Umbul Nogo Manyaran dan Legenda Pertempuran Naga Vs Gajah Pangeran Mataram

Umbul Nogo Manyaran dan Legenda Pertempuran Naga Vs Gajah Pangeran Mataram

Muhammad Aris Munandar - detikJateng
Minggu, 01 Okt 2023 14:13 WIB
Umbul Nogo Manyaran Wonogiri, Selasa (26/9/2023).
Umbul Nogo Manyaran Wonogiri, Selasa (26/9/2023). Foto: Muhammad Aris Munandar/detikJateng
Wonogiri -

Umbul Nogo merupakan salah satu sumber mata air yang terkenal di Wonogiri. Umbul yang berlokasi di Desa Karanglor, Kecamatan Manyaran, ini konon mempunyai sejarah dengan Kerajaan Mataram Kuno.

"Ini sejarah cerita rakyat yang diambil dari cerita Mbah Imo Sukarto, juru kunci di sini (Umbul Nogo). Saya dapat cerita dari beliau langsung. Sekarang sudah meninggal," kata sesepuh Desa Karanglor, Saryanto, kepada wartawan, Selasa (26/9/2023).

Ia menceritakan asal-usul Umbul Nogo berawal dari Kerajaan Mataram Kuno. Pada saat itu ada raja yang mempunyai anak bernama Raden Pekik. Namun kondisinya cacat mata atau tuna netra.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Raja kala itu konon merasa gelisah, karena orang yang akan menjadi penerus tahta kerajaan tidak bisa melihat. Namun, pada suatu waktu raja itu mendapat petunjuk dari Tuhan.

"Dapat wangsit (anaknya) bisa sembuh kalau cari pujangga bernama Sidik Wacono di Desa Dlepih, Kahyangan (Kecamatan Tirtomoyo Wonogiri). Saat itu juga apa yang diinginkan betul ditindaklanjuti (ke Kahyangan)," ungkap dia.

ADVERTISEMENT

Saat berangkat dari kerjaan, Raden Pekik dikawal dua abdi dalem bernama Eyang Jebres dan Eyang Merkak. Mereka bertiga berangkat naik gajah dan membawa payung. Raden Pekik juga dijuluki Pengeran Murco Lelono, karena pergi dari kerajaan untuk mencari kesembuhan atau obat.

"Sampai di Dlepih betul ada pujangga bernama Sidik Wacono. Beberapa saat benar mendapat pertolongan apa yang diinginkan jadi kenyataan, dan (Raden Pekik) bisa melihat alam yang indah. Wisik itu terbukti," jalas dia.

Saryanto menerangkan dengan rasa gembira dan senang hati Raden Pekik bergegas pulang. Namun Sidik Wacono mengarahkan agar dalam perjalanan pulang melewati arah utara. Dalam perjalanan itu Raden Pekik dan abdi dalem merasa letih dan capek.

Ketiganya kemudian beristirahat di Watu Payung Gunungan yang saat ini posisinya berada di selatan Umbul Nogo. Saat tertidur, tiba-tiba ada kilat cahaya yang memancar tanpa putus. Raden Pekik mengikuti cahaya itu sampai di ujung cahaya.

Di ujung cahaya itu ada sebuah kerajaan yang dihuni oleh seorang yang bernama Putri Serang atau Putri Kencono. Sang putri melambaikan tangannya dan Raden Pekik tertarik masuk kerajaan.

"Akhirnya bergegas pintu kerajaan ditutup, dipatok. Sekarang bentuk seperti batu, ada lawang gapit, di utara Umbul Nogo ini," jelas Saryanto.

Selengkapnya di halaman berikut.

Sementara itu, dua abdi dalem Raden Pekik berusaha mencari makanan ke permukiman. Namun tidak dapat karena daerah itu masih sepi. Namun, ada rumah kecil yang dihuni oleh Eyang Putri Makarang.

Di rumah itu, kedua abdi dalem tidak diberi makan, namun diberi kelapa muda untuk melepas dahaga. Saat minum kelapa mereka ingat jika payung yang dibawa masih di tempat awal menunggu Raden Pekik. Tak sempat dihabiskan, kelapa itu dibuang ke semak-semak.

Eyang Jebres dan Eyang Merkak heran karena Raden Pekik tidak keluar-keluar. Akhirnya gajah yang mereka tumpangi itu diniatkan untuk menyerang atau menghancurkan kerajaan milik Putri Kencono.

"Putri Kencono mempunyai ular naga. Akhirnya naga itu melawan gajah. Dalam pertempuran itu tidak ada yang kalah maupun yang menang. Akhirnya gajah dan ular semuanya hancur berkeping-keping," terangnya.

Kepala ular naga dan gajah jatuh ke sebuah tempat yang saat ini berada di bawah sumber air Umbul Nogo. Punggung gajah jatuh di Gunung Gajah Mungkur. Sedangkan gading gajah berada di Gunung Gading.

Kemudian pusar gajah di Umbul Mudal (gunung cilik). Sementara itu petit ular di kawasan Blangseng, Kecamatan Selogiri Wonogiri. Di sana ada sebuah sumur.

"Melihat situasi seperti itu Eyang Jebres dan Eyang Merkak bengong. Raja (Raden Pekik) tidak keluar (dan) ini ada kejadian perang naga dan gajah," katanya.

Saat itu, dua abdi dalem ingat jika keduanya diberi kelapa muda oleh Eyang Putri Makarang. Keduanya mencari kelapa muda itu dengan tongkat.

Saat dicari di semak-semak, kelapa muda itu tertancap tongkat. Kemudian kelapa itu mengeluarkan air yang deras dan dahsyat. Bahkan airnya sampai menggenangi kampung Eyang Makarang.

Dua abdi dalem itu dapat petunjuk jika air itu bisa menjadi sumber kehidupan. Namun ada tiga syarat yang harus dipenuhi. Pertama, kambing kendit warna hitam dengan kendit putih di badannya.

Kedua, dandang tembaga. Ketiga, ijuk duk. Ketiga syarat itu dimasukkan ke sumber air, dan hal itu dibuktikan hingga sekarang sumber air masih terjaga. Lokasi ditemukannya kembali kelapa muda itu kini menjadi sumber air utama di Umbul Nogo.

"Kalau mulai ditemukan sejak kapan kurang tahu tepatnya. Sejak saya kecil dan jauh sejak juru kunci (Imo Sukarto), umbul sudah ada. Ya sejak Mataram itu ada kapan, ya itu," kata Saryanto.

Halaman 2 dari 2
(ams/aku)


Hide Ads