Hukum Berpuasa Saat Sudah Mendengar Takbir, Apakah Haram?

Bukber detikJateng

Hukum Berpuasa Saat Sudah Mendengar Takbir, Apakah Haram?

Arina Zulfa Ul Haq - detikJateng
Sabtu, 23 Mar 2024 16:00 WIB
Ilustrasi
Foto: Hukum berpuasa saat takbir (Getty Images/iStockphoto/REIMUSS)
Solo -

Perbedaan waktu Lebaran memang seringkali terjadi di Indonesia. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan metode penetapan awal bulan dalam kalender Hijriah atau kalender Islam.

Namun, yang sering menjadi pertanyaan adalah bagaimana hukum berpuasa saat sudah mendengar takbiran? Apakah haram? Yuk, simak penjelasannya.

Salah satu dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Surakarta sekaligus pengurus harian Masjid Raya Sheikh Zayed, Abd. Halim, M.Hum menjelaskan, puasa memang diharamkan jika seseorang sudah mengetahui dan meyakini jatuhnya tanggal satu Syawal.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Diharamkan puasa kalau sudah mengetahui dan meyakini jatuhnya tanggal satu Syawal. Jika pemerintah melalui ijtihadnya menetapkan tanggal satu Syawal, maka haram hukumnya berpuasa," kata Halim saat dihubungi detikJateng, Jumat (22/3/2024).

Hal ini pun tertera dalam hadis riwayat Bukhari dan Muslim. Dijelaskan jika pemerintah melalui ijtihadnya menetapkan tanggal satu Syawal, maka haram hukumnya berpuasa di hari yang ditetapkan.

ADVERTISEMENT

Ψ΅ΩˆΩ…ΩˆΨ§ Ω„Ψ±Ψ€ΩŠΨͺΩ‡ وأفطروا Ω„Ψ±Ψ€ΩŠΨͺΩ‡Ψ› فΨ₯Ω† ΨΊΩ… ΨΉΩ„ΩŠΩƒΩ… ΩΨ£ΩƒΩ…Ω„ΩˆΨ§ Ψ§Ω„ΨΉΨ―Ψ© Ψ«Ω„Ψ§Ψ«ΩŠΩ†

Artinya: "Berpuasalah jika kalian telah melihat hilal dan berharirayalah bila kalian telah melihat hilal bulan Syawal, apabila terhalang oleh mendung maka sempurnakanlah bulan Sya'ban menjadi tiga puluh hari". (HR Bukhari Muslim).

Lantas, bagaimana hukumnya jika terjadi perbedaan tanggal Lebaran di Indonesia? Apakah haram hukumnya seseorang berpuasa jika sudah mendengar takbir?

Ia menjelaskan bahwa kewajiban tersebut hanya berlaku bagi seseorang yang meyakini. Jika seseorang sudah meyakini tanggal 1 Syawal, maka di hari itu pula ia diharamkan untuk berpuasa.

"Dalam hal ini, sebaiknya dikembalikan kepada keyakinan masing-masing. Jika ada yang ikut salah satu ormas, misalnya NU atau Muhammadiyah, yang menetapkan 1 Syawal mendahului atau berbeda dengan pemerintah, maka kewajiban ada pada yang meyakininya," jelas Halim.

Dalam menyikapi perbedaan waktu Hari Raya Idul Fitri, kata Halim, yang terpenting adalah masyarakat Indonesia bisa saling menghormati dan menghargai pilihan masing-masing.

Bagi Anda pembaca detikJateng juga bisa menyampaikan pertanyaan seputar Puasa dan Ramadan yang akan dijawab oleh pakar di bidangnya. Pertanyaan bisa dikirim melalui email dengan subjek [bukber detikJateng] dan dikirimkan ke: infojateng@detik.com.




(apu/apu)


Hide Ads