Sejumlah pedagang di Pasar Boyolali keheranan karena turunnya omset penjualan mereka akibat sepinya pembeli. Padahal, saat ini sudah mulai mendekati perayaan Natal dan Tahun Baru (Nataru) yang mana biasanya penjualan meningkat.
Keluhan itu salah satunya disampaikan pedagang ayam potong Eni Widowati. Dia menyebut penjualan daging ayam saat ini mengalami penurunan.
"Penjualan daging ayam saat ini lagi lesu," ungkap Eni di kiosnya di Pasar Kota Boyolali, Kecamatan Boyolali, Kamis (5/12/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Biasanya, dia bisa menjual daging ayam hingga 2,5 kuintal di hari-hari biasa, sedangkan jelang akhir tahun ini dia hanya bisa menjual hingga 1,5 kuintal. Padahal, harga daging ayam sedang mengalami penurunan.
"Harga daging ayam ini mulai menurun, kemarin Rp 35 ribu-Rp 36 ribu per kilogram, sekarang Rp 34 ribu per kilogram," kata dia.
Tak hanya pedagang daging ayam, pedagang bumbu dapur di Pasar Boyolali, Heri, juga mengeluhkan hal yang sama. Kiosnya yang berada di los dalam pasar itu buka mulai pagi hingga sore hari. Namun menjelang Natal dan Tahun Baru tahun ini, belum nampak keramaian seperti tahun lalu.
Mendekati perayaaan Natal dan Tahun Baru saat ini juga belum ada kenaikan harga cabai. Saat ini, cabai rawit dan cabai keriting dia jual dengan harga Rp 20 ribu-Rp 25 ribu per kilogram.
Sedangkan cabai rawit hijau mencapai Rp 35 ribu per kilogram. Komoditas yang mulai mengalami kenaikan harga yakni bawang merah dan bawang putih.
"Bawang putih itu saat ini Rp 45 ribu/kg, bawang merah Rp 40 ribu/kg. Itu naik (harganya)," jelasnya.
Selain itu, harga beberapa komoditas sembako saat ini dalam kondisi normal dan tidak mengalami kenaikan yang signifikan. Padahal, biasanya mendekati Natal dan Tahun baru, harga Sembako mengalami kenaikan.
Saat ini harga sembako cenderung stabil. Namun demikian, tingkat penjualan juga tidak mengalami kenaikan. Justru ada pembeli yang mengurangi prosi pembelian. Pihaknya mengaku tidak tahu secara pasti penyebab menurunnya daya beli masyarakat di akhir tahun ini.
"Menurun. Jadi dari yang beli satu kilogram cuma beli seperempat, disesuaikan dengan kondisi keuangan harian," kata pedagang sembako di pasar yang sama, Heni.
Terpisah, Asisten II Setda Boyolali, Insan Adi Asmono, mengatakan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPAD) telah menggelar rapat yang diikuti berbagai daerah. Dia mengamini bahwa daya beli masyarakat cenderung stagnan.
"Dan memang agak anomali ini, artinya ketika inflasi kita hanya 1,5 persen, pertumbuhan ekonominya mencapai 4,95 persen di tingkat nasional, di Jawa Tengah 4,91 persen. Fenomenanya menjadi tidak seperti biasanya, yang seharusnya daya beli masyarakat meningkat, ini justru daya beli masyarakat itu tidak bergerak," katanya saat ditemui di kantornya.
"Saya tidak mengatakan bahwa daya beli masyarakat itu menurun, tapi tidak ada transaksi yang cukup signifikan, utamanya terkait dengan perdagangan apabila itu dilihat dari daftar bahan yang disurvei. Karena survei yang dilakukan pasti berbasis pasar, otomatis sebagian besar produk panganlah yang mengalami survei," sambungnya.
Menurut dia, dasil hasil survei TPAD harga di pasar saat ini cenderung turun. Tapi pembeli juga tidak bertambah.
"Artinya, begitu harga diturunkan, logikanya kan menjadi banyak transaksi, tetapi ini tidak. Termasuk kebutuhan pokok (mengalami penurunan harga)," jelasnya.
(afn/ahr)