Sebanyak 45 orang mengganti kolom keyakinan di KTP menjadi kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa di Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kabupaten Magelang. 45 orang tersebut merupakan penghayat ajaran Sapta Darma.
Salah satunya penghayat Sapta Darma adalah Suwahono (46), warga Maron, Desa Temanggung, Kecamatan Kaliangkrik. Saat detikJateng berkunjung di rumahnya tepatnya di lereng Gunung Sumbing, Suwahyono sedang berada di ladang. Ia tengah bercocok tanam daun bawang dan sayuran lainnya.
Suwahono yang biasa disapa Wahono ini menuturkan dirinya ikut bersama 44 warga lainnya mengganti di kolom KTP menjadi kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Penantian yang telah lama itu, akhirnya bisa dia dapatkan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Awalnya saya ikut dalam ajaran Sapta Darma dulu dari ayah. Ayah mengikuti cara sujud menembah, saya tertarik setelah melihat apa tujuan dari orangtua saya," kata Wahono saat ditemui di rumahnya, Kamis (20/10/2022).
Berbincang di cuaca berkabut ditemani kopi, Wahono melanjutkan cerita mengena Sapta Darma tersebut. Wahono menyebut ajaran Sapta Darma tak bisa dipisahkan dengan wewarah (ajaran) tujuh.
"Setelah membaca wewarah tujuh itu tertarik untuk mengikuti warisan bapak saya," tuturnya.
"Yang penting tujuan utama kami belajar tentang mewarah tujuh yang menjadi pedoman hidup. Yang jelas, kami ada kejujuran, intinya ada kejujuran. Dulu saya tidak menjalankan ibadah (secara Islam), kok di-KTP tertulis Islam saya kok tidak memiliki kejujuran. Sekarang (tertulis kepercayaan terhadap Tuhan YME) ya sangat berterima kasih," imbuh Wahono.
Wahono menyebutkan rumahnya dijadikan semacam sanggar. Di mana setiap malam Jumat Wage atau Minggu Pon dijadikan tempat sarasehan bagi warga penghayat Sapta Darma.
"Dalam sarasehan Sapta Darma yang dibahas tentang wewarah tujuh dan bagaimana kita menjalankan wewarah itu semestinya kita berbangsa dan bernegara jangan sampai melanggar wewarah tujuh," tuturnya.
Ditemui terpisah, Ketua Persada (Persatuan warga Sapta Darma) Hasto Broto mengatakan jumlah warga Sapta Dharma di Kabupaten Magelang sekarang terdata 128 orang.
"Jumlah warga itu dulu banyak, tapi banyak yang muda-muda kerja di luar, makanya yang disini sekarang cuman 128 orang se-Kabupaten Magelang," katanya saat ditemui di Sanggar Candi Busana di Gaten, Desa Bondowoso, Kecamatan Mertoyudan.
Dari 128 warga tersebut, kata dia, sebanyak 39 KK warga Maron, Desa Temanggung, Kecamatan Kaliangkrik dan wilayah Mertoyudan ada 6 sehingga jumlahnya 45 yang melakukan penggantian KTP.
"Kemarin Maron 39 di sini (Mertoyudan) tambahan 6. Ya sekitar 50-an yang sudah ber-KTP yang lain bertahap. Nanti setelah Maron karena paling banyak, nanti di Prambelan, Munggangsari (Kaliangkrik), bertahap lagi," ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, warga penghayat Sapta Darma lainnya, Suharto menambahkan wewarah tujuh tersebut menjadi pedoman hidup mereka dalam kehidupan bermasyarakat.
"Ini (wewarah pitu dan sesanti) menjadi pedagang hidup kita," ujarnya.
Selengkapnya tentang wewarah tujuh di halaman berikutnya...
Suharto menuturkan, wewarah tujuh itu yakni: pertama, setya tuhu marang Allah Hyang maha Agung, Maha Rokhim, Maha Adil, Maha Wasesa lan Maha Langgeng (setia dan taat kepada Allah Yang Maha Agung, Maha Rokhim, Maha Adil, Maha Wasesa, Maha Langgeng). Kedua, kanthi jujur lan sucining ati kudu setya anindakake anger-angger ing Negarane (dengan jujur dan suci hati, harus setia menjalankan perundang-undangan Negaranya).
Ketiga, melu cawe-cawe acancut tali wanda njaga adeging Nusa lan Bangsa (Turut serta menyingsingkan lengan baju menegakkan berdirinya Nusa dan Bangsanya). Keempat, tetulung marang sapa bae yen perlu, kanthi ora nduweni pamrih apa bae, kejaba mung rasa welas lan asih (menolong kepada siapa saja bila perlu, tanpa mengharapkan sesuatu balasan, melainkan berdasarkan rasa cinta dan kasih).
Kelima, wani urip kanthi kapitayan saka kekuwatane dhewe (berani hidup berdasarkan kepercayaan atas kekuatan diri sendiri). Keenam, tanduke marang warga bebrayan kudu susila kanthi alusing budi pekerti, tansah agawe pepadhang lan mareming liyan (sikapnya dalam hidup bermasyarakat, kekeluargaan, harus susila, beserta halusnya budi pekerti, selalu merupakan petunjuk jalan bagi yang lain).
Ketujuh, yakin yen kahanan donya iku ora langgeng tansah owah gingsir (anyakra manggilingan) (Yakin bahwa keadaan dunia itu tiada abadi, melainkan selalu berubah-ubah).