Di perbukitan kapur Dusun Sendang, Desa Krakitan, Kecamatan Bayat, Klaten terselip satu rumah tua bergaya arsitektur abad 19. Rumah kuno itu secara turun-temurun oleh warga sekitar dijuluki Rumah Sakit Geger (perang).
Saat detikJateng mengunjungi rumah itu, Sabtu (18/11/2023), bentuknya tidak seperti bangunan rumah sakit pada umumnya. Bentuknya lebih menyerupai rumah tinggal kaum birokrat era kolonial.
Terletak di tepi jalan kampung, rumah joglo itu memiliki tembok setinggi 3-4 meter. Tanpa teras, dengan pintu utama di tengah, diapit dua jendela berbahan kayu jati serta satu pintu ukuran kecil.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bagian depan rumah merupakan pendapa yang ditopang enam pilar kayu jati. Ukuran bagian pendapa itu lebih luas dari kamar tidurnya di bagian belakang.
Kondisi rumah itu memprihatinkan sebab tembok bagian depan mulai bolong di beberapa titik karena proses korosif. Ruang pendapa digunakan untuk garasi dan gudang karena memang tidak lagi dihuni.
Tidak mudah menemukan rumah milik almarhum Noto Darsono itu. Rumah yang dikelilingi bukit-bukit kapur dan rimbun pepohonan jati di sebelah Utara Rawa Jombor lebih dikenal dengan sebutan Rumah Sakit Geger.
"Kalau orang sini menyebutnya dengan sebutan Rumah Sakit Geger atau perang. Kaitannya dengan perjuangan dokter Sardjito itu lho, yang jadi nama RS di Yogyakarta," ungkap cucu menantu Noto Darsono, Jaswadi (48) kepada detikJateng , Sabtu (18/11).
![]() |
Diceritakan Jaswadi rumah tersebut dinamakan Rumah Geger karena dari cerita keluarga digunakan Dokter Sardjito sebagai rumah sakit untuk merawat korban perang kemerdekaan. Rumah tersebut milik ayah Noto Darsono yang seorang bayan (Kadus).
"Bapaknya Pak Noto itu dulu bayan. Rumah ini digunakan untuk rumah sakit, merawat pejuang yang luka dari kejaran Belanda dan warga sini (1947-1949)," katanya.
Menurut Jaswadi, dokter Sardjito juga tinggal di dusun tersebut tetapi sampai berapa lama dirinya tidak mengetahui. Setelah Indonesia merdeka, rumah itu tidak digunakan lagi untuk merawat orang sakit tetapi diwariskan ke keluarga.
"Rumah itu milik keluarga, yang punya mas Agus tinggal di Jakarta. Dulu setiap ada mahasiswa kedokteran baru dari UGM Jogja, rumah sering dikunjungi, pernah juga dibuat shooting film dokumenter sejarah," tutur Jaswadi.
![]() |
Rumah tersebut, sambung Jaswadi, masih asli meskipun temboknya bolong dan genting bocor. Kayu dan bangunan masih asli saat perang kemerdekaan.
"Masih asli semua, kecuali genteng pernah diganti karena bocor. Kena gempa 2006 juga tidak rusak, yang merawat ya saya karena belum ada dari pemerintah," ucap Jaswadi.
Sekdes Krakitan, Kecamatan Bayat, Warsono mengatakan rumah tersebut berkaitan dengan sejarah Dokter Sardjito. Saat itu untuk merawat pejuang kemerdekaan.
"Iya dokter Sardjito jaman perjuangan, sampai jadi rektor UGM yang pertama. Rumah itu kini masih hak milik keluarga," katanya kepada detikJateng.
Terpisah, Analis Cagar Budaya dan Koleksi Museum Disbudparpora Pemkab Klaten, Wiyan Ari Tanjung mengatakan rumah itu erat kaitannya dengan sejarah dokter Sardjito. Dinas sudah mendata rumah tersebut.
"Kita sudah mendata sejak tahun 2019 yang lalu. Jadi di dinas sudah ada datanya," kata Wiyan.
Mengutip laman resmi UGM, Doktor Sardjito yang pernah menjabat sebagai Rektor pertama di UGM, dianugerahi gelar Pahlawan Nasional, pada 8 November 2019 lalu. UGM telah memperjuangkan Sardjito sebagai Pahlawan Nasional selama 9 tahun.
Selain itu, Sardjito di masa perang kemerdekaan 1945-1949 terlibat pemindahan institut Pasteur Bandung ke Klaten dan menjadi ketua PMI Klaten yang merawat dan mengupayakan obat-obatan untuk para pejuang kemerdekaan.
(cln/apl)