Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) regional dibangun di Kecamatan Bandongan, Kabupaten Magelang. TPST itu dibangun di lahan seluas 15,54 hektare dan kini sedang proses pembayaran uang ganti rugi (UGR).
Kepala Bidang Pengolahan Sampah, Limbah B3, Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Jawa Tengah, Tri Astuti mengatakan, total lahan untuk lokasi TPST dan akses jalan masuk 15,54 hektare.
"Ada dua desa (terdampak) Gandusari dan Rejosari. Untuk membangun TPST-nya itu keseluruhan Desa Gandusari. Tapi, kalau akses jalan masuk menuju TPST-nya itu sebagian ada yang Desa Rejosari," kata Tri Astuti kepada wartawan di sela-sela pembayaran UGR di Balai Desa Gandusari, Kamis (26/10/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tri menyebut dari total lahan TPST itu seluas 15,54 hektare, 13,9 hektare di antaranya merupakan lahan masyarakat dan 2,95 hektare adalah lahan Perhutani. Dia menyebut lahan Perhutani sudah mendapatkan izin.
"Hutan produksi, tapi untuk kawasan hutan produksi sudah mendapat persetujuan pelepasan kawasan hutan dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan," kata Tri.
Menurutnya, TPST ini nantinya akan digunakan untuk mengolah sampah dari Kota dan Kabupaten Magelang. Kemudian untuk proses pembangunannya akan dikerjakan Kementerian PUPR.
"Prosesnya masih panjang. Harus ada sertifikat dulu dari masyarakat dipindah ke negara. Terus kemudian awal tahun 2024, itu DED di-review sama Kementerian PUPR, karena yang akan bangun pemerintah pusat melalui Kementerian PUPR. Jadi, Pemprov hanya menyediakan lahan. Kemungkinan baru akan dicarikan anggaran ya antara 2024 akhir sama 2025," ujar dia.
Total UGR Warga Capai Miliaran
Sementara itu, Kepala BPN Kabupaten Magelang A Yani mengatakan, semua bidang tanah untuk Desa Gandusari ada fasum 11 bidang, TKD satu bidang, tanah masyarakat 189 bidang. Kemudian untuk Desa Rejosari ada lima bidang fasilitas umum dan 20 bidang tanah masyarakat.
"Pembayaran UGR kemarin, Rabu (25/10) untuk Desa Gandusari yang bisa terealisasi 49 bidang dan Desa Rejosari tujuh bidang. Luas Desa Gandusari 3,5 hektare. Kemudian, Desa Rejosari 1,6 hektare," jelas Yani.
"Nilai ganti rugi yang Gandusari kemarin sebanyak Rp 6,7 miliar dan Rejosari Rp 563 juta," sambungnya.
Proses pembayaran UGR juga dilakukan hari ini dengan wilayah Desa Gandusari. Total nilai ganti rugi untuk daerah ini senilai Rp 13,1 miliar.
"Hari ini dilanjutkan lagi ganti rugi Desa Gandusari sebanyak 125 bidang, luasnya 6,9 hektare, nilai ganti ruginya Rp 13,1 miliar. Yang belum teragendakan karena masih ada yang mau melengkapi persyaratannya karena hak waris, Desa Gandusari ada 15 bidang dan Desa Rejosari ada 13 bidang. Mudah-mudahan nanti semuanya bisa terbayarkan," urai Yani.
Dihargai Rp 160 Ribu/Meter
Salah satu warga penerima UGR, Kamidi mengatakan, tanah yang terkena luasnya sekitar 1.000 meter persegi. Kamidi menyebut lahannya itu selama ini ditanami durian, petai, jati, pohon albasia dan cengkih. Lahan ini per meternya dihargai Rp 160 ribu.
"(Dapat berapa) Ya Rp 160 ribu dikalikan 1.000, terus ditambah harga pohon Rp 18 juta. (Total) Ya sekitar Rp 178 juta," ujar Kamidi yang juga Kasi Pelayanan Desa Gandusari, itu.
Menurutnya, harga tanah di lokasi tersebut sesuai NJOP per meternya Rp 64 ribu. Kemudian sekarang dihargai Rp 160 ribu dan dirasakan sudah naik hampir tiga kali lipat. Untuk hasil UGR tersebut bakal dia gunakan untuk membeli tanah kembali.
"Di sekitar sini sudah dapat dua lokasi. Alhamdulillah sudah (dapat tanah) lebih lebar. Dulunya 1.000 sekian meter persegi, sekarang dapat 2.100 dan 850 meter persegi, itupun masih sisa (uangnya). Alhamdulillah sudah mencapai dua titik. Boleh dikatakan baru 70 persen uangnya (yang dipakai beli tanah). Sisanya terutama untuk kebutuhan keluarga dulu," kata Kamidi.