Dibangun Amangkurat II pada 1680, tembok eks Keraton Kartasura masih kokoh berdiri. Kini, genap 276 tahun setelah ditinggalkan Pakubuwana II ke Keraton Surakarta, sebagian tembok tebal itu akhirnya runtuh juga. Bukan lantaran konflik perebutan kekuasaan, tapi gegara lahannya telah dibeli pengusaha yang hendak membuka tempat usaha dan kos-kosan.
Disadur dari buku Sejarah Indonesia Modern 1200-2004 (2007) karya M.C. Ricklefs, berikut ini sejarah singkat tentang berdirinya Keraton Kartasura.
1. Awal Dinasti Mataram
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada pertengahan abad ke-16, muncul dua kekuatan baru di daerah subur di pedalaman Jawa Tengah, yaitu Pajang dan Mataram. Mataram kemudian menghasilkan dinasti Jawa modern yang kuat dan lama.
Menurut babad-babad Jawa (hlm. 97), penguasa pertama Mataram adalah Kyai Gedhe Pamanahan atau Ki Ageng Mataram. Dia menempati Mataram sekitar 1570-an lalu dan meninggal sekitar 1584. Dalam kronik-kronik Mataram, Pamanahan disebut keturunan raja terakhir Majapahit.
2. Perluasan Mataram
Dalam kronik-kronik Jawa (hlm.98), Putra Pamanahan yaitu Panembahan Senapati Ingalaga diceritakan sebagai pemrakarsa perluasan Kerajaan Mataram. Saat orang-orang Belanda pertama tiba di Jawa pada akhir abad 16, Mataram sudah menjadi kerajaan kuat dan sedang mengembangkan kekuasaannya.
3. Mengalahkan Pajang
Menurut cerita-cerita dalam kronik, Senapati dapat mengalahkan Pajang sekitar 1587-1588. Selanjutnya, Senapati menaklukkan sejumlah daerah di utara atau wilayah pantai hingga ke Jawa Timur.
Senapati meninggal pada 1601 dan dimakamkan di istananya Kota Gede (hlm. 100). Saat itu, Mataram sudah menjadi kerajaan besar di Jawa Tengah. Kekuasaan Senapati dilanjutkan putranya, Panembahan Hanyokrowati atau juga terkenal dengan sebutan Panembahan Seda ing Krapyak.
4. Pertama Kontak VOC
Lawan Mataram paling kuat saat itu adalah Surabaya. Di bawah pimpinan Hanyokrowati (hlm.101), Mataram mulai berhubungan dengan VOC pada 1613. Hanyokrowati meninggal pada 1613 dan digantikan putranya, Sultan Agung, raja terbesar Mataram.
5. Menyerang Surabaya
Sultan Agung meneruskan perluasan Mataram hingga menguasai Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sekitar 1614-1622, Sultan Agung membangun kompleks keraton baru di Karta (sekitar 5 kilometer di barat Kota Gede). Mataram mengalami kejayaan pada 1625-1627.
Namun, niat Sultan Agung menjadi penguasa tunggal di Jawa tertahan oleh VOC dan Banten. Sultan Agung meninggal awal 1646, setelah membangun situs pemakaman di Imogiri pada 1645 (hlm.112).
6. Pemerintahan Amangkurat I
Kekuasaan Sultan Agung dilanjutkan putranya, Susuhunan Amangkurat I, yang memerintah dengan tangan besi (hlm. 164). Pada 1647, Amangkurat I pindah ke istana Plered, timur Karta. Tidak seperti Karta yang terbuat dari kayu, istana baru ini dari bata merah. Pembangunannya berlanjut sampai 1666.
Karena gaya pemerintahan Amangkurat I yang lalim, timbul perpecahan di Mataram. Pada 1646, dia mulai bersahabat dengan VOC namun berangsur retak pada 1659. Pada kurun 1660 -1670, Amangkurat I sempat berkonflik dengan putra mahkotanya sendiri, Amangkurat II.
7. Pemberontakan Besar
Pada 1675, terjadi pemberontakan besar di Mataram yang awalnya didalangi oleh Amangkurat II dan kenalannya, Trunojoyo. Namun, pada 1676, Amangkurat II akhirnya berhadapan dengan Trunojoyo yang juga berambisi menguasai Mataram.
Pada 1677, Amangkurat I bersekutu dengan VOC lewat perjanjian yang merugikan Mataram demi menumpas Trunojoyo (hlm. 174). VOC sempat memukulnya mundur, namun pendukung Trunojoyo semakin banyak. Akhirnya, istana Plered jatuh ke tangan Trunojoyo pada Mei-Juni 1677.
8. Serahkan Istana ke Puger
Sebelum meninggalkan istana bersama Amangkurat II, Amangkurat I menyerahkan istananya kepada putranya, Pangeran Puger. Setelah Trunajaya mundur ke Kediri, Puger menduduki istana Plered lagi dengan gelar kerajaan Susuhunan Ingalaga.
9. Amangkurat I Wafat
Amangkurat I wafat dalam pelarian di Tegal Wangi (selatan Tegal) pada Juli 1677. Dengan tanda-tanda kebesaran kerajaan peninggalan ayahnya, Amangkurat II melanjutkan takhta meski tanpa istana maupun pasukan (hlm. 175). Amangkurat II pun menghubungi VOC, membuat perjanjian baru.
Pada September 1678, VOC dan Amangkurat II dapat mengusir Trunojoyo dari Kediri. Hingga 1680, VOC dan Amangkurat II dapat mengalahkan mantan-mantan musuh Mataram. Namun, Pangeran Puger yang menguasai Plered tidak mau mengakui Amangkurat sebagai raja penerus Amangkurat I.
10. Puger Menyerah
Pada September 1680, Amangkurat II meninggalkan Plered menuju Pajang dan membangun istana baru bernama Kartasura (hlm. 178). Sebulan kemudian, Amangkurat II dan VOC berhasil mengusir Puger dari istana Plered. Setahun berikutnya, Puger balas menyerang dan hampir dapat merebut Kartasura.
Namun, setelah dipukul mundur VOC pada November 1681, Puger akhirnya menyerah dan mengakui kedaulatan saudaranya, Amangkurat II, yang bertakhta di Kartasura pada 1677-1703.
(dil/mbr)