Sendang Siwani diyakini menjadi salah satu petilasan Raden Mas Said atau Pangeran Samber Nyawa di Wonogiri, Jawa Tengah. Sendang ini kini banyak dikunjungi para tokoh maupun pejabat untuk meminta petunjuk atau tirakat.
Sendang ini berada di Dusun Matah, Desa Singodutan, Kecamatan Selogiri. Konon air yang ada di sendang itu diyakini sebagai penyebab Raden Mas Said bersama pasukannya berhasil mengalahkan kompeni. Atas jasanya itu dia lalu dinobatkan sebagai Mangkunegara I.
Juru Kunci Sendang Siwani, Slamet Riyadi (55), menuturkan kala itu Raden Mas Said berperang melawan Belanda sebagai wujud meneruskan perjuangan ayahnya yang bernama Mangkunegoro. Raden Mas Said berjuang bersama pasukan berjumlah 40 orang yang diberi nama Punggawa Baku Kawandoso Joyo.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat awal berjuang melawan Belanda, Raden Mas Said mengalami sejumlah kendala yang mengakibatkan ia dan pasukannya kalah. Dia sempat lari ke puncak Merapi, puncak Lawu, Gunung Gambar Jogja, Sendang Sinongko hingga akhirnya sampai di Sendang Lenggong.
"Jadi dulu itu namanya Sendang Lenggong, bukan Siwani. Karena Raden Mas Said itu setiap tempat yang didatangi diberi nama, akhirnya berubah menjadi Sendang Siwani," kata Slamet kepada detikJateng, Rabu (16/3/2022).
Slamet menuturkan setibanya di Sendang Siwani, Raden Mas Said bertemu dengan seorang tokoh masyarakat yang bernama Kiai Khasan Nur Iman. Mas Said menceritakan permasalahan yang dialami bersama pasukannya kepada Kiai Khasan.
Kiai Khasan lalu menganjurkan Mas Said untuk meditasi di atas batu yang berada di bawah pohon beringin dan sampingnya terdapat belik atau sumber mata air. Tempat itulah yang saat ini disebut dengan Sendang Siwani.
"Sebelum meditasi, Mas Said diberitahu jika di pohon beringin itu ada cikal bakal atau semoro bumi. Di dalamnya ada dua pasang sosok, yakni Kiai Tongong dengan Nyai Tongong dan Kiai Towo dengan Nyai Towo. Dulu sosok itu seperti manusia biasa. Namun kemudian mukso, hilang raganya dan diyakini bertempat di pohon beringin itu," ungkap Slamet.
Saat Mas Said meditasi, seolah ada gambaran dua kerbau yang sedang berkelahi. Salah satu kerbau itu kalah, tidak berdaya dan tidak mempunyai keberanian. Kerbau yang kalah itu kemudian merangkak ke sebuah belik untuk minum air di dalamya.
Setelah minum air dari belik, kerbau itu menjadi pulih kembali, semangatnya bertambah dan bangkit untuk bertempur. Akhirnya kerbau yang awalnya kalah, setelah minum air dari belik menjadi menang. Mas Said lantas berkonsultasi ke Kiai Khasan terkait hal itu.
"Kiai Khasan menjelaskan jika apa yang dilihat Mas Said saat meditasi itu merupakan petunjuk. Apa yang diterima itu sesuai dengan perjalanan Mas Said. Kiai Khasan memerintahkan Mas Said untuk meniru kerbau itu. Akhirnya Mas Said dan pasukan meminum air yang berada di Sendang Siwani," ujar Slamet.
Setelah dari Sendang Siwani, Mas Said dengan pasukannya melanjutkan perjalanan ke Nglaroh, Pule, Selogiri, tepatnya daerah yang berada di sebelah utara Sendang Siwani. Tujuan pergi ke Nglaroh untuk menghimpun kekuatan sekaligus berbaur dengan masyarakat. Warga dan para pemuda diajak bersatu melawan Belanda.
Saat berada di Kampung Puh Buto (dekat Gunung Wijil), yang saat ini menjadi Puskesmas Selogiri, Mas Said dan pasukannya dihadang Belanda. Meski dengan persenjataan dan pasukan yang minim, Mas Said berhasil menaklukkan Belanda.
"Belanda mengakui kehebatan Mas Said dan akhirnya menyerah. Bumi jajahan yang dikuasai Belanda dikembalikan ke Mas Said. Akhirnya Mas Said diangkat sebagai Raja Mangkunegoro I," papar Slamet.
Slamet menjelaskan, perjalanan Mas Said selama di Sendang Siwani hingga bertempur di Kampung Puh Buto itu terjadi pada sekitar tahun 1741. Hingga kini, selo ploso atau batu yang digunakan Mas Said untuk bertapa masih ada. Sumber mata air di sendang pun masih terus ada.
Namun, pohon beringin yang menaungi tempat pertapaan sudah roboh pada 1998. Saat roboh, pohon itu tidak merusak bangunan di sekitarnya. Kini bagian atau potongan pohon yang rubuh itu masih ada dan terjaga.
Dengan adanya sejarah itu, menurut Slamet, banyak orang yang mendatangi Sendang Siwani karena percaya dengan karomah Raden Mas Said. Biasanya orang mendatangi Sendang Siwani mempunyai sejumlah tujuan, seperti menjadi pejabat, usahanya lancar, sembuh dari penyakit dan lain-lain.
"Dengan niat baik, semua tujuan baik, dengan keyakinan ikhlas dan tekun, Sendang Siwani ini karomahnya luar biasa. Tapi kalau datang dengan tujuan buruk, ingin memusuhi antarsesama manusia, maka tidak akan sampai permintaannya," kata Slamet.
Ubarampe yang biasa dibawa untuk tirakat
Slamet mengatakan, biasanya orang banyak yang berkunjung pada malam Jumat Kliwon, Selasa Kliwon dan Satu Suro. Tirakat yang dijalani berupa mandi dari belik air yang ada di Sendang Siwani. Setelah mandi dilanjutkan dengan berdoa.
Ada sarana yang digunakan saat berdoa. Di antaranya Pencok Bakal Takir yang berisi telur ayam, kembang wangi dan menyan madu. Kemudian ada kembang wangi tempelan dan hio manten.
Dengan karomah yang ada di Sendang Siwani, banyak tokoh yang datang ke sana, mulai dari presiden hingga kepala desa. Presiden yang kerap datang ke Sendang Siwani adalah Soeharto. Saat masih menjadi jenderal, Soeharto sering berkumpul di Ngelo, dan saat pulang mampir ke Sendang Siwani.
(ams/ams)