Pantangan Tanam Cabai di Tanah Bengkok Kades Sumberejo Wonogiri, Ini Mitosnya

Pantangan Tanam Cabai di Tanah Bengkok Kades Sumberejo Wonogiri, Ini Mitosnya

Muhammad Aris Munandar - detikJateng
Sabtu, 12 Nov 2022 16:29 WIB
Tanah bengkok yang dikelola Kades Sumberejo di Dusun Rowo, Sumberejo, Kecamatan Batuwarno, Wonogiri, Jumat (11/11/2022).
Tanah bengkok yang dikelola Kades Sumberejo di Dusun Rowo, Sumberejo, Kecamatan Batuwarno, Wonogiri, Jumat (11/11/2022). Foto: Muhammad Aris Munandar/detikJateng
Wonogiri -

Ada mitos unik di Desa Sumberejo, Kecamatan Batuwarno, Kabupaten Wonogiri. Yakni, pantangan atau larangan menanam pohon cabai di tanah bengkok yang dikelola kepala desa. Berikut kisahnya.

"Dari zaman nenek moyang dulu memang di daerah itu (tanah bengkok) tidak boleh ditanami cabai. Katanya setannya bisa ngamuk," kata Kades Sumberejo, Tri Haryanto, kepada detikJateng, Jumat (11/11/2022).

Tri menceritakan, larangan menanam cabai itu berawal dari legenda atau cerita rakyat tentang kedatangan Sang Bima, sosok berbadan tinggi besar ke wilayah Sumberejo. Saat itu belum ada nama Sumberejo. Nama Sang Bima itu dipercaya berkaitan dengan dunia pewayangan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kedatangan Bima saat itu atas perintah guru atau eyangnya. Bima diperintahkan turun dari gunung untuk memberikan bantuan kepada siapa saja yang membutuhkan pertolongan. Dalam perjalanan, Bima tiba di wilayah yang tak punya sumber air.

Melihat kondisi itu, kata Tri, Bima merasa trenyuh. Kemudian Bima bertekad membuat rawa agar airnya kelak bisa mencukupi kebutuhan masyarakat. Kini rawa tersebut bernama Telaga Rowo. Lokasinya di Dusun Rowo, Desa Sumberejo, tepatnya di samping Jalan Raya Batuwarno-Karangtengah.

ADVERTISEMENT

Berdasarkan cerita turun-temurun, Tri mengatakan Sang Bima itu berbadan tinggi dan besar. Saat mengeruk tanah untuk membuat rawa, kaki kirinya ada timur, saat ini masuk wilayah Dusun Rembun. Sedangkan kaki kanannya berada di barat, saat ini masuk wilayah Rowo Tingkas.

Sementara itu, kemaluan Sang Bima berada di atas Ndek Ombo. Saat itu Ndek Ombo merupakan area persawahan. Kini area itu menjadi tanah kas desa atau bengkok yang dikelola Kades Sumberejo.

"Nah sampai sekarang tidak ada yang berani menanam cabai di area itu (tanah bengkok). Karena diyakini kemaluan Bima masih di situ. Sehingga kalau ditanami cabai kemaluannya bisa pedas atau panas. Saya sendiri yang mengolah (tanah bengkok itu) juga tidak berani tanam cabai, ini ditanami jagung," ujar Tri.

Tanah bengkok di sebelah utara Telaga Rowo itu luasnya sekitar satu hektare.

Berdasarkan cerita dari para leluhur, sebelum membuat rawa, Sang Bima meminta kepada Sang Gusti (Tuhan) dengan harapan bisa membuat rawa dan selesai dalam waktu satu malam. Bima kemudian mengeruk tanah. Kerukan tanah itu disisihkan ke barat hingga menjadi bukit Gunung Krantil.

Kisah Bima selanjutnya ada di halaman berikutnya...

"Di kaki dan kukunya Bima masih menempel tanah. Kemudian oleh bima dikipatkan (dicipratkan) ke timur dan selatan hingga akhirnya juga menjadi bukit," cerita Tri.

Senang karena sudah ada air yang keluar dari tanah, Bima pun semakin bersemangat mengeruk tanah agar sumber air itu semakin lebar dan dalam.

Tak lama kemudian, Bima mendengar suara orang menumbuk padi di lesung. Kaget karena suara itu pertanda hari sudah pagi, Bima kemudian menyudahi pembuatan rawanya. Namun ia sudah merasa puas. Sebab, sudah ada sumber air yang keluar dan bisa memakmurkan masyarakat.

"Sambil melihat ke sumber mata air, Bima mengatakan jika meski pekerjaan dirinya belum selesai, namun sumber air itu sudah membentuk rawa. Sebagai pertanda di masa yang akan datang, Bima memberi nama tempat itu Sumber Rejo. Setelah berkata itu, Bima langsung naik ke atas menjadi bintang Bima Sakti," pungkas Tri Haryanto.

Halaman 2 dari 2
(dil/rih)


Hide Ads