KH Muhammad Ma'shum Fathoni atau Mbah kiai Ma'shum asal Dukuh Kedungglonggong, Desa Bogorejo, Kecamatan Bogorejo, Blora. Dia sampai saat ini masih produktif menerjemahkan kitab di usianya 75 tahun.
Sejak kecil dia dikenal sebagai sosok yang senang mempelajari ilmu terkhusus ilmu agama Islam. Tak heran kiai kelahiran 1 Juli 1950 tersebut menghabiskan waktu luang untuk menelaah dan menerjemahkan kitab yang telah dia pelajari sebelumnya.
Dia sekarang menjadi pengasuh Pondok Pesantren Mansya'ul Huda Bogorejo. Pondok itu berada dalam satu kompleks dengan rumahnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada usia remaja, Kiai Ma'shum belajar ilmu agama Islam di beberapa pondok pesantren, salah satunya di pondok pesantren Sarang, Rembang. Dia juga sempat berguru dengan KH Abdul Wahab Khusain Sulang. Tidak cukup belajar di tanah air, dia juga menempuh pendidikan agama di Makkah Arab Saudi.
Di Makkah dia bertemu dengan 4 gurunya yaitu Syaikh Abdullah bin Said Al Lahji, Syaikh Yasin Al Fadani Al Makiy, Sayyid Muhammad bin Alawi Al Maliki dan Syaikh Ismail bin Utsman Al Tamani.
Seorang abdi ndalem, Ilham Adnan, menjelaskan bahwa pada saat Mbah Ma'shum belajar di Mekkah diberi oleh-oleh berupa kitab yang ditulis oleh gurunya langsung yaitu Syaikh Abdullah bin Said Al Lahji. Kitab itu berjudul Qawaid Fiqhiyyah membahas tentang kaidah-kaidah fiqih. Kitab tersebut kemudian diterjemahkan oleh kiai Ma'shum dalam bahasa Jawa menjadi 2 jilid.
"Beliau (Mbah Ma'shum) mukim di Syaikh Abdullah Al Lahji, ketika mau pulang diparingi (dikasih) kitab, namanya Qawaid Fiqhiyyah. Dikaji di pondok beberapa kali. Beliau inisiatif, buku itu diterjemahkan ke bahasa Jawa, buku jadi 2 jilid," terang Ilham saat ditemui di Pondok Pesantren Mansya'ul Huda Bogorejo, Sabtu (29/3/2025).
Selain itu, ada beberapa kitab telah diterjemahkan oleh Mbah Ma'shum ke dalam bahasa Jawa. Salah satunya Kitab Alfiyah karangan Ibnu Malik yang berisi tentang syair tata bahasa Arab.
![]() |
"Ada yang Kitab Alfiyah Ibnu Malik. Kitab ilmu alat diterjemahkan bahasa Jawa. Beliau menerjemahkan kitab kecil-kecil juga banyak," jelasnya.
Perjalanan Mbah Ma'shum dalam mencari ilmu setelah dari Makkah, dia kembali mondok di Indonesia. Diketahui Mbah Ma'shum telah mengganyang ilmu keagamaan di berbagai pondok pesantren.
"Setelah dari Sarang (Rembang) dan Makkah kemudian meneruskan mondok lagi. Pulang dari Mekkah ya mondok lagi, soalnya mondok berpindah-pindah. Beliau ngaji di banyak tempat," ucap Ilham.
Adapun sejumlah kitab karya Kiai Ma'shum diantaranya Matholiul Jauhariyah fi Terjemah Qawaidul fighiyah, Kitab 'Aunul Bais yang menerangkan ilmu-ilmu tentang hadis, Terjemah Sulam Munawaroq tentang ilmu yang mencakup mantik (metodologi berpikir) atau ilmu logika, Halul Isyarah, hingga Terjemah Alfiyah tentang tata cara membaca kitab.
Selengkapnya di halaman berikutnya...
Selain itu, Mbah Ma'shum juga menerjemahkan kitab lain. Kitab-kitab yang diterjemahkan membahas tentang berbagai disiplin pengetahuan.
"Belasan yang sudah terbit. Ilmu tentang tauhid, doa-doa moden, tentang politik juga ada," ucap Ilham.
Mbah Ma'shum saat ini lebih memilih tinggal di rumah bersama para santri di pondoknya. Pengasuh pondok Mansya'ul Huda generasi ketiga ini mempertahankan pondok salaf. Murni pondok klasik, tanpa ada ilmu umum dan sekolah umum. Semua santri sepenuhnya menghabiskan waktu di pondok untuk ngaji.
Diketahui pondok tersebut berusia ratusan tahun, didirikan oleh kakek Mbah Ma'shum yaitu Muhammad Tamyis. Kemudian dilanjutkan oleh Mbah Fathoni ayah dari Mbah Ma'shum.
"Saat Mbah Fathoni kapundut (meninggal), Mbah Yai Ma'shum umurnya baru 20 tahun. Beliau ditinggal Mbah Fathoni sejak kecil. Sekitar tahun 80-an beliau (Mbah Ma'shum) boyong dari Sarang, Mekkah kemudian meneruskan pondok mriki (Mansya'ul Huda)," kata Ilham.
Pondok yang berada di Kecamatan Bogorejo, Blora itu menunjukkan bangunan sederhana. Bangunan pondok mengalami beberapa kali renovasi dengan pembiayaan mandiri atau dari sumber yang tidak terikat, tanpa mengandalkan bantuan dari pemerintah.
"Pondok ini kan pondok lawas, tidak terlalu terkenal. Ini pondok salaf, lainnya kan campuran formal, ini murni pondok salaf. Jadi pondok ini masih menjaga eksistensi pondok salaf," jelasnya.
Di sela-sela kesibukan mengasuh membersamai santrinya, Mbah Ma'shum menyempatkan waktu untuk menulis menerjemahkan kitab. Rupanya Mbah Ma'shum yang juga Rois Syuriyah PCNU Blora ini melek digital. Dia menyelesaikan menerjemahkan kitab dengan mengetik menggunakan tablet.
"Mbah Ma'shum sudah paham digital dan mengikuti zaman kekinian. Ngetik pake tablet. Kadang-kadang 1 kitab habis 1 tablet. Sudah habis banyak tablet itu," jelasnya.
Kiai Ma'shum sendiri bercerita ketika mondok di Mekkah dengan gurunya Syaikh Abdullah bin Said Al Lahji, dia diberi kitab yang tulis oleh gurunya tersebut. Lalu dia menelaah dan membaca kitab itu berulang kali. Hingga akhirnya memiliki hasrat untuk menerjemahkan ke dalam bahasa Jawa. Kitab itu adalah Matholiul Jauhariyah fi Terjemah Qawaidul fighiyah.
"Saya baca di pondok sampai 6 kali. Saya tergugah supaya menerjemahkan ke dalam bahasa Jawa Blora. Kalau bahasa Arab masyarakat kan tidak tahu," jelas Kiai Ma'shum.
"Saya didawuhi Syekh Abdullah bin Said Al Lahji dikasih kitabnya secara langsung. Saya terjemahkan. Nambahi isi kitab ya tidak berani, saya menerjemahkan. Kitab saya baca 6 kali. Kitabnya kan bahasa Arab. Di sini enggak ada yang tahu. Kalau gitu saya terjemahkan sesuai bahasa Jawa Blora," jelasnya.
Dengan usianya yang sudah lanjut, dia tetap rajin menulis meski kesehatannya menurun.
"Kalau menulis saat nganggur. Tidak sedang mengaji. Pas tidak ada tamu. Tidak disengaja," ucapnya.
Dia berharap dengan hasil karyanya dalam beberapa kitab dengan diterjemahkan dalam bahasa Jawa ala Blora dapat dipahami oleh khalayak masyarakat secara umum.
"Ya kitab tersebar di Blora. Karena kitab dari guru saya langsung. Bisa menyebar di masyarakat. Masyarakat biar kenal hukum. Kitab kaidah fiqhiyah," jelasnya.
Sebagai informasi, Kiai Haji Ma'shum Fathoni pria kelahiran Blora 1 Juli 1950 merupakan generasi ketiga Pengasuh Pondok Mansya'ul Huda Bogorejo setelah Kiai Muhammad Tamyis (kakek) dan Kiai Muhammad Fathoni (Ayah).
Kiai Ma'shum menikah dengan Nyai Hj Siti Ma'rifah Ma'shum dianugerahi 3 anak. Muhammad Ali Hamdan, Muhammad Zamzami Maimuni dan Muhammad Faidlon Robbani.
Meski digempur dengan modernitas, Pondok Mansya'ul Huda menjadi satu satunya pondok salaf yang tetap eksis di Blora. Di Pondok itu diajarkan kitab-kitab ilmu fiqih, mantek, alat hingga tasawuf.
Simak Video "Video: Polisi Tetapkan 1 Orang Tersangka Insiden Lift Crane RS PKU Blora"
[Gambas:Video 20detik]
(afn/afn)