Nasib barang bekas biasanya berakhir di tempat sampah. Padahal, bisa jadi barang bekas yang sudah tidak digunakan oleh seseorang ternyata sangat dibutuhkan oleh orang lain.
Hal itu mendorong sebuah komunitas di Kota Solo memilih cara yang unik untuk mengurangi konsumerisme masyarakat sekaligus mereduksi masalah sampah. Mereka membuat wadah untuk masyarakat saling bertukar barang yang sudah tidak dipakai.
Komunitas itu bernama Joli Jolan. Nama itu sendiri diambil dari bahasa Jawa yakni ijol-ijolan atau tukar-menukar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salah satu inisiator yang juga relawan Joli Jolan, Septina Setyaningrum mengatakan komunitas Joli Jolan awalnya terbentuk karena terinspirasi dari komunitas skoros dari Yunani. Komunitas Joli Jolan sendiri terbentuk sejak tahun 2019.
"Pertama kali komunitas ini belum bernama Joli Jolan dulu kita itu idenya adalah berfikir bagaimana caranya mereduksi sifat konsumerisme keprihatinan kita di perkotaan ya. Jadi konsumerisme dia akar dari persoalan-persoalan dari kita hadapi sekarang," katanya ditemui di SMA Ursulin, Selasa (23/4/2024).
Dengan mengangkat slogan 'ambil sesuai kebutuhanmu, sumbangkan sesuai kemampuanmu' itu bisa menerima puluhan kilogram barang. Dari barang-barang tersebut nantinya akan dipilih setiap hari Rabu, dan yang layak akan dipajang di galeri Joli Jolan.
"Impactnya jauh lebih besar dari sekadar berbagi, jadi orang punya wadah untuk menyalurkan barang-barang tidak terpakai. Tapi memang untuk lingkungan kita itu berkontribusi besar terhadap permasalahan sampah padat satu kota kita bisa mengelola 500 kilo hingga satu ton satu bulan kita kelola untuk bisa dimanfaatkan orang lain," bebernya.
Dirinya mengatakan, selama lima tahun berdiri Joli jolan sampai saat ini masih membuka galeri mereka setiap hari Sabtu pukul 10.00 WIB-13.00 WIB. Ia mengatakan barang tersebut berupa baju, peralatan rumah tangga, peralatan sekolah,buku, hiasan rumah, makanan, barang koleksi.
"Masyarakat berkesadaran mengelola sampah padat. Barang yang bisa ditukar apa saja perkakas rumah tangga karena ada anak kos yang dari luar pulau, kota yang enggan bawa. Baju juga ada dari ujung kaki dari kepala," ungkapnya.
![]() |
Septina menyebut, untuk masyarakat yang datang dan mau mengambil barang-barang tersebut dari masyarakat luar. Dan tidak hanya warga yang berada di dekat galeri yakni di Jalan Siwalan No 1 Kerten, Laweyan, Solo, Jawa Tengah.
"Jadi kita tidak membedakan untuk kaum dhuafa gitu, nggak. Masyarakat luas, tidak terpetakan kaum tertentu kaum dhuafa saja, no," bebernya.
Suka Duka
Selama lima tahun ini, Septina mengaku mengalami suka dan duka. Meski ada duka, ia mengaku senang bisa melihat senyum bahagia dari masyarakat yang datang ke galeri.
"Suka banyak karena memang ruang solidaritas ini hiburan usai penat dari rutinitas Senin sampai Jumat. Sabtu bisa menyerap energi bahagia. Dapat manfaat, apalagi selain barang sembako yang diterima kita juga terima macam barang setiap minggu itu," ucapnya.
Sementara itu, untuk dukanya Septina mengaku sedih bila ada yang mengirimkan barang namun sudah tidak layak.
"Duka kalau kita dapat barang donasi orang tidak tahu kata layak, misal ada barang berkarung karung isi pakaian dalam dan itu sudah residu," pungkasnya.
Selain kegiatan bertukar barang, Joli Jolan juga sering melakukan kegiatan workshop serta berbagi mengenai kegiatan tersebut ke sekolah-sekolah.
"Relawan aktif ada 25 orang. Kita ada workshop, ada juga yang buat seperti Joli Jolan di Jagalan dan Nusukan," tutupnya.
(ahr/apl)