khusus. Ini tak terlepas dari kepercayaan yang dipegang oleh sebagian masyarakat mengenai malam 1 Suro yang memberikan keistimewaan tersendiri.
Tak hanya sebagai waktu yang memiliki makna khusus, malam 1 Suro juga ternyata dianggap sebagai waktu yang cukup sakral bagi tidak sedikit orang. Menurut buku 'Misteri Bulan Suro: Perspektif Islam Jawa' karya Muhammad Sholikhin, istilah Suro yang menandai awal bulan dalam kalender Jawa diambil dari salah satu kata dalam bahasa Arab, yaitu asyura.
Makna kata asyura dapat diartikan sebagai sepuluh. Ini dikarenakan pada tanggal 10 Muharram, bagi kaum muslim merupakan tanggal yang menyimpan makna penting. Istilah asyura bagi lidah masyarakat Jawa lebih dikenal dalam sebutan Suro yang menandai bulan pertama dalam kalender Jawa.
Kemudian Suro juga dianggap menyimpan makna penting kaitannya dengan 10 hari pertama di bulan Muharram. Sebagian masyarakat yang berpegang pada kepercayaan tertentu menganggap Suro sebagai bulan yang sakral, sehingga muncul larangan hingga pantangan yang perlu dihindari sepanjang waktu tersebut.
Mitos Malam 1 Suro Tidak Boleh Tidur Cepat
Salah satu mitos berkaitan dengan larangan malam 1 Suro yang cukup populer di kalangan masyarakat adalah tidak boleh tidur cepat. Ada alasan tertentu yang membuat sebagian masyarakat berpegang pada kepercayaan di malam 1 Suro sebaiknya tidak tidur terlalu cepat.
Diungkap dalam buku 'Membumikan Al-Qur'an di Tanah Melayu (Living Qur'an)' karya Aghna Rosi Saputri, dkk., sebagian masyarakat biasanya menunjukkan antusiasnya dalam menyambut datangnya bulan Suro yang sekaligus menandai berlangsungnya bulan Muharram dalam kalender Hijriah atau Islam.
Tidak sedikit masyarakat yang akan melakukan berbagai kegiatan positif selama menyambut datangnya bulan Suro yang bertepatan dengan malam 1 Suro. Satu di antaranya adalah rutinitas sebagian masyarakat yang biasanya tidak tidur di malam 1 Suro.
Alih-alih digunakan untuk melakukan kegiatan yang tidak begitu penting, malam 1 Suro biasanya diisi oleh sebagian masyarakat untuk berkumpul di masjid. Tradisi ini dilakukan dengan mengadakan berbagai kajian, tahlil, hingga dzikir yang dilakukan secara bersama-sama.
Hal tersebut dilakukan sebagai wujud berserah diri kepada Sang Pencipta. Bukan hanya itu saja, tahlil dan dzikir yang dilantunkan juga turut mendoakan para leluhur yang telah tiada. Inilah yang membuat sebagian masyarakat memilih untuk tidak tidur dalam menyambut datangnya malam 1 Suro karena ingin mengisinya dengan berbagai amalan.
Tidak hanya itu saja, ada juga alasan lain yang membuat sebagian orang memilih tidak tidur di waktu malam 1 Suro. Menurut penelitian 'Tradisi Upacara Satu Suro dalam Perspektif Islam (Study di Desa Keroy Kecamatan Sukabumi Bandar Lampung)' oleh Isdiana, tidak tidur semalaman atau semalam suntuk di malam 1 Suro dikenal juga dengan istilah 'lek-lekan'. Istilah tersebut diambil dari bahasa Jawa yang apabila diartikan dalam bahasa Indonesia bermakna begadang dalam kurun waktu tertentu di malam hari.
Sebagian masyarakat Jawa biasanya melakukan tradisi lek-lekan sepanjang malam 1 Suro sebagai cara untuk menyambut datangnya waktu yang begitu istimewa, yaitu bulan Suro. Ini dikarenakan bulan Suro dianggap sebagai bulan yang tepat bagi setiap orang untuk melakukan introspeksi diri dan lebih mendekatkan dirinya kepada Yang Maha Kuasa.
Salah satu upaya introspeksi yang dilakukan adalah dengan menjalankan sebuah laku agar dapat merenungkan kembali setahun perjalanan hidup yang telah dilalui. Laku tersebut biasanya dilakukan dengan tidak tidur semalam.
Berbagai Larangan Malam 1 Suro
Selain memaknai malam 1 Suro dengan tidak tidur semalaman, ada juga beberapa larangan lainnya yang dipercayai sejumlah masyarakat. Dihimpun dari buku 'Sosiologi Hukum Indonesia' karya H Sri Jaya Lesmana, SH, MH dan penelitian 'Makna Komunikasi Ritual Masyarakat Jawa (Studi Kasus pada Tradisi Perayaan Malam Satu Suro di Keraton Yogyakarta, Keraton Surakarta, dan Pura Mangkunegaran Solo)' oleh Galuh Kusuma Hapsari dan 'Larangan Beserta Tradisi Malam 1 Suro di Surakarta' karya Riskha Nadia Ayuputri, berikut beberapa mitos malam 1 Suro yang berkaitan dengan larangan atau pantangan tertentu.
1. Menikah
Pantangan malam 1 Suro yang mungkin masih banyak dipercaya oleh sebagian masyarakat Jawa adalah menikah. Bulan Suro dianggap sebagai salah satu waktu yang sakral, sehingga tidak sedikit orang yang cukup menghindari untuk mengadakan hajatan pada saat tersebut. Termasuk menggelar pesta pernikahan.
Tidak hanya itu saja, ada juga kepercayaan yang berkaitan dengan larangan menikah di bulan Suro. Salah satunya terkait dengan keyakinan akan adanya kesialan bagi pengantin saat menggelar pernikahan di bulan Suro. Inilah yang membuat sebagian masyarakat Jawa cukup mempertimbangkan dalam menentukan tanggal pernikahan, khususnya di bulan Suro.
2. Keluar Rumah
Selanjutnya, ada pantangan lain yang bisa jadi masih dipercaya oleh sebagian masyarakat Jawa terkait malam 1 Suro atau bahkan bulan Suro. Pantangan tersebut berkaitan erat dengan keluar rumah. Ada sebagian yang meyakini keluar rumah saat malam Suro bisa mendatangkan hal-hal yang negatif atau bahkan kesialan bagi siapa saja yang melakukannya.
Namun demikian, terdapat juga tidak sedikit orang yang beranggapan tidak boleh keluar rumah saat malam 1 Suro demi kebaikan. Salah satunya sebagai pengingat agar seseorang sebaiknya mengerjakan berbagai amalan selama waktu tersebut berlangsung. Terutama bagi kaum muslim yang mana malam 1 Suro juga biasanya akan menandai dimulainya bulan Muharram sebagai Tahun Baru Islam.
3. Berkata Kasar
Kemudian terdapat pula pantangan malam 1 Suro berupa menghindari berkata kasar. Diyakini saat malam 1 Suro datang, seseorang harus menjaga tutur kata atau lisannya. Terutama dengan tidak mengeluarkan kata-kata yang kasar atau buruk.
Hal tersebut tidak terlepas dari kepercayaan yang menyebut malam 1 Suro sebagai waktu bagi para makhluk ghaib muncul. Mereka akan keluar untuk mencari manusia yang bertindak lalai. Inilah yang membuat adanya larangan berkata kasar di malam tersebut.
4. Berkonflik atau Bertengkar
Malam 1 Suro juga dipercaya oleh sebagian masyarakat sebagai waktu yang sebaiknya tidak diisi dengan konflik atau pertengkaran. Hal ini lantas menimbulkan adanya larangan untuk berkonflik atau bertengkar selama waktu tersebut berlangsung. Tidak hanya itu saja, bulan Suro dalam tradisi Jawa juga dianggap sebagai waktu yang penuh dengan makna spiritual.
Untuk itu, masyarakat diimbau agar tetap menjaga hubungan baik dengan orang-orang di sekitarnya. Sebaliknya, akan lebih baik apabila setiap orang untuk selalu melakukan refleksi diri, terutama dalam menyambut datangnya tahun yang baru.
5. Mengejar Duniawi
Terakhir, ada larangan yang berkaitan dengan perilaku mengejar duniawi secara berlebihan. Bulan Suro justru dianggap sebagai waktu yang tepat bagi seseorang dalam mengejar berbagai kebaikan. Terutama mengisinya dengan berbagai amalan baik.
Hal ini juga telah ditunjukkan dalam berbagai tradisi Suro yang biasanya menitikberatkan pada perilaku refleksi diri, introspeksi diri, atau bahkan hal-hal baik lainnya. Oleh karena itu, dibandingkan mengejar duniawi terlalu berlebihan, ada baiknya seseorang untuk memaknai waktu tersebut dengan cara mengisi kegiatan yang lebih positif.
Itulah tadi pembahasan tentang mitos malam 1 Suro tidak boleh tidur cepat lengkap dengan berbagai larangan yang masih dipercaya oleh sebagian masyarakat. Semoga informasi ini dapat menjawab rasa penasaran detikers, ya.
(par/dil)