SDN Sarirejo atau SD Kartini Semarang dibangun untuk meneruskan cita-cita RA Kartini pada 1913. Bangunan SD tersebut dibangun oleh arsitek asal Belanda bernama Maclaine Pont. Begini kisahnya.
Saat awal didirikan, SD Kartini sebenarnya menyewa sebuah rumah di daerah Jomblang, Semarang. Di tahun yang sama, bangunan sekolah juga didirikan di wilayah Kelurahan Sarirejo.
Merujuk buku 100 Tahun Bangunan SD Kartini Semarang 1915-2015, Maclaine Pont diketahui turut aktif di Perkumpulan Kartini Hindia Belanda. Organisasi itu terinspirasi oleh surat-surat RA Kartini dan bertujuan untuk memperjuangkan pendidikan perempuan di Jawa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia, tercatat mulai menyampaikan gambar rancangan bangunan itu pada 7 Mei 1913 kepada Residen Semarang H.C.A.G de Vogel. Tak hanya merancang bangunan, Maclaine Pont bersama bironya juga yang bekerja membangun bangunan sekolah tersebut.
![]() |
Untuk Sekolah Kartini, dia merancang satu bangunan utama dengan 7 ruang kelas dan 1 ruang guru di bagian muka. Ada juga aula tempat bermain yang dilengkapi gudang tempat menyimpan piano.
Arsitektur Sekolah Kartini yang ditawarkan Maclaine Pont mengacu pada konsep bangunan tropis. Bangunan sederhana yang terkandung eksperimen untuk menghadapi panas terik, hujan lebat, dan kelembapan iklim tropis.
Sekolah itu, membutuhkan 21 bulan hingga akhirnya bisa ditempati dan dibuka secara resmi pada 11 Januari 1915. Saat pembukaan itu, Maclaine Pont, dinobatkan sebagai anggota kehormatan Perkumpulan Kartini Hindia Belanda karena dianggap tanpa pamrih dalam menjadi arsitek dan memimpin pelaksanaan pembangunan tersebut.
"Ada seorang arsitek ya namanya Pak Yuda nah itu meneliti termasuk di sekolah ini, sekolah Kartini yang didirikan Yayasan Kartini dari Belanda, arsiteknya ini orang Belanda dan sama seperti yang membangun Stasiun Poncol," kata guru senior di SDN Sarirejo, Warni, saat ditemui di kantornya, Jalan Kartini, Semarang, Kamis (18/4/2024).
Tak hanya Stasiun Poncol atau Semarang-Cheribon Stoomtram, Maclaine Pont juga tercatat membangun Kampus Technische Hooeschool (ITB) di Bandung (1918-1920) dan Gereja Pohsarang (1936).
Sempat Rusak di Masa Revolusi
Masih merujuk buku yang sama, bangunan itu juga tercatat pernah mengalami kerusakan saat masa revolusi tahun 1945. Tak ada informasi mengenai aktivitas sekolah tersebut pada masa penjajahan Jepang, namun sekolah itu diketahui mengalami kerusakan parah pada Oktober 1945.
Baru di Akhir November 1948, sekolah tersebut kembali dibuka dan menjadi SD Kartini. Saat ini sekolah tersebut bernama SDN Sarirejo karena lokasinya yang berada di Kelurahan Sarirejo.
Warni bercerita bahwa awalnya sekolah tersebut menghadap ke Jalan Dr Cipto atau bagian utara sekolah tersebut. Namun, karena sebagian halaman sekolah di sana didirikan Dinas Pasar, muka sekolah kemudian dialihkan menuju Jalan Kartini.
"Saya awal di sini menghadapnya sekolah kan bukan menghadap Jalan Kartini tapi menghadap Jalan Dr Cipto. Pintunya itu di pojok sana hampir dekat lampu merah (simpang Jalan Kartini dan Jalan Dr Cipto) terus ruang kepala sekolahnya menghadap ke timur," ujarnya.
![]() |
Bangunan lama itu memang baru ditetapkan sebagai cagar budaya pada 2017 lalu. Saat ini, bangunan asli sekolah tersebut diperuntukkan untuk kegiatan belajar siswa dan ruang guru. Sedangkan, aula dan ruang kepala sekolah memiliki gedung baru.
Dengan beberapa gedung baru, sekolah itu nampak sama seperti sekolah pada umumnya di Semarang. Bangunan sekolah itu baru nampak telah lama berdiri, ketika yang dilihat adalah pintu, jendela dan bagian atap ruangannya.
Warni pun berharap ada perhatian khusus terhadap bangunan lama itu. Dia khawatir, karena jarangnya perbaikan bangunan itu lambat laun akan rusak.
"Cagar budaya itu ayo diopeni, jangan sampai rusak, jangan sampai ambruk," pungkasnya.
(apl/aku)