Sebanyak lima pasang pengantin di Purworejo, Jawa Tengah, dinikahkan bareng hari ini dengan mahar satu tusuk sate. Lalu apa makna mahar satu tusuk sate dalam pernikahan itu?
Ketua pelaksana acara nikah bareng unik, Ryan Budi Nuryanto mengungkapkan nikah dengan mahar satu tusuk sate kambing ini baru pertama kali ada di Indonesia. Sate yang digunakan sebagai mahar adalah Sate Winong yang merupakan makanan khas Kabupaten Purworejo yang berasal dari Desa Winong.
"Ini adalah yang pertama di Indonesia. Semoga dengan momentum ini para pengantin menjadi pasangan yang sakinah mawadah warahmah dan sekaligus bisa menaikkan level UMKM lokal dan potensi kuliner Sate Winong menjadi daya tarik lokal hingga internasional sehingga meningkatkan pendapatan masyarakat," kata Ryan, Rabu (22/2/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ryan menjelaskan, mahar Sate Winong juga memiliki makna khusus. Cita rasa yang manis karena dibalut dengan kecap khusus warisan nenek moyang serta daging kambing yang empuk diharapkan bisa menjadi gambaran kehidupan yang positif untuk para pengantin.
"Satu tusuk Sate Winong mengandung filosofi pengantin akan menyatukan cita rasa dengan kelembutan dan kemanisan hidup seperti Sate Winong yang dagingnya lembut, empuk dengan kecap racikan sendiri yang manis mantap," jelasnya.
Tentunya, mahar dalam pernikahan itu tak hanya satu tusuk sate. Tapi juga seperangkat alat salat dan cincin kawin. Semua fasilitas tersebut termasuk dekorasi, didapatkan dengan cuma-cuma alias gratis.
![]() |
Diketahui, pernikahan unik tersebut digelar di Pondok Pesantren Salaf API (Asrama Pendidikan Islam) Winong, Kecamatan Kemiri, Purworejo pada Rabu (22/2). Lima pasang pengantin ikut dalam nikah bareng.
Adapun para pengantin adalah Aziz Mu'alif (22) dan Dwi Etika (22), Aris Nurfauzi (28) dan Imroatul Hasanah (23), Ahmad Afik (24) dan Umi Syafiqoh (19), Ardiyanu (24) dan Lis Sururoh (21), serta Parianto Kurniawan (25) yang berpasangan dengan Koriah (23). Mereka merupakan santri dan santriwati Ponpes API Winong.
Pengurus ponpes, KH Nasihin Hamid menuturkan acara nikah bareng tersebut digelar dalam rangka memeringati 1 Abad Nahdlatul Ulama (NU), khataman Al-Qur'an sekaligus menyambut bulan suci Ramadan. Dengan semangat berkhidmat kepada NU, pihaknya juga mengharapkan berkah dari para pendiri NU.
"Ini kehendak Allah yang tidak lepas campur tangan Mbah Kiai Hasyim Ashari. Niat dari awal adalah ibadah dan ngalap berkah dari ulama sekaligus memperingati 1 abad NU, katam Al-Qur'an sekaligus menyambut Ramadan," kata KH Nasihin Hamid kepada detikJateng di sela-sela acara.
Halaman selanjutnya, harapan mempelai.
Sebelum ijab kabul dilaksanakan, lima pasang pengantin diarak keliling kampung dengan diiringi drum band dan musik rebana. Para warga pun menyambut dengan penuh senyum antusias. Setibanya di halaman ponpes, mempelai lelaki langsung menuju panggung sedangkan mempelai perempuan terpisah menuju ke rumah warga.
Satu per satu pengantin lelaki duduk berhadapan dengan wali nikah untuk mengikrarkan ijab kabul. Duduk di antara kerombong sate dan pelaminan dari kerajinan besek, ijab kabul pun diucapkan.
Usai ijab kabul, mempelai laki-laki dan perempuan dipertemukan di atas panggung diiringi sorak-sorai dan tepuk tangan hadirin. Setelahnya, mereka telah sah menjadi pasangan suami istri.
Salah satu pasangan pengantin, Aziz Mu'alif (22) dan Dwi Etika (22) merasa bersyukur bisa menikah dalam momen yang langka dan dengan mahar yang unik. Mereka berharap ke depannya bisa menjadi keluarga yang sakinah mawadah warahmah dan cepat diberi momongan.
"Ya senang terharu dan bersyukur. Saya sudah mondok sembilan tahun, akhirnya bisa nikah juga di sini," ucap Dwi Etika.
"Kami kenal sudah lama, tapi tidak pacaran. Ini momentum yang sangat langka, niat ngalap berkah 1 abad NU. Ke depan semoga cepat punya momongan," imbuh Aziz.
(rih/ahr)