Perwakilan pegawai non-ASN di Jawa Tengah (Jateng) mendatangi DPRD Jateng untuk mempertanyakan nasibnya terkait rencana penghapusan tenaga honorer pada November 2023. Di Jateng ada puluhan ribu pegawai non-ASN yang berisiko kehilangan pekerjaan.
"Kalau ambil presentase aja yah, risiko kehilangan pekerjaan kalau kami ambil dari aspek pendidikan itu 60 persen. Iya 25 ribu ada," kata Ketua Persatuan non-ASN Jateng, Arif Mulyanto, di ruang Komisi A DPRD Jateng, Jalan Pahlawan, Semarang, Jumat (29/7/2022).
Mereka berharap adanya solusi yang memperjelas nasib mereka. Misalnya dengan pengangkatan ASN yang memprioritaskan tenaga non-ASN.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini akan menjadi sangat baik ketika kami diakomodir oleh pemerintah melalui aparatur sipil negara tentunya melalui mekanisme rekruitmen yang adil, yang akomodatif terhadap kami," katanya.
Sebab dengan proses rekruitmen yang ada, para pegawai non-ASN yang sudah bertahun-tahun bekerja akan kesulitan ketika berhadapan dengan calon ASN lain yang baru lulus kuliah.
"Kami adalah teman-teman yang sudah lama. Tentunya lakukan rekruitmen tes tentu mekanismenya terhadap keahlian kami, bukan kami tes, karena sekian tahun kami berjibaku dengan pekerjaan itu dan kemudian dihadapkan dengan tes CAT dan sebagainya tentunya itu sangat tidak adil bagi kami yang sudah lama tidak dipangku keadilan," katanya.
Sebagai informasi rencana penghapuskan non-ASN pada November 2023 diatur dalam Surat Edaran Menpan-RB bernomor B/185/M.SM.02.03/2022.
Sementara itu, Kepala Bidang Informasi dan Kepegawaian BKD Provinsi Jateng Sukardi mengatakan khusus di Pemprov Jateng ada sekitar 27 ribu tenaga non-ASN. Jumlah itu bisa jauh lebih besar jika ditambah dengan pegawai non-ASN di kota/kabupaten di Jateng.
"Khusus di lingkup Pemerintah Provinsi yang ASN-nya tadi kan 47 ribu. Itu (non-ASN) 27 ribu sendiri. (Kota/kabupaten) beda lagi, jumlahnya variatif," katanya.
Saat ini, Komisi A DPRD Jateng berjanji akan membawa aspirasi pegawai non-ASN itu ke Menpan-RB dan Mendagri untuk mencari solusi. Namun, Sukardi menyebut bila dirinya tidak berani membuat rencana lain karena peraturan kepegawaian merupakan kewenangan pemerintah pusat.
"Kita tidak berani, karena biasanya kan begini dari pusat itu kalau sudah ada ketentuan yang nanti membatasi tadi itu, pun nanti akan tetap ada jalan keluarnya, tidak mungkin terserah nanti itu daerah bergerak sendiri-sendiri kan tidak mungkin," katanya.
"Karena begini teknisnya itu mereka kan setiap bekerja sudah diberi gaji, diberi pendapatan, tapi kan itu ada batas waktunya, non-ASN itu ada batas waktunya, kontraknya, bukan sebagaimana PNS sampai nanti pensiun," pungkasnya.
(aku/apl)