Dinas Peternakan Kabupaten Grobogan mencatat sejumlah sapi mati akibat penyakit cacar kulit (LSD). Setidaknya ada 22 sapi yang mati di Desa Jambangan, Kecamatan Geyer, akibat penyakit ini.
"Dari Desa Jambangan ada 22 sapi dilaporkan mati karena LSD. Kalau yang tercatat sementara di data ISIKHNAS Grobogan baru 7 sapi yang mati. Tidak semua sapi mati karena LSD tercatat di ISIKHNAS karena pemilik tidak melaporkan ke Pusat Kesehatan Hewan," kata Kepala Dinas Peternakan Grobogan, Riyanto, saat dihubungi detikJateng, Rabu (8/2/2023).
Riyanto menjelaskan Grobogan masuk zona merah penyakit LSD pada sapi. Tercatat LSD sudah menjalar ke 19 kecamatan dan tercatat ada 1.075 kasus cacar kulit LSD ini. Dari data itu 1.060 kasus masih aktif, 25 kasus baru, 8 kasus sudah berhasil sembuh dan 7 kasus tercatat mati.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini data yang tercatat di ISIKHNAS. Mereka (peternak) melaporkan dengan adanya ciri cacar pada kulit sapi dan dilakukan beberapa tindakan dari Pusat Kesehatan Hewan," lanjutnya.
Menurut catatan Dinas Peternakan Grobogan, kasus LSD ini pertama ditemukan pada pertengahan Januari 2023. Sejak itu ada sapi yang dilaporkan terjangkit dengan ciri gejala LSD. Ada juga yang dilaporkan mati dan sembuh dari kasus LSD.
"Hingga saat ini belum ada vaksin yang datang ke Grobogan baik dari Dinas Peternakan Provinsi Jawa Tengah atau dari Kementerian Pertanian," jelas Riyanto.
Meski demikian peternak diimbau agar tidak khawatir menghadapi kasus LSD. Sebab penyakit cacar kulit ini bisa diantisipasi dengan beberapa langkah yakni vaksinasi, vitamin, dan pengusiran lalat, nyamuk, dan hewan kecil yang menularkan virus melalui kulit.
"Dalam waktu dekat ini akan turun minimal 400 dosis vaksinasi dari total kebutuhan 170 ribu lebih dosis sapi di seluruh Grobogan," ungkap Riyanto.
"Bisa diantisipasi agar virus LSD ini tidak menyerang sapi dan jika sudah ada tanda bintik cacar pada kulit sapi, peternak harus melaporkan ke Puskewan untuk disuntik agar nafsu makan hewan naik dan bisa berdiri," imbuh Riyanto.
Peternak sapi di Desa Sugihmanik, Tanggungharjo, Sukarto mengaku masih beternak sapi meski sapi milik tetangganya sudah habis lantaran terserang penyakit LSD. Ia merawat 8 sapinya dengan sistem bagi hasil.
"Jadi semua diikuti atas perintah bos saya dengan memberikan vitamin dan obat penanggulangan wabah. Kalau ada kejadian kita laporkan ke bos saya dan diberikan obat," kata Sukarto.
Sukarto menjelaskan sapinya juga sempat lemas, kurus, dan sakit. Setelah diberi obat serta vitamin, sapinya kini sekarang sudah sehat.
"Tetap waspada dan memperhatikan ternak supaya kita tahu perkembangan kondisi kesehatan ternak kita," ujar Sukarto.
(dil/rih)