Memasuki Ramadan, suasana berbeda terlihat di Pondok Pesantren Sepuh Putri Masjid Agung Payaman Magelang. Para santri sepuh atau lanjut usia (lansia) khusyuk mengikuti kajian untuk menyiapkan bekal di akhirat.
Setiap Ramadan, para santri sepuh dari berbagai daerah banyak yang mondok di Ponpes ini. Mereka datang untuk mondok sejak hari pertama puasa hingga satu minggu menjelang Lebaran.
Ponpes Sepuh Putri Masjid Agung Payaman Magelang ini dulunya diprakarsai oleh Kiai Siroj. Kiai Siroj dikenal dengan sebutan Romo Agung dan makamnya persis berada di belakang Masjid Agung Payaman.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Para lansia yang nyantri kebanyakan perempuan. Kendati demikian ada yang laki-laki meski jumlahnya sedikit.
Pengasuh Ponpes Sepuh Santri Putri Masjid Agung Payaman, KH Arif Mafatihl Huda, menerangkan pondok sepuh ini didirikan Romo Agung pada 1938. Pihaknya mengampu semua santri-santri yang berusia lanjut karena sejak dulu setiap pesantren santrinya anak muda.
"Di sini orang-orang tua yang istilahnya itu sudah terlupakan atau terlewatkan padahal masih produktif. Nah sampai sekarang, kita lanjutkan dengan dua golongan, satu golongan yang mungkin tahunan, ada yang cuma Ramadan," kata Kiai Huda kepada awak media di Ponpes Sepuh Putri Masjid Agung Payaman Magelang, Kamis (6/3/2025).
Tahun ini ada 370 santri sepuh yang mondok. Rinciannya terdiri dari 70 santri sepuh yang bermukim atau menetap dan 300 santri pasan yang mondok selama puasa Ramadan saja.
"Kalau Ramadan itu jumlahnya hampir 300. Tapi kalau yang tahunan sudah sampai 70 itu bertempat di sini. Tahun ini 370, 70 itu santri tahunan, yang 300 ada Ramadan. Itu biasanya (berasal) sekitar Magelang, jadi keresidenan Kedu (Magelang, Temanggung, Purworejo Wonosobo dan sekitarnya)," sambung Kiai Huda.
![]() |
Kiai Huda mengatakan, para santri sepuh itu kebanyakan bertujuan mencari ketenangan hati. Menurutnya, momen Ramadan ini digunakan untuk meningkatkan ibadah.
"Di sini memang dituntun untuk seperti itu (meningkatkan ibadah). Peningkatan ibadah saat bulan Ramadan. Karena kegiatannya full mulai tadi sahur sama subuh pengajian, pengajian tafsir, terus agak siang mudarasah," katanya.
"(Mudarasah) Itu adalah bacaan ayat suci Al-Qu'ran satu setengah juz tiap hari mulai setengah 10.30 WIB sampai jam 23.30 WIB nanti diikuti pengajian. Setelah zuhur, istirahat nanti ada pengajian menjelang azar, setelah itu masih ada lagi pengajian menjelang buka. Nanti malam terus ada tadarusan, tarawih, mujahadah. Hampir 24 jam mereka merasakan melebihi dari santri-santri yang anak muda. Kegiatannya full untuk beribadah, untuk mendekatkan diri pada Allah SWT," ujar dia.
Kiai Huda menerangkan para santri sepuh itu menyiapkan diri untuk bekal hidup.
"Dan yang rahasia lagi, mereka itu menyiapkan diri untuk bekal hidup. Merasa dulu waktu muda belum maksimal, nah sekarang ada kesempatan," tuturnya.
"Saya itu generasi keempat. Besok ya dilanjutkan karena ini sudah kelanjutan dari program Masjid Agung," tambahnya.
Menabung Bekal untuk Akhirat
Salah satu santri, Sri Haryani (70), mengatakan alasannya ikut nyantri di ponpes sepuh karena tidak bisa ngaji atau membaca Al-Qu'ran di rumah. Warga Candiretno, Kecamatan Secang, Kabupaten Magelang, ini pun senang karena bertemu dengan jemaah lainnya.
"Kalau saya di rumah itu nggak bisa istilahnya jam segini ngaji, jam segini baca Al-Qu'ran, terus jam segini juga ngaji. Di sini jam 05.00 WIB, selesai salat subuh jemaahnya aktif karena di sini tempatnya. Jadi nggak bisa istilahnya kalau terlambat nanti imam takbiratul ikhram kita sudah siap," katanya.
Nenek dengan 6 cucu ini mengatakan sejak pukul 02.30 WIB sudah ada mujahadah. Kemudian berakhir pada pukul 03.00 WIB dan dilanjutkan dengan sahur.
"Setelah sahur bersama, kita ambil air wudu tadarus Al-Qu'ran. Kita ikut jemaah Subuh. Setelah itu, ngaji tafsir ibris, al ibris tafsir Al-Qu'ran," ujarnya.
Ia mengaku sudah nyantri di pondok sepuh sebanyak 8 kali setiap Ramadan.
"Iya (bisa full ibadah), makanya itu yang mendorong untuk siaman (mondok tiap Ramadan)," katanya.
Hal senada disampaikan warga Kendal, Musriyati (68). Dia mengaku jika berada di rumah tidak bisa disiplin mengaji.
"Kalau di sini kan berjemaah tiap hari. Terus ngaji sehari semalam. Di sini banyak kegiatan, kalau di rumah malam tidur," kata Musriyati.
"Dari Kendal ke sini ingin seperti itu (ngaji terus). Dulu saya sendiri, sekarang mengajak mbakyu Suwarni (70)," sambungnya.
![]() |
Musriyati berencana mondok di Ponpes Santri Sepuh Putri ini sampai 28 Ramadan. Dia pun mengaku sedang menyiapkan bekal di akhirat dan rela menutup usahanya selama nyaris sebulan.
"Ya ini buat bekal akhirat, ya untuk ibadah," kata pedagang sembako ini.
Santri lainnya, Sri Lukiyati (65) mengaku ikut nyantri puasa Ramadan karena suami sudah meninggal dan anak-anak sudah besar. Warga Sapuran, Kabupaten Wonosobo, ini ingin memanfaatkan puasa Ramadan untuk beribadah.
"Ya full ibadah. Datang ke sini sebelum Ramadan dan rencana pulang setelah 25 Ramadan. Nanti pulang nunggu dijemput sama anak," kata Sri.
"Kalau tiap harinya jualan khas Sapuran Wonosobo oleh-oleh opak, ini karena di sini yang jualan anak-anak. Saya ikut nyantri kurang lebih sudah 8 kali ini," pungkasnya.
(ams/dil)