Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah X bersama Disbudporapar Pemkab Klaten turun tangan mengecek temuan batu berukir di sungai Desa Manjungan, Kecamatan Ngawen, Klaten. Dugaan sementara batu persegi panjang itu dari abad 8-9 Masehi.
"Itu batu sebuah bangunan entah itu candi atau patirtan (pemandian). Dari perkiraan abad 8-9 Masehi," ungkap Ketua Pokja Perlindungan dan Penyelamatan Cagar Budaya BPK Wilayah X, Deni Wachju Hidayat kepada detikJateng di lokasi, Rabu (20/8/2024) siang.
Dijelaskan Deni, BPK ke lokasi untuk menindaklanjuti laporan warga tentang temuan batu tersebut. Batu panjang 65 centimeter, lebar 16 sentimeter dan tinggi 30 sentimeter tersebut merupakan bagian terluar dari bangunan purbakala.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Yang jelas batu kulit suatu bangunan cagar budaya, entah itu candi atau patirtan masih perlu kajian. Ya itu menguatkan disini (Manjungan) ada bangunan," papar Deni.
Ke depannya, imbuh Deni, warga diharapkan menjaga batu peninggalan sejarah itu. Dari temuan tersebut bisa dibuat kajian lebih lanjut.
Analis Cagar Budaya dan Koleksi Museum Disbudporapar Pemkab Klaten Wiyan Ari Tanjung menyatakan pihaknya mengecek temuan tersebut setelah ada informasi masyarakat. Selanjutnya temuan itu akan didata untuk bahan kajian.
"Hasil peninjauan dan pendataan tadi akan saya laporkan kepada pimpinan dulu, nanti untuk langkah selanjutnya menunggu petunjuk pimpinan dan akan kita diskusikan terlebih dahulu," jelas Wiyan Ari Tanjung kepada detikJateng.
Diberitakan sebelumnya, sebuah batu andesit berukir ornamen berupa pilar ditemukan di sungai wilayah Desa Manjungan, Kecamatan Ngawen, Klaten. Batu itu ditemukan saat ekskavator mengeruk dasar sungai untuk revitalisasi.
"Ditemukan kemarin (Kamis) siang. Ya kena backhoe (ekskavator), kemudian diangkat dan dibersihkan," kata Kadus 2 Desa Manjungan, Sugihartono kepada detikJateng di lokasi, Jumat (16/8/2024).
Sugihartono mengatakan, setelah dibersihkan, ternyata pada batu itu terdapat ornamen pahatan yang terlihat seperti tiang. Menurut dia, batu semacam itu sebenarnya ada beberapa di dusun, namun tidak ada ornamennya.
"Batu-batu ada tapi biasa (polos), yoni juga ada. Nggak tahu cerita dulunya seperti apa, tapi nanti kita rawat," ujar Sugihartono.
(ahr/dil)