Kisah Sumur Kuno Diyakini Peninggalan PB VIII di Proyek Underpass Joglo

Kisah Sumur Kuno Diyakini Peninggalan PB VIII di Proyek Underpass Joglo

Arina Zulfa Ul Haq - detikJateng
Minggu, 21 Jan 2024 13:45 WIB
Sumur yang diyakini peninggalan Sri Susuhunan Paku Buwono VIII di lokasi proyek underpass Joglo, Kota Solo, Jumat (19/1/2024).
Sumur yang diyakini peninggalan Sri Susuhunan Paku Buwono VIII di lokasi proyek underpass Joglo, Kota Solo, Jumat (19/1/2024). Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng
Solo -

Ada satu sumur kuno yang masih utuh di antara reruntuhan bangunan di lokasi proyek Underpass Joglo, Kota Solo. Menurut warga setempat, sumur itu peninggalan Sri Susuhunan Paku Buwono (PB) VIII. Begini kisahnya.

Pantauan detikJateng di Jalan Sumpah Pemuda Solo, Jumat (19/1), sumur itu diselubungi kain hitam. Terdapat satu tiang kayu yang di atasnya terdapat plang bertulisan 'sumur peninggalan PB VIII'.

Salah satu warga yang merawatnya, Marno (57), mengatakan sumur itu sudah ada sejak dia pindah ke wilayah itu pada tahun 1988.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sumur yang diyakini peninggalan Sri Susuhunan Paku Buwono VIII di lokasi proyek underpass Joglo, Kota Solo, Jumat (19/1/2024).Sumur yang diyakini peninggalan Sri Susuhunan Paku Buwono VIII di lokasi proyek underpass Joglo, Kota Solo, Jumat (19/1/2024). Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng

Buat Mandikan Jenazah Tak Terawat

Menurut Marno, sebelum 2012, sumur yang diyakini berusia ratusan tahun itu jadi sumber air untuk kebutuhan warga sekitar. Airnya juga biasa untuk memandikan jenazah yang akan dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Bonoloyo. Sumur itu juga dianggap sakral.

"Di situ kan dulu tempat memandikan jenazah, jadi ada bangsal atau rumah. Ada jenazah yang dari luar yang tidak terawat kan disucikan dulu. Atau mungkin tabrakan di mana, terus disimpan di bangsal, tempat penantian sementara sebelum dimakamkan. Seperti untuk menyalatkan dan sebagaianya kan ada," kata Marno saat ditemui di rumahnya, Jumat (19/1/2024).

ADVERTISEMENT

"Tahun 1988 kan masuk sini saya, tempat itu paling ditakuti orang, sakral. Banyak hantu lah, istilahnya kan gitu," sambung dia.

Tulisan PB VIII di Palang Timba

Setelah melihat di sekitar jalan yang ramai itu belum ada tempat salat, Marno pun berencana mendirikan masjid pada tahun 2012. Sehingga di lokasi itu sempat diadakan pembongkaran untuk membangun masjid bernama Baitusy Syukur. Saat itulah diketahui bahwa sumur itu merupakan peninggalan Pakubuwana VIII, Raja Solo yang memerintah pada tahun 1858-1861.

"Itu dulu kan sumur lama terus saya buat untuk masjid, karena ada perintah ke saya. Terus di dalam kerekan (alat timba) di palangannya itu ada tulisan PB VIII," ujar Marno.

Dia mengenangkan, saat itu banyak warga mengurus sertifikat tanah di sepanjang Jalan Sumpah Pemuda. Tapi tidak ada warga yang berani membuat sertifikat tanah di lahan Selatan jalan yang terdapat sumur itu. Sebab itu Marno mendirikan masjid di situ.

Sumur yang diyakini peninggalan Sri Susuhunan Paku Buwono VIII di lokasi proyek underpass Joglo, Kota Solo, Jumat (19/1/2024).Sumur yang diyakini peninggalan Sri Susuhunan Paku Buwono VIII di lokasi proyek underpass Joglo, Kota Solo, Jumat (19/1/2024). Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng

"Makanya dari pihak proyek kemarin tak aturke (saya sampaikan) bahwa itu adalah sumur peninggalan PB VIII, karena barang buktinya ada," ucap Marno.

"Akhirnya dia (pihak proyek) siap menyelamatkan itu dan nanti airnya masih bisa kita gunakan, karena nanti dibuatkan terowongan (saluran air) di bawahnya," imbuh dia.

Menurut Marno, di lahan kosong selatan jalan di samping sumur itu, Masjid Baitusy Syukur akan dibangun kembali.

Marno yang memiliki warung di sekitar sumur itu mengatakan, tidak banyak masyarakat sekitar yang tahu kalau sumur itu peninggalan Paku Buwono VIII. Tapi sebagian masyarakat tahu kalau air sumur itu dipercaya mujarab.

"Waktu yang lain kering, sumur ini nggak kering, segitu terus airnya. Airnya bersih, lebih bersih ini dari air PDAM," ujar Marno.

Cerita Ekskavator Macet-Kaca Pecah

Marno mengaku pernah mendengar cerita dari seorang sopir ekskavator yang bertugas merobohkan bangunan di Jalan Sumpah Pemuda. Saat akan merobohkan Masjid Baitusy Syukur, konon alat pengeruk itu sempat macet. Bahkan kacanya pecah.

"Kalau saya, tatkala saya mengerjakan itu (untuk masjid), tak bongkar sumur itu nggak ada apa-apa. Karena niatan kita baik, nggak ada masalah. Cuma kemarin yang terkait pembongkaran (proyek underpas Joglo) itu katanya backhoe macet, terus kacanya pecah," kata Marno.

Meski demikian, bangunan masjid itu akhirnyadirobohkan. Sedangkan sumur peninggalan PB VIII itu dibiarkan tetap berdiri. Sumur itu kini ditutupi kain agar tidak terkena debu dan reruntuhan bangunan.

Tak ingin sumur itu tergusur Pembangunan, Marno lantas membubuhkan keterangan pada papan kayu di sumur itu yang menyebutkan bahwa sumur itu peninggalan Pakubuwana VIII.

"Saya ingin melestarikan sejarah, kita bisa sampai seperti ini karena sejarah. Pokoknya sudahlah bismillah, apapun saya pertanggungjawabkan, saya akan sekuat tenaga mempertahankan sejarah ini," pungkas dia.

Lebih Tua dari TPU Bonoloyo

Ketua RT 02 RW 11 setempat, Sumanto (54) mengamini cerita Marno. Dia bilang sumur kuno itu sudah lebih dulu ada sebelum TPU Bonoloyo yang disebut sebagai peninggalan Pakubuwana IX.

"Kalau mengacu pada bangunan yang gapura (TPU Bonoloyo) itu (dibangun) PB IX, tapi karena itu kemarin pas pembongkaran sumur untuk pembangunan masjid, itu ada di papan kayunya tertera PB VIII. Di sumurnya itu, pas tempat gantungan yang untuk menimba," kata Sumanto.

"Kalau ini (sumur) PB VIII, berarti (dibangun) sumurnya dulu, baru makam. Biasanya kalau membangun itu kan menyediakan air dulu, buat sumurnya dulu. Kemungkinan PB VIII itu surut, terus dilanjutkan ke PB IX," sambungnya.

Sumanto juga berharap agar sumur kuno itu tidak digusur. Dia ingin agar dibuat saluran di bawahnya agar air dari sumur itu tetap bisa dialirkan ke Masjid Baitusy Syukur yang akan dibangun lagi di belakangnya.

"Syukur-syukur dibuatkan tempatnya (oleh pihak proyek Underpass Joglo), biar kita nggak (mengeluarkan) biaya lagi. Caranya cuma ditutup tapi masih dialirkan, jadi sumbernya masih dipakai," ujar Sumanto.




(dil/ahr)


Hide Ads