Selama kurun waktu empat tahun berturut turut, produksi bawang merah di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah terus mengalami penurunan. Asosiasi Bawang Merah Indonesia mengungkap, salah satu faktornya adalah jumlah jumlah petani bawang turun karena selalu merugi.
Asosiasi Bawang Merah Indonesia (ABMI) mencatat, produksi bawang merah di Kabupaten Brebes setiap tahunnya turun drastis sejak tahun 2018. Pada 2018 produksi bawang merah Brebes masih berada di kisaran 350 ribu ton per tahun. Berikutnya, tahun 2019-2020, produksi turun lagi dan berada di angka 330 ribu ton per tahun.
Kemudian, tahun 2021-2023 ini, produksi terus menurun hingga di bawah 300 ribu ton. Alex mengungkap, produksi bawang merah pada 2023 berada di kisaran 250 ribu sampai 290 ribu ton setahun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sejak tahun 2018 sampai 2023 produksinya turun dan sekarang sudah di bawah 300 ribuan ton. Sekitar 250 ribu sampai 290 ribu ton," kata Ketua ABMI, Dian Alex Chandra, Jumat (2/2/2024).
Alex mengungkapkan, ada beberapa penyebab turunnya produktivitas bawang merah Brebes. Pertama, terkait kebijakan pemerintah soal pengembangan kawasan sentra produksi bawang merah di seluruh Indonesia. Sehingga, saat ini muncul sentra-sentra produksi baru yang berimbas pada sentra produksi lama yang kalah bersaing.
Beberapa sentra produksi lama dimaksud adalah Brebes, Demak dan Kendal. Daerah ini sekarang bukan lagi satu satunya penghasil bawang di Indonesia.
"Ada daerah-daerah yang mengalami penurunan produksi yang sangat signifikan. Di Brebes, Demak, Kendal. Itu penurunan produksi sangat terasa sekali. Paling terasa di Brebes," ungkap Alex.
Faktor lain adalah soal harga. Alex menyebut saat ini, untuk musim hujan Break Even Point (BEP) atau harga impas produksi bawang merah Brebes sekitar Rp 18 ribu per kg. Sedangkan di musim kemarau BEP produksi bawang merah Rp 15 ribu per kg.
Namun untuk harga jual, petani sering mengalami kerugian karena harganya di bawah BEP. Imbasnya, petani selalu mengalami kerugian dan cenderung tidak lagi menanam bawang merah.
"Petani yang rugi cenderung tidak menanam lagi, sehingga petani-petaninya berkurang. Jadi menjadi faktor penurunan produktivitas," lanjut Alex.
Ketua ABMI berharap, pemerintah hadir dan ikut menangani masalah bawang merah. Dia memberi contoh, pemerintah agar menyediakan gudang penyimpanan berkapasitas besar. Berdasarkan kalkulasi dari ABMI, pemerintah harus memiliki gudang cool storage berkapasitas 10 ribu ton untuk menampung hasil panen. Solusi lain, pemerintah menyediakan dana cukup untuk membeli hasil panen saat harga anjlok.
"Harapan petani, kita jangan dibiarkan berjuang sendiri. Harapan petani, pada saat panen raya, berharap dibeli pemerintah dengan harga yang layak. Kita bawang merah pengin seperti beras, dikendalikan pemerintah. Pada saat panen raya, hasil panen bawang merah bisa dibeli Rp 15 ribu per kilo, disimpan di (gudang) cool storage," beber Alex.
(ahr/apu)