Marning merupakan salah satu jajanan oleh-oleh khas Boyolali. Namun pandemi COVID-19 telah memukul para pelaku UMKM jajanan dari butiran jagung kering itu. Pandemi belum usai, kini mereka terkena dampak mahal dan langkanya minyak goreng.
"Sakniki pripun, ngantos niki le mikir kok yo piye. Wong nyambut gawe kok angele koyo ngene. Arep rono kejeglong, rene kejeglong. Terus le ora arep kejeglong nyangdi? (Sekarang bagaimana, sampai terpikir bagaimana ini, orang kerja kok sulitnya seperti ini. Mau ke sana kesini terperosok. Biar tidak terperosok harus ke mana?)," keluh pemilik UMKM Marning Berkah, Rumilah, saat ditemui di rumahnya, Dukuh Pasekan, Desa Mudal, Boyolali Kota, Kabupaten Boyolali, Jumat (25/3/2022).
Produksi marning Rumilah sudah berjalan sejak 1985. Sejak dihantam pandemi, produksi marning Berkah itu menurun drastis. Sebab, pengiriman ke luar kota dibatasi. Toko pusat oleh-oleh pun sepi pembeli.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Akhirnya, produksi marning Rumilah terpaksa berhenti. Dapur produksinya kini sepi. Peralatan masaknya mangkrak.
"Saya sudah lama berhenti karena Corona. Sudah sejak 2020," kata Rumilah.
Kini, Rumilah hanya mengandalkan pesanan saja. Kalau ada, itu pun hanya pesanan partai kecil.
"Dulu sebelum pandemi (COVID-19) masih ramai, sehari bisa 1-1,5 kuintal. Sekarang kalau ada yang pesan baru saya bikin. Itu pun saya minta DP (uang muka) dulu, karena sudah nggak punya modal," imbuh dia.
Sebelum pandemi, Rumilah dibantu empat pekerja. Selain disetorkan ke toko oleh-oleh di Boyolali, marningnya juga dikirim ke Sumatra, Jakarta, Jogja dan lainnya.
![]() |
Bertahan 'dihajar' pandemi, Rumilah kemudian banting setir membuat karak dan lempeng singkong untuk dijual di pasar lokal.
"Untuk (memenuhi kebutuhan) harian, saya bikin karak dan lempeng pohong (singkong). Belum ada sebulan. Kalau jualan karak bisa dapat Rp 125 ribu dan lempeng singkong Rp 40 ribu," ungkapnya.
Sekarang, giliran Rumilah terdampak langka dan mahalnya minyak goreng curah. Untuk bertahan, dia mengumpulkan sedikit demi sedikit minyak goreng curah dari toko langganannya.
Minyak goreng curah itu untuk menggoreng karak dan lempeng singkong. Sisanya disimpan untuk menggoreng marning jika ada pesanan.
"Kalau pakai minyak goreng kemasan mahal, Rp 24.000/kg, ya nggak sanggup, nggak nutup (tidak balik modal)," terang Rumilah.
Dia pun terpaksa menaikkan harga marning produknya, dari Rp 12.000-Rp 15.000/kg menjadi Rp 25.000/kg.
"Saya sampaikan ke yang pesan dulu, sekarang Rp 25.000 per kilo mau nggak?" ucap dia. Sebab, Rumilah menjelaskan, menggoreng marning membutuhkan banyak minyak agar renyah.
(rih/dil)