Ratusan warga Desa Boja, Kecamatan Boja rela saling dorong demi berebut gunungan hasil bumi dalam kirab budaya Kirab Nyi Pandansari atau Nyi Dapu dan tradisi syawalan, Minggu (6/4/2024) sore.
Warga berharap hasil bumi yang didapatkan bisa membawa berkah bagi keluarga dan kehidupannya.
Sebelum jadi rebutan warga, enam gunungan diarak keliling desa sejauh lima kilometer dengan iring-iringan pasukan pengawal Nyi Pandansari atau Nyai Dapu. Gunungan hasil bumi berupa sayuran dan buah-buahan yang dikirab merupakan bentuk rasa syukur warga atas limpahan berkah dari sang pencipta.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pantauan detikjateng, meski suasana kirab hujan namum ratusan warga tetap antusias dan sudah menunggu kedatangan gunungan hasil bumi di depan kompleks makam Sedapu di kecamatan Boja sejak pukul 14.00 WIB.
Namun belum sampai di depan kompleks makam, warga sudah mulai merangsek dan berebut gunungan hasil bumi meski sudah dihalau panitia. Warga baik muda maupun tua saling dorong dan rela berdesakan untuk bisa mendapatkan hasil bumi yang diarak dalam tradisi syawalan dan Merti Desa Boja.
Warga hanya ingin mendapatkan berkah dari gunungan hasil bumi yang menggambarkan kemakmuran dan kesejahteraan.
"Tradisi syawalan dan merti desa ini dilakukan setiap tahun. Ada enam gunungan hasil bumi yang dikiran dan jadi rebutan warga," kata salah satu warga Boja, Endang kepada detikjateng.
Endang yang rela berebut gunungan mendapatkan sayuran. Rencananya sayuran yang didapatkannya akan dimasak dan dimakan bersama keluarganya karena merupakan berkah.
"Dapatnya sayuran, nanti mau dimasak dan dimakan sama keluarga. Ini berkah," ucapnya.
"Saya ke sini berombongan sama tetangga dan ini sudah nunggu sejak jam 14.00 WIB. Nunggunya di dekat area makam Nyai Dapu karena kirabmya lewat ke sini," imbuhnya.
"Ya harus seperti ini kalau tidak rebutan ya saya tidak dapat. Saya cuma dapat sayuran, tempe, dan buah pisang, ini bisa jadi barokah buat saya biar rejekinya lancar," kata salah satu warga Campurejo, Lasti kepada detikjateng.
Sementara itu, Kades Boja, Rofik Anwar, mengatakan kirab budaya Nyi Pandansari atau Nyai Dapu sebagai bentuk penghormatan kepada Nyi Pandansari yang merupakan tokoh penyebar agama Islam di wilayah Boja.
"Tradisi tahunan ini dilakukan saat syawal tentunya bentuk penghargaan dan penghormatan kepada Nyi Pandansari yang merupakan tokoh penyebar agama Islam di wilayah Boja," kata Rofik Anwar, Kades Boja kepada detikjateng.
Kades Boja menjelaskan makna dari kirab gunungan hasil bumi ini sebagai bentuk semangat warga untuk saling bergotong-royong dan sebagai bentuk ucapan syukur warga desa Boja kepada Tuhan yang Maha Kuasa.
"Gunungan hasil bumi ini yang dikirab jumlahnya enam sebagai bentuk semangat warga untuk saling bergotong-royong dan sebagai bentuk ucapan syukur warga desa Boja kepada Tuhan yang Maha Kuasa. Jadi diwujudkan dengan gunungan hasil bumi," jelasnya.
Rofik menambahkan kirab ini sebagai bentuk tradisi tahunan merti desa dan ganti luwur makam Nyi Pandansari.
"Ini sudah menjadi tradisi tahunan desa kami saat syawalan dan merti desa, jadi acaranya bersamaan. Sekaligus acara ganti luwur makam Nyi Pandansari," terangnya.
Sedangkan Bupati Kendal, Dyah Kartika Permansari, mengatakan acara merti desa, syawalan dan ganti luwur Nyi Pandansari untuk melestarikan budaya tidak hanya dilakukan ditingkat desa atau kecamatan saja tetapi juga hingga tingkat kabupaten.
"Saya berharap acara seperti ini tidak hanya dilakukan ditingkat desa atau kecamatan saja tetapi juga hingga tingkat kabupaten," kata Dyah kepada detikjateng.
Sejumlah tokoh agama dan masyarakat Boja sendiri usai mengikuti kirab dilanjutkan dengan mengganti luwur dan gelar tahlil di makam Nyi Dapu. Tradisi syawalan di Boja ini merupakan agenda tahunan dan menjadi wisata religi warga Kendal dan sekitarnya.
(apl/apl)