Selama 4 bulan terakhir kecelakaan di Jalan Tol Semarang-Solo Boyolali telah menewaskan 16 orang. Jalur Tol Boyolali ini pun disebut sebagai jalur tengkorak karena ada titik black spot atau daerah yang sering terjadi laka lantas.
Kecelakaan teranyar terjadi dalam dua hari berturut-turut yaitu pada Jumat dan Sabtu, 14-15 April 2023 yang menewaskan 11 orang. Polisi pun mendorong perlunya pembenahan di ruas jalur tersebut.
"Untuk tekan laka lantas, perlu adanya pembenahan di jalur tol Boyolali," kata Kasat Lantas Polres Boyolali, AKP M. Herdi Pratama kepada wartawan, Selasa (18/4/2023).
Herdi menerangkan kecelakaan lalu lintas di ruas jalan tol menjadi perhatian publik. Menurutnya, ada peningkatan fatalitas dibandingkan tahun lalu yaitu pada 2022, dari 51 kejadian ada 9 korban meninggal dunia, 5 luka berat dan 37 luka ringan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara di tahun 2023 ini, baru dalam kurun 4 bulan terakhir terjadi 10 kejadian dengan jumlah korban meninggal dunia ada 16 orang. Kemudian luka berat 4 orang dan luka ringan 19 orang. Kejadian paling sering di jalur A atau dari arah Semarang menuju Solo.
Polisi pun menggelar focus group discussion (FGD), Upaya Pencegahan Laka Lantas yang Terjadi di Ruas Jalan Tol Area Boyolali, Senin (17/4) kemarin. FGD yang menghadirkan pakar transportasi dari Universitas Indonesia ini menghasilkan sejumlah usulan solusi untuk menekan angka laka lantas di jalan tol.
Usulan tersebut tentu ditujukan kepada operator atau pengelola jalan tol Semarang-Solo. Dalam hal ini Trans Marga Jateng (TMJ).
"Karena kami tidak mungkin dari kepolisian membangun sarana prasarana jalan tol. Upaya kami yang bisa kami lakukan sesuai tupoksi kami, yakni melakukan patroli," ujar Herdi Pratama.
Herdi mengatakan perlunya pembangunan rest area baru atau pelebaran rest area yang sudah ada saat ini. Kemudian pembangunan sarana clear zone sebagai jalur darurat.
"Kemudian pembangunan sarana Clear Zone sebagai jalur darurat apabila pengemudi kehilangan kendali atau pun rem blong dapat langsung membanting stik ke clear zone untuk penyelamatan," ujar Herdi.
"Solusi low cost-nya lebih ke pembangunan papan perambuan yang menginformasikan pengendara untuk menurunkan kecepatan terutama di jalur A. Rambu yang digunakan disarankan reflector tipe 11 (menyala terang)," jelas dia.
Sementara itu, pakar transportasi Universitas Indonesia (UI) Alan Marino, mengaku telah mengecek langsung lokasi laka lantas tol Boyolali yang menewaskan delapan orang. Dia juga telah menyusuri jalan tol Boyolali.
"Saya sudah susuri jalan tol di Boyolali. (Mulai dari Km 473-Km 490) Kontur jalannya menurun, mobil nggak digas saja, mobil sudah kenceng sendiri," kata Alan Marino.
Selain itu, di ruas ini juga dinilai miskin rambu lalu lintas. Terutama rambu untuk mengurangi kecepatan sedangkan rambu yang lain juga kurang. Menurutnya, pembangunan jalan sebaiknya mempertimbangkan jarak pandang yang cukup guna meminimalisir fatalitas.
Kemudian, jalan tol Boyolali juga dinilai kekurangan rest area. Rest area yang ada, 487 A dan 487 B memiliki kapasitas kecil.
"Ini memang saya rasa pesan untuk semua, bukan hanya Boyolali saja. Rest area yang bisa dipakai untuk semua pihak," kata Alan Marino.