Umbul Manten atau Umbul Peteng tidak hanya menjadi sumber mata air bagi warga Klaten tapi juga ada kisah mistis masa lalu. Mata air di Desa Sidowayah Kecamatan Polanharjo, Klaten, Jawa Tengah itu memiliki legenda keberadaan Sumpil Buntung (keong sungai tumpul). Apa itu?
Untuk membuktikan cerita legenda itu, detikJateng mencoba mencari beberapa ekor Sumpil di tepi umbul. Baik yang ukurannya besar atau kecil, ujung sumpil memang tumpul.
Binatang sungai itu paling besar seukuran jari kelingking. Warna cangkang hitam atau cokelat tua, tapi soal penyebab tumpulnya karena sabda raja, boleh percaya boleh tidak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Direktur Bumdesa Sinergi Desa Sidowayah yang membawahi pengelolaan objek wisata Umbul Manten, Hartoyo menjelaskan ada cerita turun-temurun tentang Sumpil Buntung di Umbul Manten. Sumpil atau sejenis keong sungai di mata air itu tidak runcing seperti di daerah lainnya.
"Ada cerita sejarah tentang Sumpil Buntung di situ. Sumpil di Umbul Manten pada buntung semua karena kena sabda (perkataan) raja," ujar Hartoyo kepada detikJateng, Sabtu (19/3/2022).
Dari cerita tutur di desa itu, kata Hartoyo, binatang air sejenis keong itu awalnya memiliki ujung yang runcing. Suatu ketika ada rombongan raja mandi di lokasi.
"Saat mandi itu lah ada putri raja atau bangsawan lain yang terkena ujung Sumpil hingga luka. Raja yang tahu mengeluarkan sabda biar Sumpil itu buntung, jadinya buntung semua sampai sekarang," jelas Hartoyo.
Akibat sabda raja itu, kata Hartoyo, keong Sumpil di Umbul Manten dan sekitarnya berbeda dengan keong Sumpil lainnya. Bentuk ujungnya lebih pendek dan tidak runcing.
"Sumpil di sini jadi beda dengan yang di atas sana (umbul lain). Ujungnya lebih tumpul sehingga tidak bahaya di kaki," sambung Hartoyo.
![]() |
Hal senada juga disampaikan Tuminem (65) pedagang di Umbul Manten. Menurut cerita turun-temurun sumpil di Umbul Manten buntung karena pernah melukai rombongan raja.
"Ceritanya ada rombongan raja dari Solo, tapi saat di sini kena keong runcing itu kena rombongan. Raja berkata biar Sumpil itu buntung saja," tutur Tuminem yang sudah 25 tahun berjualan di Umbul Manten.
Tuminem menerangkan, mata air itu dulunya sepi dan tidak seramai sekarang setelah untuk wisata. Meski begitu, sudah ada orang berjualan tapi untuk orang yang tirakat kungkum.
"Dulu mata airnya cuma satu, sekarang ada kolam tambahan. Dulu sudah untuk wisata kungkum dan ada yang jualan tapi tidak banyak," ungkap Tuminem.
Umbul itu, sebut Tuminem, dulu disebut Umbul Peteng karena rerimbunan pohon ipik (sejenis beringin) yang berukuran besar. Sebelum ada rumah dan toko-toko, umbul ini dulu bisa dilihat dari jalan.
"Dulu disebut Umbul Peteng karena rimbun pepohonan, tidak sembarang orang berani. Sekarang yang kungkum sudah jarang, ada satu dua tapi masih diambil airnya untuk acara-acara tertentu," terang Tuminem.
Kadus 1 Desa Sidowayah, Junaidi membenarkan ada cerita legenda Sumpil Buntung itu. Ceritanya karena keong di umbul Manten itu melukai rombongan raja.
"Setelah melukai dikatakan buntung oleh raja dan jadi buntung semua. Kalau ukuran sama Sumpil lainnya tapi ujungnya lebih tumpul, tapi ya tetep binatang biasa," tutur Junaidi.
Sebelumnya diberitakan, umbul Manten, Umbul Peteng, atau Umbul Janti di Desa Sidowayah, Kecamatan Polanharjo, Klaten, Jawa Tengah diyakini menjadi tempat berendam alias kungkum para raja. Jejak usia berabad itu bisa dilihat dari beberapa pohon Ipik (sejenis beringin) tua yang tumbuh di sekitar mata airnya.
Ada tujuh pohon yang mengelilingi mata air utama dengan diameter sekitar 1-2 meter dengan akar tunggang yang sebagian terlihat ke permukaan. Ada tiga pohon yang terpaksa dipangkas karena ambruk dan diberdirikan lagi oleh masyarakat.
Lokasi umbul ini jaraknya sekitar 4 kilometer dari Pesanggrahan Keraton Surakarta di Tegalgondo. Ada satu mata air utama yang berukuran sekitar 10x10 meter di sisi barat. Di selatan ada mata air lebih kecil dan di sisi timur ada kolam ukuran besar untuk pembuangan kolam utama.
(ams/ams)