Kasus kematian ternak sapi akibat penyakit mulut dan kuku (PMK) di Boyolali bertambah dari sebelumnya 5 ekor menjadi 17 ekor. Jumlah sapi yang terjangkit PMK juga bertambah dan tersebar di 10 kecamatan.
"Saat ini di Boyolali dari yang disurveilans 200 ekor ini yang rentan, yang menunjukkan gejala (terjangkit PMK) 102 ekor. Kemudian yang laporan sudah mati 17 ekor. Ini yang masuk laporan ke kami, baik melalui hotline service maupun melalui teman-teman di Puskeswan," ungkap Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan (Disnakan) Boyolali, Lusia Dyah Suciati, di kantornya, Jumat (3/1/2025).
Lusia mengatakan, pihaknya sudah melakukan surveilans sejak ada laporan munculnya PMK kembali di Boyolali. Dari pertengahan Desember 2024 hingga hari ini, surveilans dilakukan terhadap 200 ekor sapi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari jumlah tersebut, ada 102 ekor sapi yang bergejala terjangkit virus PMK. Kemudian yang dilaporkan mati sebanyak 17 ekor. Sebagian besar kasus PMK terjadi di wilayah Boyolali utara dan kebanyakan dialami sapi potong.
"Yang saat ini gejala (PMK) yang muncul di Boyolali bagian utara, ini sapi potong. Justru yang rentan ini sapi potong," ujar Lusia.
Menurut Lusia, kasus PMK kali ini telah tersebar di 10 kecamatan yaitu Kecamatan Andong, Klego, Wonosegoro, Simo, Karanggede, Ngemplak, Sambi, Mojosongo, Cepogo, dan Musuk.
Lusia menyatakan, sapi-sapi yang dilaporkan terjangkit PMK itu semuanya sudah mendapat pengobatan. Dinas juga meminta sapi-sapi itu diisolasi sampai sembuh.
Agar virus PMK tak merebak seperti pada 2022 lalu, Disnakan bersama dengan instansi terkait telah melakukan langkah-langkah pengendalian dan pencegahan. Pihaknya juga melakukan pengawasan di pasar hewan.
Pada Selasa Pahing (31/12/2024), hari pasaran di pasar hewan Jelok Cepogo, dilakukan penyemprotan disinfektan oleh PMI Boyolali. Penyemprotan dilakukan pagi sebelum pasar buka. Adapun Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disdagperin) melakukan penyemprotan disinfektan ke sapi-sapi yang masuk ke pasar.
"Dari kita petugas dari medis veteriner atau dokter hewan dari UPT Puskeswan bersama Keswan Disnakan melakukan pengecekan kesehatannya (sapi-sapi di pasar hewan). Setelah pasar tutup, kembali disemprot oleh PMI," jelas Lusia.
"Kita juga kerja sama dengan paguyuban pedagang sapi. Kalau ada sapi yang secara medis menunjukkan sakit, indikasi bergejala (PMK) kita obati. Kita minta dipulangkan dulu, diisolasi sampai sembuh kembali," sambungnya.
Lusia juga mengimbau peternak agar menjaga kebersihan kandang dan melakukan bioscurity. Apalagi di musim hujan seperti ini agar peternak lebih intens menjaga kebersihan dan memberi pakan yang cukup untuk menjaga imunitas sapi.
"Senjata ampuh kita vaksinasi. Kebetulan tanggal 29 Desember 2024 kami mendapat bantuan dari Kementan melalui APPSI sejumlah 50 botol atau 1.250 dosis. Sudah kami suntikkan ke sapi-sapi, sampai kemarin terealisasi 230 dosis," ucap Lusia.
Vaksin PMK ini diberikan ke sapi-sapi yang sehat. Jika dalam pelaksanaannya menemukan sapi yang sakit, maka langsung diobati terlebih dahulu.
"Kami berharap peternak dan pedagang tidak memperjualbelikan sapi yang bergejala sakit. Segera dilaporkan ke kami untuk kita lakukan pengobatan, kalau sudah sembuh bisa diperjualbelikan lagi," harapnya.
Diberitakan sebelumnya, kasus penyakit mulut dan kuku (PMK) pada ternak sapi kembali muncul di Boyolali. Sejak Oktober hingga pengujung Desember 2024, kasus PMK di Boyolali mengalami peningkatan.
"Iya, sejak Oktober lalu. Per 27 Desember (2024) kemarin, data yang masuk ada 32 sapi (yang terjangkit PMK)," kata Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan Boyolali, Lusia Dyah Suciati, Minggu (29/12/2024).
"Tersebar di Kecamatan Andong, Kecamatan Simo, Kecamatan Sambi, dan Kecamatan Wonosegoro. Di Musuk juga ada, tapi belum laporan," sambungnya saat itu.
Dari 32 kasus yang dilaporkan tersebut, ada 5 ekor sapi yang mati. Semuanya merupakan jenis sapi potong. Tersebar di Kecamatan Andong sebanyak 3 ekor, terdiri di Desa Munggur satu ekor dan Desa Beji ada 2 ekor. Lalu 2 ekor di Desa Jatisari, Kecamatan Sambi.
"Ada 5 ekor sapi yang mati," ujarnya.
Menurut Lusia, sumber penularan terbesar PMK ini yaitu pada lalu lintas hewan. Karena pihaknya sudah melakukan vaksinasi PMK pada hewan ternak warga. Selain itu, faktor curah hujan yang tinggi juga disebut memicu penyebaran virus PMK. Sehingga kasusnya meningkat lagi.
(dil/rih)