Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Degayu, Kota Pekalongan, overload. Tingginya tumpukan sampah yang mencapai 20 meter membuat TPA itu menjelma laksana 'bukit' di pinggir Kota Pekalongan.
Pantauan detikJateng, Selasa (21/2/2023), penampakan tumpukan sampah yang sebagian sudah ditumbuhi rumput membuat TPA Degayu makin menyerupai bukit. Antrean truk pengangkut sampah tampak hilir mudik di pintu masuk.
Tidak jauh dari itu, berkerumun belasan pemulung yang siap memilah sampah plastik dan kertas. Para pemulung ini --diakui atau tidak-- turut mengurangi sampah-sampah yang setiap hari menumpuk.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mereka berjumlah total sekitar 50 orang. Suyanto (36) warga Degayu adalah satu dari sekian banyak pemulung yang setiap hari mengais sampah di TPA Degayu dari pagi hingga pukul 17.00 WIB.
Suyanto memilah sampah jenis kertas dan plastik. Ada juga, botol-botol air mineral. Sejak pagi sampai sore, ia bisa membawa uang Rp 100 ribu hingga Rp 150 ribu.
"Kalau empat karung penuh, saya setor ke pengepul. Dapat uangnya sore. Kalau sedikitnya ya Rp 100 ribu, kalau lagi semangat bisa Rp 150 ribu. Untuk menafkahi anak istri," kata ayah tiga anak ini.
Ia sendiri sudah 10 tahun, memilah sampah-sampah di lokasi tersebut. "Ya setiap hari banyak sampah semakin menutup sini. Tadinya saja di tengah ini ada jalan, lokasi sini, sudah ketutup," ungkapnya.
![]() |
Suyanto mengatakan meski menggunung, aroma sampah tidak sampai tercium ke permukiman warga. Sebab, jarak antara TPA dengan permukiman cukup jauh.
"Tidak sih. Kan jauh dari perumahan warga, dekat dengan laut juga. Sebelum rumah warga ada banyak tambak juga, jadi nggak berbau," ungkapnya.
Dari data Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Pekalongan, tercatat TPA Degayu ini mulai beroperasi sejak tahun 1994, dengan luas 5,8 hektare yang mempunyai daya tampung ideal mencapai 740 ribu meter kubik.
Wali Kota Pekalongan, HA Afzan Arslan Djunaid, mengakui TPA satu-satunya di Kota Pekalongan itu sudah melebihi kapasitas. Bahkan, kondisi TPA Degayu sudah mencapai standar ketinggian tumpukan sampah dari Kementerian Lingkungan Hidup.
"Yang jelas di TPA Degayu, kapasitas overload, tingginya sudah sekitar 20 meter, padahal dari Kementerian Lingkungan Hidup batasnya 20 meter. Kita berupaya keras," kata Aap sapaan akrabnya, saat ditemui detikJateng di ruang kerjanya, Selasa (21/2).
Lokasi kota yang sempit, tentunya menjadi persoalan tersendiri. Opsi perluasan ataupun membuat TPA baru, diyakini akan mendapat tentangan banyak warga yang tidak setuju.
"Ya, sebetulnya untuk kondisi sampah di Kota Pekalongan ini walaupun kota kecil, 4 kecamatan 27 kelurahan, tetapi sampah yang masuk ke TPA Degayu itu sekitar kurang lebih 120 ton per hari. Kondisinya memang sudah overload," kata Aap.
Diakuinya, DLH sempat mengajukan anggaran untuk pembelian tanah di sekitar TPA. Namun justru ditolak olehnya karena akan menjadi persoalan sampah yang akan kembali overload.
"Permasalahan akan selalu sama. Itu langsung saya tolak anggaran itu, dan saya memerintahkan Kepala Dinas PU dan LH, beserta jajarannya saya tugaskan bagaimana PR yang pertama dituntaskan itu mengurangi gunungan sampah di TPA Degayu. Jadi bukan memperluas lahan, yang nantinya saya yakin (masalahnya) akan sama gunungannya," ungkap Aap.
Sejumlah solusi ditempuh Pemkot Pekalongan. Simak di halaman selanjutnya.
Saat ini, Aap tengah menempuh sejumlah skenario untuk mengurangi gunungan sampah. Langkah pertama adalah pembelian alat pembakaran sampah mandiri.
"Tetapi volume alat pembakaran itu masih sangat kecil, hanya sekitar 20 ton per alat per hari, masih kurang banyak, yang menumpuk ini lebih banyak," kata Aap.
Langkah kedua, adalah program OOps Mami (Omah Olah Pilah Sampah Mandiri dan Berekonomi) yang sudah diresmikan di Kecamatan Pekalongan Barat. Progam ini mengubah sampah menjadi ternak maggot untuk pakan ternak lele maupun unggas.
"Terus untuk beberapa referensi di Kota Kediri dan Malang itu soal pengelolaan sampah. Yang pertama dijadikan gas metan dan disambungkan ke rumah-rumah warga ternyata bisa menghasilkan gas, jadi warga tidak usah pusing lagi membeli gas dan lain sebagainya," ucapnya.
Dari langkah pertama dan kedua tadi, diklaim Aap, mengurangi sampah sebanyak 30 persen. "Sudah mengurangi sekitar 30 persen, berarti progresnya sudah ada peningkatan, sehingga nanti kalau sudah ada digunakan untuk gas metan, dan lain-lain, akan bisa mengurangi lagi secara signifikan," jelas Aap.