Malam 1 Suro di Keraton Jogja, Topo Bisu hingga Wilujengan Hageng

Malam 1 Suro di Keraton Jogja, Topo Bisu hingga Wilujengan Hageng

Tim detikJateng - detikJateng
Jumat, 29 Jul 2022 01:00 WIB
Ribuan warga mengikuti ritual mubeng beteng keraton memperingati 1 Sura 1953 berdasarkan kalender Jawa, (1/9/2019).
Ribuan warga mengikuti ritual mubeng beteng keraton memperingati 1 Sura 1953 berdasarkan kalender Jawa, (1/9/2019). Foto: Bagus Kurniawan/detikcom
Jogja -

Tak hanya berlaku di Keraton Solo, malam 1 Suro juga merupakan momen istimewa bagi Keraton Jogja dan masyarakat Islam Jawa di sekitarnya. Namun, tata cara perayaan malam tahun baru kalender Islam dan Jawa di Jogja agak berbeda dengan yang di Solo. Berikut penjelasannya.

Dikutip dari buku Perayaan 1 Suro di Pulau Jawa (MKS, 2010) karya Julie Indah Rini, ada sejumlah tradisi di Jogja dalam menyambut Muharam atau Suro, bulan pertama dalam kalender Islam dan Jawa. Di antaranya tradisi Topo Bisu, Upacara Mubeng Beteng, Upacara Wilujengan Hageng, dan Mandi 7 Sumur.

1. Topo Bisu Malam 1 Suro

Menurut Julie Indah Rini (2010:54), Topo Bisu adalah ritual yang dilakukan masyarakat Jogja untuk menyambut 1 Suro. Seusai namanya, jika diartikan dalam Bahasa Indonesia, Topo Bisu ialah bertapa dengan cara tidak mengeluarkan suara atau berbicara selama mengikuti upacara Mubeng Beteng.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

2. Upacara Mubeng Beteng

Upacara Mubeng Beteng adalah tradisi yang dilakukan di Keraton Jogja pada malam 1 Suro. Sesuai namanya, upacara ini dilakukan dengan cara berjalan kaki mengitari Benteng Keraton Jogja dan Benteng Puro Pakualaman.

Mubeng Beteng ini layaknya kirab di Keraton Solo. Barisan terdepannya adalah para abdi dalem yang mengenakan pakaian adat Jawa Peranakan warna biru tua tanpa membawa keris dan tidak mengenakan alas kaki.

ADVERTISEMENT

Panji dalam Mubeng Beteng

Di sepanjang jalan, para abdi dalem itu membawa bendera Merah Putih, delapan panji, dan umbul-umbul Keraton Jogja. Berikut delapan panji yang dibawa para abdi dalem sesuai daerah asalnya masing-masing:

  • Panji Bangun Tolak dari Kota Jogja
  • Panji Pare Anom dari Kulon Progo
  • Panji Podang Nginep Sari dari Gunungkidul
  • Panji Pandan Binetot dari Bantul
  • Panji Mega Ngampak dari Sleman
  • Panji Gula Klapa dari Keraton Jogja.

Di belakang rombongan abdi dalem adalah rombongan masyarakat umum, dari orang tua hingga remaja. Biasanya wisatawan domestik hingga mancanegara juga turut dalam upacara Mubeng Beteng.

Rute Mubeng Beteng, Wilujengan Hageng, dan Mandi 7 Sumur silakan baca di halaman selanjutnya...

Rute Mubeng Beteng

Upacara Mubeng Beteng dilepas oleh petinggi Keraton Jogja dari Bangsal Ponconiti, Keben, Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, tepat pukul 00.00 WIB. Perjalanan Mubeng Beteng ini menempuh jarak sekitar 6 kilometer.

Rute upacara Mubeng Beteng ini melewati Jalan Rotowijayan, Kauman, Agus Salim, Wahid Hasyim, lalu ke pojok Beteng Barat, Jalan MT Haryono, Pojok Beteng Timur, Jalan Brigjen Katamso, Jalan Ibu Ruswo, dan berakhir di Alun-alun Utara.

Menurut Julie Indah Rini dalam bukunya, Mubeng Beteng bukanlah upacara resmi dari Keraton Jogja. Tradisi ini awal mulanya diprakarsai para abdi dalem dan punggawa yang mengabdi di keraton sejak zaman Mataram Kuna. Tujuan ritual ini untuk mengusir wabah dan bencana.

3. Upacara Wilujengan Hageng

Upacara Wilujeng Hageng merupakan upacara pemancangan Pathok Pertama Perayaan Pasar Malam Sekaten Tahun Dal di Alun-alun Utara. Upacara yang menandakan dimulainya sekaten ini ini dilakukan setelah peringatan malam 1 Suro.

Upacara ini dilaksanakan dengan cara kirab. Pathok atau tiang dari kayu jati berdiameter 10 senti dan panjang 75 senti berujung lancip warna merah itu diarak dari kantor Kecamatan Kraton ke Alun-alun Utara sambil diiringi lantunan selawat Jawa.

Urutan kirabnya yang terdepan adalah Cucuk Lampah (komandan rombongan), enam paraga putri, kelompok Sholawat Jawa Purbo Makutho, lima abdi dalem pamethakan, empat orang pembawa ancak berisi tumpeng dan jajanan pasar, dan empat orang pembawa ancak berisi pathok dan palu.

Usai pemasangan pathok, warga yang hadir biasanya berebut mengambil aneka buah, padi, bahkan janur dan bunga yang ada di lokasi. Selain itu juga ada tumpeng nasi dan lauk-pauk.

4. Mandi Tujuh Sumur

Selain di lingkungan Keraton Jogja, malam 1 Suro juga dirayakan oleh sebagian masyarakat Islam Jawa di Jogja. Mulai dari menyelenggarakan wayang kulit semalam suntuk hingga tradisi mandi tujuh sumur.

Pada malam 1 Suro, sejumlah mata air, sendang, dan sungai biasanya dikunjungi masyarakat untuk mandi atau bersuci di tengah malam. Menurut Julie Indah Rini, salah satu tempat favorit untuk mandi ini ialah tempuran atau pertemuan dua sungai menjadi satu.

Halaman 2 dari 2
(dil/rih)


Hide Ads