Tanggal 11 September diperingati sebagai Hari Radio Nasional sekaligus hari ulang tahun (HUT) Radio Republik Indonesia (RRI). RRI merupakan satu-satunya stasiun radio nasional milik pemerintah Indonesia, yang didirikan pada 11 September 1945. Bagaimana sejarah berdirinya RRI?
Berdasarkan informasi dari laman resmi PPID LPP RRI, sejarah RRI bermula dari delapan tokoh yang sebelumnya aktif menjalankan Stasiun Radio Jepang (Hoso Kyoku) di enam kota di Indonesia. Mereka kemudian memutuskan untuk mendirikan RRI pada 11 September 1945.
Keputusan ini diambil dalam rapat yang diadakan di rumah Adang Kadarusman di Jalan Menteng Dalam, Jakarta. Pada pertemuan tersebut, mereka juga memilih dr Abdulrahman Saleh sebagai pemimpin umum pertama RRI.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Awal Mula Stasiun Radio di Indonesia
Siaran radio pertama di Indonesia adalah stasiun radio swasta Bataviase Radio Vereniging (BRV) yang resmi berdiri pada 16 Juni 1925, pada masa penjajahan Belanda. Setelahnya, beberapa badan siaran radio mulai bermunculan, seperti Nederlandsch Indische Radio Omroep Maatschappij (NIROM) di Jakarta, Bandung, dan Medan.
Lalu ada Solossche Radio Vereniging (SRV) di Solo, Mataramse Verniging Voor Radio Omroep (MAVRO) di Yogyakarta, Verniging Oosterse Radio Luisteraars (VORO) di Bandung dan Surakarta, Chineese en Inheemse Radio Luisteraars Vereniging Oost Java (CIRVO) di Surabaya.
Juga ada Eerste Madiunse Radio Omroep (EMRO) di Madiun, Meyers Omroep Voor Allen (MOVA) di Medan, serta Algeemene Vereniging Radio Omroep Medan (AVROM) di Medan. Di antara badan-badan siaran ini, NIROM adalah yang terbesar.
NIROM mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah Hindia Belanda, termasuk dari pajak radio yang membuatnya mampu meningkatkan daya pancar, serta membangun stasiun relay. Hal ini berbeda dengan badan radio lainnya, yang kebanyakan dimiliki pribumi dan hidup dari iuran anggota.
Radio Pribumi
Pada 1 April 1931, Solosche Radio Vereniging (SRV), yang didirikan Mangkunegoro VII bersama Ir Sarsito Mangunkusumo menjadi pelopor radio siaran milik pribumi. Keberadaan siaran radio pribumi mulai mengancam NIROM.
Sehingga pada tahun 1936, NIROM menerbitkan berita yang berisi keputusan untuk menguasai seluruh siaran ketimuran mulai tahun 1937. Subsidi untuk radio pribumi dicabut, membuat badan-badan siaran tersebut kesulitan bertahan.
Untuk melawan hal ini, pada 29 Maret 1937, M Sutarjo Kartohadikusumo dan Ir Sarsito Mangunkusumo mengadakan pertemuan di Bandung, yang menghasilkan pembentukan Perikatan Perkumpulan Radio Ketimuran (PPRK). PPRK bertujuan memajukan seni dan budaya nasional.
Pada 7 Mei 1937, PPRK berhasil mencapai kesepakatan dengan pemerintah dan NIROM untuk tetap menyelenggarakan siaran ketimuran dengan dukungan teknis dari NIROM. Setelah perjalanan panjang, siaran pertama PPRK akhirnya dilakukan pada 1 November 1940.
Masa Pendudukan Jepang
Perjalanan siaran radio di Indonesia terus berkembang dari waktu ke waktu. Ketika Jepang menduduki Indonesia pada Maret 1942, mereka menguasai seluruh stasiun radio, termasuk yang sebelumnya dimiliki Belanda.
Semua siaran radio diintegrasikan di bawah Hoso Kanri Kyoku. Pusat siaran radio itu berkedudukan di Jakarta, dan memiliki banyak cabang seperti di Bandung, Purwokerto, Yogyakarta, Surakarta, Semarang, Surabaya, dan Malang.
Radio-radio ini difungsikan sebagai alat propaganda Jepang. Namun, seiring jatuhnya bom atom yang meluluhlantahkan Jepang, siaran radio ini pun berhenti pada 19 Agustus 1945 setelah Jepang menyerah pada sekutu.
Berdirinya RRI
Pada 11 September 1945, perwakilan dari delapan mantan stasiun radio Hoso Kyoku mengadakan pertemuan di Jakarta, kemudian secara resmi mendirikan Radio Republik Indonesia (RRI). Tanggal tersebut kemudian diperingati sebagai Hari Radio Nasional.
RRI dipersembahkan kepada presiden dan pemerintah Republik Indonesia sebagai alat komunikasi dengan rakyat. RRI menjadi satu-satunya lembaga penyiaran publik nasional, berperan memberikan layanan informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, serta menjaga citra positif bangsa di kancah internasional.
Sesuai dengan UU No 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, PP No 11 Tahun 2005, dan PP No 12 Tahun 2005, RRI juga ditetapkan sebagai satu-satunya lembaga yang berhak menyelenggarakan jaringan penyiaran nasional, serta bekerja sama dengan lembaga penyiaran asing.
RRI memiliki 62 stasiun penyiaran, termasuk siaran luar negeri, serta didukung 16 studio produksi, 11 perwakilan di luar negeri, dan lima satuan kerja lainnya seperti Pusat Pemberitaan dan Puslitbang.
Artikel ini ditulis oleh Angely Rahma, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(ihc/irb)