5 Khutbah Jumat Bulan Syawal yang Singkat dan Menyentuh Hati

5 Khutbah Jumat Bulan Syawal yang Singkat dan Menyentuh Hati

Nur Umar Akashi - detikJateng
Kamis, 11 Apr 2024 16:48 WIB
Masjid Raya Sheikh Zayed Solo, Kamis (4/4/2024).
Ilustrasi khutbah jumat. Foto: Naufal Adam
Solo -

Umat Islam telah secara resmi berjumpa lagi dengan bulan Syawal sejak 10 April 2024 kemarin. Bagi detikers yang membutuhkan contoh khutbah, baca lima khutbah Jumat bulan Syawal di bawah ini.

Berhubung suasana bulan Ramadhan masih begitu lekat dalam pikiran, biasanya khutbah Jumat di bulan Syawal akan berisi tentang ibadah seusai Ramadhan. Tema-tema ini sangat bagus dibawakan untuk masyarakat umum.

Sebab, mempertahankan amal ibadah yang telah terbentuk selama madrasah Ramadhan bukanlah hal yang mudah. Nah, untuk menguatkan, memberi motivasi, sekaligus memandu umat Islam, khutbah Jumat dapat menjadi sarana yang mumpuni.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Apakah kamu kebetulan diberi amanah untuk menjadi imam sekaligus khatib sholat Jumat di bulan Syawal? Jika iya, berikut ini telah detikJateng siapkan lima contoh materi khutbah Jumat bulan Syawal.

Kumpulan Khutbah Jumat Bulan Syawal

Khutbah Jumat Bulan Syawal #1: 3 Cara Menjaga Spirit Ibadah Pasca-Ramadhan

(sumber: tulisan H Muhammad Faizin, Sekretaris MUI Lampung, dalam situs resmi Kementerian Agama)

ADVERTISEMENT

Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah,
Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam yang terus mengalirkan nikmat yang tak bisa dihitung satu persatu kepada kita, di antaranya adalah nikmat iman dan takwa sehingga kita masih bisa menikmati manisnya Islam yang akan membawa kita selamat dunia akhirat.

Tiada kata lain yang patut diucapkan kecuali kalimat Alhamdulillahirabbil Alamin. Dengan terus bersyukur, insyaAllah karunia nikmat yang diberikan akan terus ditambah oleh Allah SWT.

وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ

Artinya: "(Ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya azab-Ku benar-benar sangat keras".(QS. Surat Ibrahim: 7)

Syukur yang kita ungkapkan ini juga harus senantiasa direalisasikan dalam wujud nyata melalui penguatan ketakwaan kepada Allah SWT yakni dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

Dengan syukur dan takwa ini, maka kita akan senantiasa menjadi pribadi yang senantiasa diberi perlindungan dan petunjuk dalam mengarungi samudra kehidupan di dunia dan bisa terus menjalankan misi utama hidup di dunia yakni beribadah kepada Allah SWT. Hal ini termaktub dalam Al-Quran Surat Adz-Dzariyat ayat 56:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ

Artinya: "Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku."

Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah,
Dalam putaran waktu dan keseharian umat Islam, bulan Ramadhan menjadi momentum intensifnya kegiatan ibadah yang dilakukan baik dari sisi kualitas maupun kuantitasnya. Frekuensi ibadah seperti puasa, sholat, membaca Al-Quran, bersedekah, dan ibadah-ibadah lainnya menjadi warna dominan di bulan mulia tersebut.

Semangat ini seiring dengan kemuliaan Ramadhan yang di dalamnya banyak memiliki keutamaan dan keberkahan. Ramadhan menjadi bulan 'penggemblengan' jasmani dan rohani umat Islam untuk menjadikannya pribadi yang senantiasa dekat dengan sang khalik, Allah SWT.

Namun pertanyaannya, bagaimana pasca-Ramadhan? Apakah kita mampu mempertahankan kualitas dan kuantitas ibadah kita? Apakah pasca Ramadhan, kita kembali seperti sedia kala dengan semangat ibadah seadanya?

Apakah takwa, sebagai buah dari perintah puasa Ramadhan, sudah kita rasakan dalam diri kita? Tentu pertanyaan ini hanya bisa dijawab oleh diri kita sendiri sebagai bahan muhasabah atau introspeksi diri agar spirit ibadah kita tidak mengendur pasca-Ramadhan.

Sehingga pada kesempatan khutbah ini, khatib ingin mengajak kita semua untuk melihat kembali lintasan perjalanan ibadah kita selama Ramadhan untuk menjadi spirit dan motivasi agar pasca Ramadhan, ibadah kita bisa ditingkatkan, atau minimal sama dengan Ramadhan. Melihat masa lalu itu penting sebagai modal untuk menghadapi masa depan sebagaimana Firman Allah:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌ ۢبِمَا تَعْمَلُوْنَ

Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat). Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan." (Al-Ḥasyr :18)

Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah,
Semangat untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas ibadah sebenarnya sudah tergambar dari makna kata Syawal yang merupakan bulan setelah Ramadhan sekaligus waktu perayaan Hari Raya Idul Fitri.

Dari segi bahasa, kata "Syawal" (شَوَّالُ) berasal dari kata "Syala" (شَالَ) yang memiliki arti "irtafaá" (اِرْتَفَعَ) yakni meningkatkan. Makna ini seharusnya menjadi inspirasi kita untuk tetap mempertahankan grafik kualitas dan kuantitas ibadah pasca Ramadhan. Dalam mempertahankannya, perlu upaya serius di antaranya adalah dengan melakukan 3M yakni muhasabah, mujahadah, dan muraqabah.

Muhasabah adalah melakukan introspeksi diri terhadap proses perjalanan ibadah di bulan Ramadhan. Muhasabah ini bisa dilakukan dengan mengajukan pertanyaan kepada diri kita sendiri tentang: Apa yang telah kita lakukan di bulan Ramadhan?

Apakah kita sudah memiliki niat yang benar dalam menjalankan ibadah di bulan Ramadhan? Apa yang menjadikan kita semangat beribadah di bulan Ramadhan? Pernahkan kita melanggar kewajiban-kewajiban di bulan Ramadhan? Dan tentunya pertanyaan-pertanyaan introspektif lainnya untuk mengevaluasi ibadah kita selama ini.

Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan ini akan memotivasi kita untuk semangat dan memperbaiki diri sehingga akan berdampak kepada kualitas dan kuantitas ibadah pasca Ramadhan. Terkait pentingnya muhasabah ini Rasulullah bersabda:

الْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ، وَالْعَاجِزُ مَنْ أَتْبَعَ نَفْسَهُ هَوَاهَا وَتَمَنَّى عَلَى اللَّهِ

Artinya: "Orang yang cerdas (sukses) adalah orang yang menghisab (mengevaluasi) dirinya sendiri, serta beramal untuk kehidupan sesudah kematiannya. Sedangkan orang yang lemah adalah orang yang mengikuti hawa nafsunya serta berangan-angan terhadap Allah SWT.' (HR Tirmidzi).

Selanjutnya adalah mujahadah yakni bersungguh-sungguh dalam berjuang untuk mempertahankan tren positif ibadah bulan Ramadhan. Di bulan Syawal ini, kita harus tancapkan tekad untuk terus melestarikan kebiasaan-kebiasaan positif selama Ramadhan.

Perjuangan ini tentu akan banyak menghadapi tantangan, baik dari lingkungan sekitar kita maupun dari diri kita sendiri. Oleh karenanya, kita harus memiliki tekad kuat dan benar agar hambatan dan tantangan yang bisa mengendurkan semangat ibadah kita ini bisa kita kalahkan.

Allah telah memberikan motivasi pada orang yang bersungguh-sungguh dalam berjuang sebagaimana firman-Nya dalam Al-Quran surat Al-Ankabut ayat 69:

وَالَّذِيْنَ جَاهَدُوْا فِيْنَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَاۗ وَاِنَّ اللّٰهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِيْنَ

Artinya: "Dan orang-orang yang berjihad (bersungguh-sungguh) untuk (mencari keridaan) Kami, Kami akan tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sungguh, Allah beserta orang orang yang berbuat baik."

Cara selanjutnya adalah muraqabah yakni mendekatkan diri kepada Allah. Dengan muraqabah ini, akan muncul kesadaran diri selalu diawasi oleh Allah SWT sekaligus memunculkan kewaspadaan untuk tidak melanggar perintah Allah sekaligus bersemangat untuk menjalankan segala perintah-Nya.

Sikap-sikap ini merupakan nilai-nilai yang ada dalam diri orang-orang yang bertakwa. Mereka adalah orang yakin dan percaya kepada yang ghaib dan tak tampak oleh mata. Rasulullah SAW bersabda:

أَنْ تَعْبـــُدَ اللَّهَ كَأَنَّــكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ

Artinya: "Hendaknya engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, sebab meski engkau tidak melihat-Nya, Dia melihatmu..." (HR Bukhari).

Nilai-nilai ketakwaan dengan senantiasa melakukan muraqabah ini seharusnya memang sudah tertancap dalam hati kita karena muara dari ibadah puasa di bulan Ramadhan sendiri adalah ketakwaan. Hal ini sudah ditegaskan dalam Al-Quran Surat Al-Baqarah: 183:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ ۝١٨٣

Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa."

Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah,
Demikian khutbah Jumat kali ini, semoga kita bisa senantiasa mempertahankan dan meningkatkan kualitas serta kuantitas ibadah kita pasca Ramadhan dengan muhasabah, mujahadah, dan muraqabah. Semoga kita diberi kekuatan oleh Allah SWT dalam mengemban misi ibadah ini. Amin.

Khutbah Jumat Bulan Syawal #2: Mengevaluasi Ibadah Puasa Selama Bulan Ramadhan

(sumber: tulisan Ustadz Sunnatullah, pengajar Ponpes Al-Hikmah Darussalam, dalam situs NU Online)

Ma'asyiral Muslimin jamaah Jumat yang dirahmati Allah,
Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah SWT yang terus menerus memberikan kita semua nikmat, hidayah, dan inayah untuk terus istiqamah dalam menjalankan ibadah kepada-Nya, sehingga kita bisa menunaikan kewajiban puasa di bulan Ramadhan dengan penuh semangat dan istiqamah.

Sholawat dan salam mari kita haturkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW beserta para sahabat dan pengikutnya.

Selanjutnya, melalui mimbar yang mulia ini, khatib mengajak kepada diri khatib sendiri, keluarga, dan semua jamaah yang turut hadir pada pelaksanaan sholat Jumat ini, untuk terus istiqamah dalam menjalankan ibadah dan meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT, serta menjauhi semua larangan-larangan-Nya. Sebab, tidak ada bekal yang paling baik untuk kita bawa menuju akhirat selain ketakwaan.

Ma'asyiral Muslimin jamaah Jumat yang dirahmati Allah,
Saat ini kita semua sudah berada di penghujung bulan Ramadhan, itu artinya sebentar lagi bulan yang penuh berkah dan ampunan ini akan meninggalkan kita semua dan akan datang di tahun berikutnya, entah kita semua masih ada di bulan tersebut, atau justru kematian sudah mendahuluinya.

Oleh karenanya, mari sejenak kita evaluasi perihal ibadah-ibadah yang kita lakukan selama bulan Ramadhan ini. Sudah benarkah ibadah yang kita lakukan, mulai dari puasa, sholat, zakat, dan lainnya?

Pada dasarnya, kita semua diwajibkan oleh Allah SWT untuk berpuasa selama satu bulan bukan dengan tujuan lapar, dahaga, dan merasakan kesukaran. Namun, di balik semua itu terdapat hikmah yang sangat banyak.

Hikmah yang pertama yaitu agar dengan berpuasa kita semua bisa menjadi hamba yang bertakwa kepada Allah SWT. Sebagaimana tujuan pokok diwajibkannya puasa kepada orang-orang yang beriman yaitu agar mereka bisa menjadi hamba yang bertakwa. Hal ini sebagaimana telah ditegaskan oleh Allah dalam Al-Quran, Dia berfirman:

ياأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Artinya, "Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa." (QS Al-Baqarah [2]: 183)

Ayat di atas memiliki nilai adiluhung, bahwa puasa seharusnya bisa menjadi mediator bagi kita semua untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah.

Dengan berpuasa, seseorang sudah berkomitmen menyempurnakan ketakwaannya, sebagaimana definisi dari takwa itu sendiri yaitu, mengerjakan semua perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.

Dari tujuan tersebut, mari kita evaluasi kembali ibadah puasa yang kita lakukan selama ini, apakah sudah menjadikan kita hamba yang benar-benar bertakwa kepada-Nya?

Sudahkan puasa menjadikan kita hamba yang benar-benar semangat dalam meningkatkan ibadah dan ketaatan kepada-Nya? Atau justru ibadah yang kita lakukan selama ini tidak memberikan bekas apa-apa pada diri kita, nauzubillah min zalik.

Cara paling gampang untuk mengetahui ibadah puasa kita diterima atau tidak oleh Allah SWT adalah dengan melihat semangat dan konsistensi kita untuk terus beribadah setelah bulan Ramadhan.

Jika terus semangat, menunjukkan bahwa ibadah yang kita lakukan selama bulan Ramadhan menjadi ibadah yang diterima. Jika tidak semangat, menunjukkan bahwa ibadah kita selama ini ditolak oleh Allah. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Imam Ibnu Rajab dalam Kitab Lathaiful Ma'arif, yaitu:

عَلاَمَةُ قَبُوْلِ الطَّاعَةِ أَنْ تُوْصَلَ بِطَاعَةٍ بَعْدَهَا وَ عَلَامَةُ رَدِّهَا أَنْ تُوْصَلَ بِمَعْصِيَةٍ. مَا أَحْسَنَ الْحَسَنَةِ بَعْدَ الْحَسَنَةِ وَأَقْبَحَ السَّيِّئَةِ بَعْدَ الْحَسَنَةِ

Artinya, "Tanda-tanda diterimanya ketaatan adalah dengan konsisten terus beribadah setelahnya. Dan tanda-tanda ditolaknya ketaatan adalah dengan melakukan kemaksiatan setelahnya. Betapa mulianya suatu ibadah yang dilakukan setelah ibadah yang lain, dan betapa jeleknya sebuah keburukan yang dilakukan setelah ibadah."

Ma'asyiral Muslimin jamaah Jumat yang dirahmati Allah,
Puasa sama halnya dengan sholat. Dalam Al-Quran Allah menjanjikan kebaikan bagi orang-orang yang melakukannya, dan juga bisa meninggalkan setiap kejelekan dan keburukan bagi yang melakukannya.

Namun, betapa banyak dari mereka yang melakukan sholat tapi masih saja bermaksiat. Semua itu tidak lain disebabkan ketika melakukan sholat masih banyak aturan-aturan yang tidak terpenuhi.

Begitu juga dengan puasa. Jika puasa yang kita lakukan selama ini tidak bisa meningkatkan imunitas ketakwaan kepada Allah, menunjukkan bahwa puasa yang kita jalani selama satu bulan ini ada salah, ada yang kurang baik, dan ada penghalang yang membuatnya tidak bisa meningkatkan ketakwaan.

Salah satu perbuatan yang bisa merusak terhadap ibadah puasa adalah dengan berbohong, berkata kotor, dan membicarakan keburukan orang lain, sebagaimana yang ditegaskan oleh Nabi dalam salah satu haditsnya, yaitu:

الصَّوْمُ جُنَّةٌ مَا لَمْ يَخْرِقْهَا. بِمَ يُخْرِقُهَا يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: بِكَذْبٍ أَوْ بِسَبَّابٍ أَوْ بِغِيْبَةٍ أَوْ نَمِيْمَةٍ

Artinya, "Puasa adalah benteng, selama engkau tidak membakarnya. Para sahabat bertanya, dengan apa bisa membakarnya, wahai Rasulullah? Nabi menjawab: dengan berbohong, berkata kotor, membicarakan keburukan orang lain, dan adu domba." (HR An-Nasa'i).

Dengan berpijakan pada hadits di atas, bisa kita koreksi kembali, sudahkah kita meninggalkan perbuatan-perbuatan yang bisa merusak pahala puasa di atas selama bulan Ramadhan?

Jika sudah, mari kita bersyukur kepada Allah yang telah memberikan kita pertolongan agar tidak terjerumus kepadanya. Dan jika tidak, maka tidak heran jika puasa tidak bisa memberikan efek positif sedikit pun kepada kita semua.

Ma'asyiral muslimin jamaah Jumat yang dirahmati Allah,
Demikian khutbah Jumat perihal evaluasi ibadah puasa selama bulan Ramadhan. Semoga bisa membawa manfaat dan keberkahan bagi kita semua, dan digolongkan sebagai hamba yang istiqamah dalam menjalankan semua perintah dan menjauhi larangan-Nya. Amin ya rabbal alamin.

Khutbah Jumat Bulan Syawal #3: Syawal & Silaturahim

(sumber: tulisan Abdul Jawad, pengurus MUI Kota Semarang, dalam situs resmi Majelis Ulama Indonesia Kota Semarang)

Jama'ah sidang Jumat yang dirahmati Allah
Marilah kita bersama sama meningkatkan iman dan takwa kita kepada Allah dengan meningkatkan kualitas ibadah kita kepada Allah, dan menyambungkan apa-apa yg telah diperintahkan serta menjauhkan diri kita dari segala bentuk kemaksiatan kepada Allah.

Pada kesempatan yang mulia ini Khotib akan menyampaikan topik khutbah: Syawal & SILATURAHIM

Jama'ah sholat Jumat yang dimuliakan Allah SWT,
Sesungguhnya menyambung tali silaturahmi merupakan salah satu bentuk kecintaan dan ketakwaan seorang hamba. Hal tersebut dibuktikan dengan hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairah RA ia berkata: Rasulullah SAW bersabda:

"Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia memuliakan tamunya, dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia menyambung hubungan silaturahmi"

Menyambung tali silaturahmi sama dengan menyambung hubungan dengan Allah SWT sebagaimana disebutkan hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah RA ia berkata sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda:

"Sesungguhnya Allah SWT menciptakan makhluk, hingga apabila Dia selesai dari (menciptakan) mereka, rahim berdiri seraya berkata: ini adalah kedudukan orang yang berlindung dengan-Mu dari memutuskan.

Dia berfirman: "Benar, apakah engkau ridha jika Aku menyambung orang yang menyambung engkau dan memutuskan orang yang memutuskan engkau?" la menjawab: iya Dia berfirman: "Itulah untukmu"

Dengan begitu, silaturahmi menjadi ajang mendekatkan diri pada Allah SWT. Hal ini karena Allah memerintahkan hambaNya untuk menjaga keutuhan antar sesamanya. Allah juga menjanjikan pahala bagi siapa saja yang mampu menjaganya dan Dia juga tidak segan memberikan peringatan bagi mereka yang memutus keutuhan tali silaturahmi.

Sesungguhnya dengan bersilaturahmi, seseorang dapat memperluas rezeki orang lain dengan bantuan yang diberikan Allah SWT. Pun menjanjikan kemudahan dan pahala bagi siapa saja yang mampu memperpanjang tali silaturahmi dan memudahkan urusan saudaranya.

Janji Allah tersebut tertuang dalam sabda Rasulullah yang diriwayatkan Abu Hurairah:

"Siapa yang suka dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya hendaklah dia menyambung tali silaturahmi." (Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim).

Hadirin jama'ah sholat Jumat yang berbahagia,
Dalam sebuah riwayat yang cukup panjang dikisahkan, ada seorang yang kaya raya berangkat haji. Sebelum berangkat, ia menitipkan uangnya sebesar 10.000 dinar kepada seseorang yang sudah terbiasa dipercaya untuk menitipkan barang atau uang.

Setelah selesai melaksanakan hajinya, orang kaya itu mendatangi rumah orang yang diberi amanah menyimpan uangnya tersebut. Sesampainya di rumah orang itu, ternyata orang itu telah wafat. Orang kaya itupun bertanya kepada ahli warisnya.

Namun, tidak satupun di antara ahli warisnya mengetahui perihal uang titipan tersebut. Orang kaya itupun kebingungan dan bertanya-tanya dalam hatinya, di manakah uang yang disimpan oleh orang yang diberi amanat tersebut?

Orang kaya itupun mendatangi seorang 'alim di Kota Makkah, lalu menceritakan tentang uangnya tersebut. Orang alim itu berkata:

"Di sepertiga malam akhir nanti, pergilah kamu ke Sumur Zamzam, panggillah nama temanmu yang kau titipi uang itu, di bibir sumur. Jika temanmu adalah orang yang baik dan termasuk seorang ahli surga, maka dia pasti akan menjawab panggilanmu, lalu tanyakanlah kepadanya, di manakah ia menyimpan uangmu".

Pada akhir malam, orang kaya itupun pergi mendatangi Sumur Zamzam. Di bibir sumur ia memanggil nama temannya yang ia titipi uang, hingga 3 kali ia panggil, namun tidak ada jawaban sama sekali.

Orang kaya itu pun kembali mendatangi orang Alim tersebut, lalu menceritakannya. Orang Alim itu kaget dan berkata: "Innaa Lillahi wa Inna ilaihi Rooji'uun. Jika memang temanmu tidak menjawab, aku takut dia termasuk golongan ahli neraka."

Jika memang demikian pergilah kamu ke Yaman, disana ada sebuah sumur yang bernama "Barhut" Dikatakan bahwa sumur itu adalah bibir dari neraka Jahannam. Datangilah di sepertiga malam akhir, dan panggillah nama temanmu itu".

Orang kaya itu pun pergi ke Yaman, lalu mendatangi Sumur Barhut di sepertiga malam akhir, la pun memanggil nama temannya yang ia titipi uang: "Yaa Fulan!" Baru sekali panggilan, tiba-tiba terdengar jawaban dari dalam sumur.

Orang kaya itu pun merasa prihatin dengan keadaan temannya itu, lalu bertanya: "Di manakah engkau menyimpan uangku?". Dari dalam Sumur terdengar jawaban: "Aku menyimpan uangmu di sini dan di sini, di dalam rumahku, pergilah dan katakan kepada anak-anakku. Kamu akan mendapati uangmu kembali"

Orang kaya itupun bertanya: "Bagaimana bisa engkau tergolong sebagai orang yang ahli neraka? Bukankah kau adalah orang yang baik dan memiliki sifat amanah?"

Orang itupun bercerita: "Sesungguhnya aku mempunyai seorang saudari perempuan yang fakir. Lama kami tidak saling tegur sapa, sampai aku meninggal. Inilah yang menyebabkan aku tergolong sebagai ahli neraka.

Jika kau mau menolongku, datangilah saudariku tersebut, dan mintakan maaf kepadanya, dan ceritakan padanya, bagaimana keadaanku sekarang ini yang merasakan siksaan, karena putus tali silaturrahim dengannya".

Orang kaya itupun segera pergi ke rumah ahli waris temannya itu, lalu menceritakan di mana ayahnya meletakkan harta titipannya. Dan ternyata memang benar, uang tersebut masih utuh. Setelah itu, ia bertanya kepada anak-anak temannya itu, di manakah rumah bibi mereka?

Setelah tahu alamatnya, iapun segera pergi ke rumah saudari perempuan temannya tersebut. Setelah bertemu, la pun menceritakan apa yang di alami saudaranya di alam kubur.

Mendengar cerita orang kaya itu, perempuan itupun menangis dan memaafkan saudaranya, lalu ia memohon ampun dan mulai menyambung tali silaturrahim dengan anak-anak saudaranya.

Masyiral muslimin jamaah sholat Jumat yang berbahagia,
Sungguh betapa menakutkan ancaman dari Allah bagi kita yang masih berani tidak bertegur sapa dengan saudara kandungnya lebih dari tiga hari dan pada hari berikutnya malaikat maut mendatanginya, na'udzubillahi mindzalik.

Bulan ini, sangat identik dengan bulan silaturahim, satu kesempatan emas untuk menyambung kan tali silaturahim yg masih terputus sebelumnya, Dengan suasana hati gembira masing-masing di antara saudara saudari kita akan mudah memaafkan.

Jangan membela egoisme, jangan merasa rendah diri, jangan merasa tidak pantas, jangan sungkan, bersegeralah sambungkan tali silaturahmi yang masih terputus demi kebahagiaan negeri akhirat kita, demi ridha Allah, demi rahmat dan ampunan Allah.

Buang rasa angkuh, rasa tidak bersalah, rasa lebih kaya, lebih kuat, lebih dihormati, rasa lebih baik dari saudaranya, karena rasa-rasa tersebut adalah racun yang sangat merugikan bagi diri kita sendiri. Allah telah berfirman dalam Al Qur'an surat An-Nisa Ayat 1:

أعوذ بالله من الشيطان الرجيم

بأيها الناس اتقوا ربكم الذي خلقكم من نفس واحدة وخلق منها زوجها وبث منهما رجالا كثيرا ونساء، والقوا الله الذي تساءلون به والأرحامِ مَانَ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا بارك الله لي ولكم في القرآن العظيم وتفعني واياكم بما فيه من ال آيات و ذكر الحكيم وتقبل الله مني ومنكم بلاولهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيع العليم

Khutbah Jumat Bulan Syawal #4: Tugas Umat Islam Pasca Ramadhan (Halal Bi Halal)

(sumber: buku Kumpulan Naskah Khutbah Jum'at terbitan Ditjen Bimas Islam Departemen Agama RI)

Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah,
Marilah kita bertakwa kepada Allah, takwa dalam arti yang sebenarnya.

امْثَالُ الْأَوَامِرِ وَاجْتَنَابُ النَّوَاهِي

"Yaitu menjalankan segala perintah Allah serta menjauhi segala larangan-Nya."

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يحتسب

"Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah akan mengadakan baginya jalan keluar, dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya."

Hadirin Jamaaah Jumat Rahimakumullah,
Kita umat Islam baru saja selesai melaksanakan tugas yang berat yaitu ibadah puasa Ramadhan, dan kita dapat melaksanakan ibadah puasa itu dengan baik selama satu bulan penuh. Tidak makan, tidak minum dan tidak melakukan hal-hal yang membatalkan puasa. Selama puasa Ramadhan kita melawan musuh hawa nafsu. Dan kita sekarang telah menjadi pemenangnya, kita telah kembali menjadi fitrah.

Hadirin Jamaah Jumat Rahimakumullah,
Tugas umat Islam pasca Ramadhan adalah sebagai berikut:
Pertama, kita harus menjaga iman Islam, kita harus memelihara aqidah islamiyah, kita harus meningkatkan iman dan takwa kepada Allah SWT dan kita tetap beribadah dan menyembah Allah SWT.

Allah berfirman dalam Al-Quran surat Al Baqarah ayat 21:

يَتَأَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

"Hai manusia, sembahlah Tuhanmu Yang telah menciptakanmu, dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa."

Siapa Tuhan kamu yang harus kamu sembah? Allah berfirman dalam surat Al-Baqaroh ayat: 22

الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ فِرَاشًا وَالسَّمَاءَ بِنَاءً وَأَنزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَّكُمْ فَلَا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَندَادًا وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ

"Dialah Yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu, dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air hujan dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui".

Hadirin Jamaah Jumat Rahimakumullah,
Tugas kedua umat Islam pasca Ramadhan adalah kita harus memelihara ukhuwah Islamiyah, memelihara persaudaraan dan kesatuan. Setelah kita saling maaf memaafkan (melakukan halal bi halal) kita harus memelihara ukhuwah Islamiyah.

Kita tingkatkan persatuan dan kesatuan, umat Islam harus bersatu dalam memperjuangkan Islam, umat Islam harus bersatu dalam menegakkan kebenaran dan keadilan, umat Islam harus bersatu dalam menegakkan amar ma'raf nahi munkar, umat Islam harus bersatu dalam membangun bangsa dan negara memberantas kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan. Allah berfirman dalam surat Ali-Imran ayat 103:

وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَقُوْا

"Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai".

Maksud berpegang teguhlah kamu semua kepada tali Allah pada ayat tersebut adalah kita harus berpegang teguh kepada agama Allah yaitu agama Islam. Selama hidup di dunia manusia harus berpegang teguh kepada ajaran Islam yang terkandung dalam Al-Quranul karim dan hadits Rasulullah SAW.

Jika manusia dalam hidupnya tidak berpedoman kepada Al-Quran dan hadits Rasulullah SAW pasti mereka akan sesat-sesat dan menyesatkan. Dalam meningkatkan persatuan dan kesatuan sesama muslim, Rasulullah SAW bersabda:

لا تَحَاسَدُوْ وَلَا تَنَاجَسُوْ وَلَا تَبَا غَضُوا وَلَا تَدَبَرُوا وَلَا يَبِيعُ بَيْعَ بَعْضٍ وَكُونُو اعِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا الْمُسْلِمُ أَخُ الْمُسْلِمْ لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يَحْدُ لَهُ وَلَا يَحْفِرُهُ (رَوَاهُ مُسْلِمٌ)

"Janganlah kalian saling hasut, saling memuji barang dagangan secara berlebihan. Janganlah kalian saling benci, saling berpaling, janganlah kamu berjual-beli kepada orang yang jual-beli dengan orang lain, jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara, sesama muslim adalah saudara, dia tidak menganiaya, mengecewakan dan tidak menghina". (H. R. Muslim) tidak

Hadirin sidang Jumat Rohimakumullah,
Tugas umat Islam yang ketiga pasca Ramadhan adalah meningkatkan ibadah dan amal shaleh. Karena arti Syawal itu berarti meningkat, maka umat Islam harus meningkatkan ibadahnya kepada Allah, meningkatkan amal shaleh.

Selama sebulan penuh dibulan Ramadhan, umat Islam digembleng dengan berbagai ibadah dan amalan-amalan. Karena itu selepas dari Ramadhan masuk bulan Syawal semangat ibadah umat Islam tidak boleh surut. Justru sebaliknya amal ibadah kita harus terus ditingkatkan lagi.

Allah berfirman dalam surat Fushshilat ayat 30:

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّة الَّتِي كُنتُمْ تُوعَدُونَ.

"Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah", kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): "Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih, dan gembirakanlah mereka dengan memperoleh surga, yang telah dijanjikan Allah kepadamu".

Hadirin jamaah Jumat Rahimakumullah,
Maksud Istiqomah pada ayat tersebut adalah bahwa kita melakukan ibadah dan amal saleh harus dilakukan secara terus menerus (langgeng) dilakukan secara mudawamah. Orang melakukan amal sholeh secara istiqomah, maka orang tersebut akan didatangi malaikat pada saat berada dalam alam kubur seraya mengatakan janganlah kamu takut terhadap apa yang akan terjadi pada dirimu dan tak perlu kamu sedih terhadap apa yang telah kamu tinggalkan di dunia.

Tetapi bergembiralah kamu dengan Surga yang telah dijanjikan oleh Allah kepadamu waktu di dunia melalui Rasulullah SAW.

Khutbah Jumat Bulan Syawal #5: Meneruskan Prestasi Selama Ramadhan

(sumber: situs Nahdlatul Ulama Jawa Timur)

Jamaah sholat Jumat Rahimakumullah,
Kesempatan dipertemukan di tempat mulia ini marilah kita jadikan sebagai sarana untuk saling mengingatkan untuk meningkatkan takwallah. Yakni menjalankan yang diperintah dan berupaya menjauhi larangan Allah SWT. Karena bekal sejati seorang muslim saat menghadap kepada-Nya adalah takwa tersebut.

Hadirin yang mulia,
Seperti diketahui bahwa Ramadhan telah lewat dan kita memasuki bulan Syawal, lalu bulan-bulan berikutnya yang mungkin bagi kebanyakan orang dianggap sebagai bulan kurang istimewa. Ramadhan yang istimewa hadir dengan janji pelipatgandaan pahala, menekankan pengekangan hawa nafsu, dan momen menumpuk amal saleh sebanyak-banyaknya.

Ramadhan dengan demikian menjadi saat-saat penggemblengan hamba menjadi orang yang semakin dekat kepada Allah atau dalam bahasa Al-Quran mencetak insan yang bertakwa yakni la'allakum tattaqûn.

Di dalam Ramadhan umat Islam dianugerahi sebuah malam spesial bernama Lailatul Qadar yang setara dengan seribu bulan. Artinya melakukan satu amal kebaikan pada malam itu setara dengan seribu amal kebaikan pada malam-malam di luarnya.

Tidurnya orang berpuasa bernilai ibadah, diamnya orang yang berpuasa bernilai tasbih, doanya dikabulkan, dan balasan atas perbuatan baiknya dilipatgandakan.

كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِى وَأَنَا أَجْزِى بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِى لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ. وَلَخُلُوفُ فِيهِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ

Artinya: Setiap amal kebaikan manusia akan dilipatgandakan dengan sepuluh kebaikan yang semisal hingga tujuh ratus kali lipat. Allah Ta'ala berfirman (yang artinya): Kecuali amalan puasa. Amalan puasa tersebut adalah untuk-Ku.

Aku sendiri yang akan membalasnya. Disebabkan dia telah meninggalkan syahwat dan makanan karena-Ku. Bagi orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kebahagiaan yaitu kebahagiaan ketika dia berbuka dan kebahagiaan ketika berjumpa dengan Rabbnya. Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak kasturi. (HR Al-Bukhari dan Muslim)

Jamaah sholat Jumat Rahimakumullah,
Yang menjadi pertanyaan, mengapa Allah memberikan anugerah yang luar biasa semacam itu? Hal ini bisa dipahami setidaknya dalam dua sudut pandang. Pertama, ini merupakan kemurahan dari Allah untuk hamba-Nya.

Sebagaimana Allah mengistimewakan hari Jumat di tengah hari-hari lain dalam sepekan, Allah pun mengistimewakan Ramadhan di tengah bulan-bulan lain dalam satu tahun. Momen tersebut menjadi kesempatan terbaik bagi setiap hamba meningkatkan aneka kebaikan.

Kedua, Ramadhan juga bisa dibaca sebagai sindiran kepada mereka yang umumnya terlalu tenggelam dengan kesibukan duniawi. Jam-jamnya, hari-harinya, dan bulan-bulannya, dipenuhi dengan aktivitas untuk kepentingan dirinya sendiri-atau paling jauh untuk keluarga sendiri. Sementara kegiatan yang benar-benar diniatkan untuk ibadah mendekatkan diri kepada Allah nyaris terlupakan.

Kita sering mendengar seorang ibu yang merayu anaknya dengan iming-iming hadiah untuk mencegahnya dari tindakan-tindakan bandel tertentu. Jangan-jangan Ramadhan adalah hadiah karena Allah tahu kita terlalu bandel, tak cukup waktu untuk bermesraan dengan-Nya, tak banyak waktu untuk mengingat-Nya. Itulah mengapa pada Lailatul Qadar kita justru dianjurkan banyak meminta ampun dengan membaca:

اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ اْلعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي

Artinya: Ya Allah Engkaulah Maha Pengampun, senang kepada ampunan, maka ampunilah aku.

Anjuran memohon ampunan adalah sinyal bahwa umat manusia memiliki kecenderungan berbuat lalai dan dosa. Ini adalah pesan tentang pentingnya muhasabah atau introspeksi diri seberapa besar kesalahan kita selama ini.

Sudahkah seluruh harta yang kita makan didapatkan dengan cara yang halal? Sudahkah kita bebas dari tindakan menyakiti orang lain?

Seberapa ikhlas kita menginfakkan sebagian kekayaan kita untuk di luar kepentingan kita? Seberapa semangat kita beribadah dibanding semangat kita melakukan aktivitas dunia? Dan seterusnya dan sebagainya.

Pembicaraan ampunan juga muncul dalam janji dalam sebuah hadits bahwa siapa yang berpuasa Ramadhan karena keimanan dan mengharap pahala dari Allah akan mendapat ampunan atas dosa-dosanya yang telah lewat (man shâma ramadhâna îmânan wa-htisâbah ghufira lahu mâ taqaddama min dzanbihi). Ini juga menyiratkan pesan tentang betapa manusia telah melewati hari-hari mereka dengan penuh kedurhakaan.

Melalui Ramadhan dan Lailatul Qadar, dosa-dosa yang pernah kita lakukan diharapkan terhapuskan. Memahami Ramadhan sebagai momen koreksi diri merupakan hal yang penting agar kita menghargai waktu dengan cara mengisinya secara positif dan memiliki kaitan dengan pendekatan diri kepada Allah Subhânahu Wa Taâlâ. Tidak meremehkan bulan-bulan di luar Ramadhan.

Imam al-Ghazali mengatakan, ketika seseorang disibukkan dengan hal-hal yang tidak bermanfaat dalam kehidupannya di dunia, maka sesungguhnya ia sedang menghampiri suatu kerugian yang besar. Sebagaimana yang ia nyatakan-dengan mengutip hadits-dalam kitab Ayyuhal Walad:

عَلاَمَةُ اِعْرَاضِ اللهِ تَعَالَى عَنِ الْعَبْدِ، اشْتِغَالُهُ بِمَا لاَ يَعْنِيهِ، وَ اَنﱠ امْرَأً ذَهَبَتْ سَاعَةٌ مَنْ عُمُرِهِ، في غَيرِ مَا خُلِقَ لَهُ مِنَ الْعِبَادَةِ، لَجَدِيرٌ اَنْ تَطُولَ عَلَيْهِ حَسْرَتُهُ

Artinya: Pertanda bahwa Allah Taala sedang berpaling dari hamba adalah disibukkannya hamba tersebut dengan hal-hal yang tak berfaedah. Dan satu saat saja yang seseorang menghabiskannya tanpa ibadah, maka sudah pantas ia menerima kerugian berkepanjangan.

Semoga Ramadhan yang telah kita lewati membawa manfaat bagi perbaikan diri kita sehingga melewati hari-hari dan bulan-bulan setelahnya dengan lebih baik sampai kita dipertemukan dengan Ramadhan-Ramadhan berikutnya, amin ya rabbal alamin.

Nah, itulah lima khutbah Jumat bulan Syawal 2024. Semoga contoh-contohnya membantu, ya!




(cln/cln)


Hide Ads