Kepala Ombudsman Jateng Siti Farida memberi catatan dalam peringatan Hari Santri Nasional (HSN) tahun ini. Dia berharap HSN dijadikan momen refleksi untuk meningkatkan pelayanan di pondok pesantren (ponpes). Termasuk soal sistem pendidikan formal dan nonformal di ponpes.
"Di pondok itu kita kan harus membedakan ada yang sekolah formalnya ada yang istilahnya ngajinya. Harus dipahami ketika layanan yang sifatnya pendidikan dasar, katakanlah sekolahnya, itu memang tidak bisa langsung dikaitkan dengan tata kelola pondoknya," kata Farida saat dihubungi detikJateng, Selasa (22/10/2024).
"Misalnya gini, maaf ini contohnya ya, kalau ada anak yang belum menyelesaikan biaya pondokan di pesantrennya, itu kan harusnya dibedakan dengan belajar mengajar di sekolah formalnya," lanjutnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Farida mengatakan, Ombudsman beberapa kali mendapat aduan terkait siswa ponpes yang tak bisa mengikuti ujian lantaran belum membayar biaya di ponpes. Dia berharap biaya pondok tak mempengaruhi kegiatan belajar mengajar (KBM) di sekolahnya.
Padahal, menurutnya pendidikan formal dan nonformal dipisah. Pasalnya, pendidikan formal sebagai pendidikan dasar, merupakan kewajiban negara.
"Jadi katakanlah ada santri yang misalnya, maaf ya, belum melunasi biaya pondok, tidak berarti kemudian berdampak kepada sekolah formalnya. Misalnya nggak boleh ikut ujian atau ada juga yang rapornya tidak diberikan," terangnya.
Poin ini yang kemudian perlu mendapatkan kesadaran lebih dari orang tua, pihak pengelola pondok, serta pemerintah yang seharusnya juga ikut hadir memberikan solusi. Terlebih, siswa ponpes tak hanya dilarang mengikuti ujian, tapi raport dan ijazah mereka ditahan lantaran belum membayar biaya administrasi.
"Masalah biaya administrasi tidak boleh menghambat proses belajar mengajar di sekolah formal," tuturnya.
"Yang kita dorong adalah kehadiran pemerintah, baik itu melalui Kementerian Agama maupun melalui Pemerintah Daerah, harus betul-betul hadir pada masalah seperti ini," imbuhnya.
Farida juga menyinggung soal adanya perundungan di ponpes. Meski tak ada laporan, dia turut memantau peristiwa perundungan yang terjadi di ponpes.
"Intinya dapat termasuk dari media massa atau dari informasi, jadi kita enggak bisa melakukan komentar, tapi secara umum bahwa semua Pesantren harus berpedoman kepada tata kelola pendidikan yang ramah anak, terutama tadi ya antipembullyan, antieksploitasi," jelasnya.
"Sekarang kan juga banyak tagline 'Ayo Mondok' itu bagus, animo itu semakin baik. Nah agar harapannya animo masyarakat yang semakin baik ini juga diimbangi dengan tata kelola yang ramah anak, kemudian juga tidak ada bully dari pondok pesantren," pungkasnya.
(afn/sip)