Ternyata 'NKRI Harga Mati' Baru Dicetuskan Mbah Liem dari Klaten

Ternyata 'NKRI Harga Mati' Baru Dicetuskan Mbah Liem dari Klaten

Tim detikJateng - detikJateng
Selasa, 16 Agu 2022 16:53 WIB
Mbah Liem, pencetus slogan NKRI Harga Mati
Mbah Liem, pencetus slogan 'NKRI Harga Mati'. Foto: Bayu Ardi Isnanto/detikcom
Klaten -

Slogan 'NKRI Harga Mati' selalu bergema tiap menjelang peringatan HUT RI pada 17 Agustus. Tahukah kamu kalau slogan itu sebenarnya terbilang masih baru alias belum dipekikkan para pejuang kemerdekaan pada 1945 silam?

Dari penelusuran detikNews, slogan nan bernas itu ternyata dicetuskan almarhum Mbah Liem, ulama besar dari Klaten pada tahun 1990-an. Berikut kisahnya.

Mengenal Sosok Mbah Liem

Mbah Liem adalah panggilan akrab dari almarhum KH Moeslim Rifa'i Imampuro. Beliau adalah pendiri Pondok Pesantren Al-Muttaqien Pancasila Sakti (Alpansa) yang beralamat di Jalan Sumberejo Raya, Dusun 2, Troso, Kecamatan Karanganom, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mbah Liem dikenal salah satu ulama kharismatik dari kalangan Nahdlatul Ulama (NU). Dia adalah keturunan Kiai Imampuro, ulama ternama dari Keraton Surakarta. Semasa hidupnya, Mbah Liem dekat dengan kalangan petinggi negara hingga kaum petani di pedesaan.

Sejak muda hingga menjelang akhir hayatnya, Mbah Liem dikenal sangat akrab dan selalu mendampingi dan menjadi salah satu satu pembela utama Gus Dur. Di balik nama besarnya, Mbah Liem selalu berpenampilan bersahaja, bahkan jarang mengenakan atribut yang biasa dipakai para ulama.

ADVERTISEMENT

Tentang 'NKRI Harga Mati'

Tiap menghadiri berbagai kegiatan seperti pertemuan para kiai maupun acara-acara umum lainnya, Mbah Liem semasa hidupnya kerap menyerukan 'NKRI Harga Mati' dengan lantang. Menurut salah seorang putranya yang kini mengasuh Ponpes Alpansa, Saifudin Zuhri, slogan NKRI Harga Mati mulai dikenalkan ayahnya sejak tahun 1990-an.

"Pastinya saat itu beliau sudah sepuh (tua). Paling tidak itu saat berdirinya pesantren ini, sekitar 1994-1995," kata Saifudin Zuhri yang akrab disapa Gus Zuhri saat ditemui di rumahnya, di dalam lingkungan Ponpes Alpansa Klaten pada Rabu (16/8/2017), dikutip dari detikNews.

Setelah mempopulerkan slogan NKRI Harga Mati, Gus Zuhri mengatakan, ayahnya menambahkan akronim PAMD, kependekan dari Pancasila Aman Makmur Damai. Dengan demikian, pelafalan slogan baru tersebut menjadi 'NKRI PAMD Harga Mati'.

"Mbah Liem pernah menulis, 'Dari manapun kebangsaannya, yang ingin mengganti dasar negara Pancasila, saya dhoif muslim (Mbah Liem) wajib mengingatkan, mengingatkan.' Disebut dua kali artinya penekanan, tidak ada yang boleh mengganti Pancasila," kata pria yang menjabat Ketua Yayasan Al-Muttaqien Pancasila Sakti itu.

Halaman selanjutnya, nasionalisme Mbah Liem...

Nasionalisme Mbah Liem

Dari hasil kajian Mbah Liem selaku ulama, Pancasila menurutnya sudah final. Dia memastikan tak ada dasar negara selain Pancasila yang dapat digunakan di Indonesia. Dengan Pancasila, Mbah Liem menjamin Islam yang rahmatan lil alamin dapat benar-benar diwujudkan.

Seperti ulama pada umumnya, Mbah Liem selalu menanamkan pentingnya menumbuhkan nasionalisme yang tinggi kepada para santrinya. Sebab, nasionalisme adalah salah satu kunci untuk menjaga warisan para pendiri bangsa, termasuk ulama, yang memerdekakan Indonesia.

Pengamalan Pancasila di Ponpes

Mbah Liem meninggal pada 2012 saat berusia 91 tahun. Makamnya berada di sebuah joglo di kompleks pondok pesantrennya. Bangunan Jawa itu diberi nama Joglo Perdamaian Umat Manusia Sedunia.

Meski Mbah Liem sudah meninggal, tradisi yang dia ciptakan untuk menanamkan nilai-nilai Pancasila kepada para santrinya masih dilanjutkan sampai sekarang. Di Pondok Pesantren Al-Muttaqien Pancasila Sakti, para santri MTs dan MA wajib mengikuti upacara bendera.

Lagu-lagu kebangsaan seperti Indonesia Raya juga selalu berkumandang dalam berbagai acara di ponpes tersebut.

"Kadang sebelum ngaji santri diminta menghafal Pancasila dan UUD 45. Sebelum salat pun kita selalu membaca doa untuk keselamatan NKRI dan kesejahteraan bangsa. Doanya anak-anak pasti hafal semua itu. Kalau ada kiai nggak setuju dengan itu ya artinya kiai liar," terang Gus Zuhri.

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Sarasehan Ulama - Asta Cita dalam Perspektif Ulama NU"
[Gambas:Video 20detik]
(dil/rih)


Hide Ads