Peran Penting Politik untuk Kiai dan Instrumen Penentu Kebijakan

Peran Penting Politik untuk Kiai dan Instrumen Penentu Kebijakan

Bima Bagaskara - detikJabar
Minggu, 12 Jan 2025 22:00 WIB
Halaqoh Siyasah dan Harokah digagas PKB Jabar
Halaqoh Siyasah dan Harokah digagas PKB Jabar (Foto: Istimewa)
Bandung -

Ajengan anom di seluruh Jawa Barat berkumpul di Pondok Pesantren Hidayatul Faizien Garut untuk mengikuti Halaqoh Siyasah dan Harokah Santri yang digelar oleh DPW PKB Jabar.

Pada kesempatan itu, Ketua DPW PKB Jaba Syaiful Huda mengatakan, bagi aswaja anahdiyah gerakan dakwah dan gerakan politik adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan.

"Tradisi aswaja annahdiyah adalah tradisi Islam yang luhur, karenanya dengan menggerakkan tradisi aswaja annahdiyah insyaallah pertarungan politik PKB ke depan adalah nafas perjuangan kita di PKB Jawa Barat," kata Syaiful Huda dalam keterangannya, Minggu (12/1/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Merebut kemenangan lewat politik adalah jalan terbaik untuk menjaga kehormantan aswaja annahdiyah. Karena itu langkah kita menyatukan gerakan Islam dan gerakan politik yang dilakukan PKB adalah jalan terbaik," lanjutnya.

Sementara perwakilan Ponpes Mambaul Maarif Denanyar, KH. Abdusalam Shohib menambahkan, kiai penting untuk mengerti politik. Sebab selama ini menurutnya, kiai hanya dijadikan objek dalam arena politik.

ADVERTISEMENT

"Kiai harus tau politik, kalau tidak nanti akan dipolitiki itu dawuh kiai Mahrus, kalau saya menerjemahkannya secara ekstrem bahkan kiai itu fardlu ain ngerti politik," ujarnya.

Dia pun menjelaskan bahwa dakwah keagamaan sebagaimana yang dilakukan oleh para ajengan anom harus memiliki kebanggaan.

"Dakwah keagamaan tanpa dilandasi dengan kebanggaan, kebanggaan itu salah satunya berpartai, tanpa kebanggaan kepada sesuatu yang kita dakwahkan tidak akan sempurna," ucapnya.

KH. Aceng Abdul Mujib atau Ceng Mujib perwakilan Pondok Pesantren Fauzan menambahkan pentingnya politik sebagai instrumen yang menentukan kebijakan untuk hajat masyarakat.

"Hanya dengan kebijakan, Garut dari termiskin bisa jadi terkaya jika punya penentu kebijakan orang yang berpihak pada santri. Apapun tanpa politik tidak bisa, tidak ada satupun kebijakan yang tidak dipengaruhi politik, tidak ada," jelas dia.

Ia juga mengajak para ajengan anom untuk melanjutkan perjuangan dan harapan Mbah Hasyim, perjuangan dan harapan wali songo, perjuangan dan harapan Mbah Wahab Hasbullah.

"Beliau-beliau ingin mengantarkan Indonesia bukan hanya menjadi kaya, bukan hanya terjadi pemerataan tetapi ingin Indonesia menjadi baldatun thoyibatun warrabun ghofur," tegasnya.

"Saya yakin jika PKB menjadi partai penguasa di Indonesia akan bisa memegang amanah karena kader PKB, pengurus PKB adalah murni kader NU yang mencintai terhadap Mbah Hasyim, Mbah Wahab, dan para wali-wali terdahulu," sambungnya.

Selanjutnya Gus Faris dari pesantren Buntet Cirebon menerangkan tentang konsensus kebangsaan yang diterima oleh para kiai dan para ulama NU yaitu empat pilar kebangsaan Pancasila, Undang-undang Dasar 1945, Bhineka Tunggal Ika, dan NKRI yang mana semuanya diatur oleh politik.

"Khittah NU 1926 ini tidak boleh menjadikan NU sebagai partai politik, tetapi NU harus tetap berkolaborasi dengan politik kenapa? Karena konsensus kebangsaan kita diatur menggunakan politik. Kalau kita tidak terlibat dalam dinamika politik tersebut maka aspirasi politik kita akan diwakilkan kepada orang lain," singkatnya.




(bba/dir)


Hide Ads