Tirakatan Malam 1 Suro: Ini Prosesi dan Contoh Susunan Acaranya

Tirakatan Malam 1 Suro: Ini Prosesi dan Contoh Susunan Acaranya

Ulvia Nur Azizah - detikJateng
Kamis, 26 Jun 2025 10:11 WIB
Sesepuh desa menata sesaji saat melakukan Tradisi Malam 1 Suro di lereng Gunung Merapi, Selo, Boyolali, Jawa Tengah, Rabu (19/8/2020). Meskipun diadakan dalam suasana sederhana, warga setempat tetap menjalankan tradisi malam 1 Suro atau 1 Muharram 1442 H sebagai rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas perlindungan selama hidup di lereng Gunung Merapi. ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho/foc.
Ilustrasi tradisi malam 1 Suro. (Foto: ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho)
Solo -

Tirakatan malam 1 Suro merupakan salah satu tradisi penting dalam masyarakat yang masih memegang nilai-nilai spiritual dan budaya Jawa. Kegiatan ini umumnya dilakukan untuk menyambut datangnya bulan Suro atau 1 Muharram dalam penanggalan Hijriah.

Tirakatan menjadi momen untuk memperdalam makna spiritualitas, mempererat hubungan sosial, serta mengingat kembali nilai-nilai luhur agar senantiasa mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. Menurut buku Ensiklopedia Kebudayaan Wonosobo oleh M Yusuf Amin Nugroho dkk, tirakatan malam 1 Suro umumnya dilakukan oleh penganut Islam Kejawen secara berkelompok maupun individu.

Lantas, bagaimanakah prosesi tirakatan pada malam 1 Suro? Mari simak penjelasan berikut ini untuk mempelajarinya lebih dalam!

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Prosesi Tirakatan Malam 1 Suro

Tirakatan malam 1 Suro bukan sekadar ritual tahunan, tetapi juga menjadi bentuk penghayatan spiritual sekaligus pelestarian budaya yang masih dijalankan oleh sebagian masyarakat Jawa. Dalam praktiknya, tirakatan memiliki rangkaian prosesi yang sarat makna, serta disertai dengan berbagai simbol dan tata cara yang diwariskan secara turun-temurun. Untuk memahami keseluruhan tradisi ini, mari simak bagaimana prosesi tirakatan malam 1 Suro dijalankan.

1. Berkumpul dan Mempersiapkan Perlengkapan Ritual

Kembali dikutip dari Ensiklopedia Kebudayaan Wonosobo oleh M Yusuf Amin Nugroho dkk, kegiatan tirakatan umumnya dilakukan dengan berkumpul di suatu tempat tertentu yang dianggap sakral atau cukup menampung partisipan. Lokasi pelaksanaan bisa di rumah warga, balai masyarakat, atau tempat lainnya yang disepakati bersama.

ADVERTISEMENT

Dalam pelaksanaannya, tirakatan selalu dilengkapi dengan berbagai ubarampe atau perlengkapan ritual yang mengandung pesan filosofis. Beberapa di antaranya adalah tumpeng, ingkung ayam, bunga-bungaan, jajanan pasar, serta minuman.

Setiap elemen ini bukan sekadar sajian, melainkan simbol doa dan harapan. Salah satu yang khas adalah bubur anyep, yaitu bubur hambar yang tidak dibumbui. Sajian ini mengandung filosofi bahwa manusia sepatutnya menjalani hidup dengan rendah hati, tidak berlebih-lebihan, serta mampu mengendalikan hawa nafsu.

2. Doa dan Lelaku Spiritual

Tepat pada tengah malam, prosesi dilanjutkan dengan pembacaan doa dan mantra. Dalam beberapa tirakatan, kegiatan ini disertai dengan pembakaran kemenyan. Asap kemenyan dipercaya sebagai simbol penyucian batin dan penyambung doa ke alam spiritual. Doa-doa yang dilafalkan tidak hanya memohon perlindungan, tapi juga sebagai bentuk tekad untuk menjadi pribadi yang eling lan waspada, yaitu selalu ingat kepada Tuhan dan waspada dalam menjalani hidup.

Menurut buku 150++ Tradisi Hari Raya di Dunia yang disusun oleh Redaksi Plus, masyarakat Jawa memanfaatkan malam 1 Suro sebagai waktu untuk lek-lekan atau tidak tidur semalam suntuk. Selain itu, terdapat kegiatan tuguran, yaitu perenungan diri yang dilakukan sambil berdoa. Kegiatan ini dimaknai sebagai upaya introspeksi dan pengendalian diri. Masyarakat percaya bahwa bulan Suro adalah saat yang tepat untuk lebih mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa melalui lelaku, seperti menjaga lisan, menyepi, atau menghindari hal-hal yang memicu nafsu duniawi.

3. Prosesi Sederhana sebagai Wujud Rasa Syukur

Sementara itu, laman resmi Kelurahan Semanu menyebutkan bahwa tirakatan malam 1 Suro juga dimaknai sebagai bagian dari peringatan tahun baru Hijriah. Tirakatan umumnya diawali dengan lek-lekan atau cegah wungon, yaitu berjaga semalam suntuk sebagai simbol kesiapan menyambut tahun baru dengan jiwa yang bersih.

Warga yang hadir biasanya mengenakan pakaian sederhana dan duduk melingkar, menciptakan suasana keakraban yang hangat. Alunan gending Jawa kerap menemani suasana malam yang hening, memperkuat nuansa kontemplatif dalam prosesi tersebut.

Acara dilanjutkan dengan doa bersama yang dipimpin oleh tokoh masyarakat, dan ditutup dengan kenduri atau makan bersama sebagai bentuk ungkapan rasa syukur atas nikmat kehidupan yang telah dijalani, sekaligus doa untuk keselamatan di masa yang akan datang.

Contoh Susunan Acara Tirakatan Malam 1 Suro

Susunan acara tirakatan malam 1 Suro bersifat fleksibel dan bisa disesuaikan dengan kebutuhan maupun kebiasaan masyarakat setempat. Berikut ini adalah salah satu contoh susunan acara tirakatan malam 1 Suro yang dapat dijadikan sebagai referensi.

  1. Pembukaan oleh pembawa acara
  2. Pembacaan doa pembuka
  3. Sambutan dari tokoh masyarakat atau perwakilan panitia
  4. Pembacaan tahlil atau doa bersama
  5. Renungan malam (tuguran) dan ajakan introspeksi diri
  6. Hiburan sederhana seperti karawitan atau gending Jawa
  7. Kenduri atau makan bersama
  8. Penutup dan doa bersama

Demikianlah tadi penjelasan mengenai tirakatan malam 1 Suro yang umum dilaksanakan oleh masyarakat Jawa. Semoga bermanfaat!




(sto/apl)


Hide Ads