Harga Tahu-Tempe Naik, Legislator PKB: Salah Urus Komoditas Kedelai

Harga Tahu-Tempe Naik, Legislator PKB: Salah Urus Komoditas Kedelai

Ari Purnomo - detikJateng
Jumat, 04 Mar 2022 21:37 WIB
Wakil Ketua Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama (LKKNU)
Anggota Komisi VI DPR Luluk Nur Hamidah. Foto: Ari Saputra
Solo -

Melonjaknya harga kedelai hingga lebih dari Rp 11 ribu per kilogram membuat pengusaha tahu dan tempe kelimpungan. Menurut, Anggota Komisi IV DPR Luluk Nur Hamidah kondisi ini bisa diantisipasi jika pemerintah mampu untuk membuat kebijakan yang mendukung kelangsungan produksi kedelai di dalam negeri.

"Saya menjelaskan satu hal bahwa ada politik pangan dan juga politik agrikulture yang masih ada kesenjangan yang luar biasa, antara keinginan untuk bisa mewujudkan kemandirian dan kedaulatan pangan," ujar Luluk kepada wartawan di Solo, Jumat (4/3/2022).

Ternyata, lanjut Luluk, semakin hari semakin lebar dan akhirnya terjadi keasikan dengan adanya pemenuhan pangan yang hanya bertumpu pada importasi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kemudian kita harus bergantung kepada pasokan dari pihak lain, ketersediaan pihak lain. Kita lupa bahwa ada tugas besar yang harus kita lakukan sebagai bangsa apa yang memandirikan pangan," ucapnya.

"Kalau kasusnya kedelai misalnya itu 80% lebih Itu harus disuplai dari importasi. Padahal kedelai itu bahan baku untuk tahu dan tempe, tahu dan tempe itu dianggap makanan asli Indonesia tapi bahan bakunya itu 80% itu impor masa kemudian kita mau bilang itu makanan asli atau makanan asli aja bahan bakunya tidak asli," imbuh politisi PKB itu.

ADVERTISEMENT

Menurutnya sudah terjadi salah kaprah ketika pemerintah mencoret kedelai dari komoditas strategis. Hal itu membuat, harga kedelai sulit dikendalikan.

"Sudah lama terjadi salah kaprah dan sekaligus salah urus terkait dengan komoditas kedelai. Sejak beberapa dekade terakhir itu sudah dikeluarkan dari daftar komoditas strategis nasional karena tidak dianggap sebagai komoditas yang strategis makanya tidak dilindungi, " urainya.

Karena tidak dilindungi, kata Luluk, maka penjualan kedelai terutama importasi juga tidak ada aturannya.

Untuk itu, kedelai harus dijadikan kembali sebagai komoditas strategis nasional, artinya harus dilindungi. Tata niaganya harus diatur importasi tidak boleh tanpa aturan, harus ada kuota ada pembatasan.

"Jadi jangan seperti sekarang ya, jadi kalau sekarang oke misalnya kita 50% dong yang kita suplai dari impor gitu jangan 80% artinya 30-50 nya bisa dalam negeri. Caranya gimana? ya insentif untuk petani sediain benihnya, bibitnya yang unggul karena benih bibit kita konon masih belum kompetitif jadi hanya bisa menghasilkan kan per hektarnya itu 1,4 atau 1,1 adalah ton, " bebernya.

Selain itu, menurut Luluk, pemerintah juga perlu mewajibkan para importir untuk menanam kedelai. Dengan begitu, maka bisa mendukung produksi kedelai di dalam negeri.

"Yang perlu dikejar soal kewajiban, ada bentuk-bentuk kewajiban yang harus dijalankan oleh importir untuk bisa mendukung produksi dalam negeri. Pertama, importasinya dibatasi yang kedua importirnya harus dikasih kewajiban untuk tanaman," pungkasnya.




(ahr/ahr)


Hide Ads