Mengepel lantai merupakan salah satu rangkaian dari membersihkan rumah yang biasanya dilakukan setelah selesai menyapu seluruh lantai. Biasanya ada noda membandel yang tidak bisa hilang hanya dengan menyapu, melainkan harus dipel karena terkena air dan cairan pembersih khusus.
Uniknya, di Desa Beleq, Sembalun, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat ada tradisi mengepel lantai menggunakan kotoran ternak. Kegiatan ini bukan karena iseng atau menangkal tetangga datang, melainkan untuk menghangatkan rumah dan mencegah adanya nyamuk.
"Kotoran sapi akan membuat ruangan jadi hangat dan tidak ada nyamuk," kata pemandu lokal, Abdul Rozak, dikutip dari detikTravel, Rabu (19/3/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Desa mereka berada di bawah kaki Gunung Rinjani dan suhu di sana sangat dingin. Untuk menghangatkan rumah, mereka mengoleskan kotoran sapi di lantai. Ini pun menjadi tradisi bagi Suku Sasak dan dilakukan pada setiap rumah.
"Sampai sekarang pun tradisi ini masih dilakukan oleh warga Desa Beleq," tutur Rozak.
Lalu, apa rumahnya tidak bau?
Untuk menyiasati bau dari kotoran ternak tersebut, mereka mencampurkan kotoran sapi dengan kayu bakar, tanah, dan air. Lalu kotoran yang digunakan adalah kotoran yang dikeluarkan pada pagi hari. Selain itu, warga di sana tidak mengepel lantai dengan kotoran ternak setiap hari, melainkan hanya seminggu sekali.
"Kotoran sapi akan dicampur dengan kayu bakar, tanah, dan air," katanya.
Selain Desa Beleq, tradisi ini juga dilakukan di Desa Sade, Rembitan, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat. Namun, fungsi dari kotoran ternak ini berbeda dengan tujuan di Desa Baleq. Di kedua desa itu, lantai rumah dilumuri kotoran kerbau untuk menghilangkan debu dan memperkuat lantai.
Kotoran yang dapat digunakan adalah kotoran ternak seperti sapi dan kerbau yang sudah kering. Kemudian, mereka campurkan dengan air. Tradisi ini juga dilakukan hanya seminggu sekali, tidak setiap hari.
(aqi/aqi)