Kalau di jalan berpapasan dengan mobil Toyota Vellfire hitam berpelat nomor K (dari wilayah Pati), coba cermati lagi nomor dan huruf belakangnya. Siapa tahu itu mobil KH Ahmad Mustofa Bisri alias Gus Mus yang kondang dengan pelat nomor cantiknya, K 141 KU.
Menurut sopir pribadi Gus Mus, Khoirul Umam, mobil berpelat nomor K 141 KU yang terbaca KIAIKU itu sering digunakan untuk mengantar Gus Mus bepergian, terutama ke luar kota
Irul, begitu dia akrab disapa, mengatakan pelat nomor cantik tersebut semula milik KH Muadz Thohir. KH Muadz Thohir adalah pengasuh Pondok Pesantren Roudhoh At-Thohiriyyah, Desa Kajen, Kecamatan Margoyoso, Kabupaten Pati.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau tidak salah, pelat itu dulu milik KH Muadz Thohir dan mobil beliau dibeli oleh Gus Mus," kata Irul saat ditemui detikJateng, Sabtu (26/2/2022).
Pelat nomor cantik K 141 KU itu sudah lebih dari 10 tahun menghiasi mobil Gus Mus, pengasuh Pondok Pesantren Roudlatuth Tholibin (Taman Pelajar Islam) yang beralamat di Jl. KH. Bisyri Mustofa No. 1-4, Tawangsari, Leteh, Kecamatan Rembang, Kabupaten Rembang.
![]() |
"Sebelum saya menjadi sopir pribadi Abah (panggilan Gus Mus), pelat nomor tersebut sudah tertempel di mobilnya," kata Irul yang menjadi sopir pribadi Gus Mus sejak 2012.
Meski kerap berganti jenis mobil, Irul berujar, Gus Mus tetap memakai pelat nomor K 141 KU sampai sekarang. Sehingga pelat nomor 'KIAIKU' begitu melekat di benak para santri, khususnya alumnus Roudlatuth Tholibin.
Tidak bersedia dikawal
Irul menuturkan, saat mobil yang mengantar Gus Mus terjebak macet dalam perjalanan menuju Jawa Timur, tiba-tiba ada anggota Satlantas Polres Rembang yang menawarkan pengawalan.
"Kebetulan anggota (polisi) yang mengemudi itu pernah nyantri di pondok Abah. Begitu melihat pelat nomor Abah, dia putar balik untuk menawarkan pengawalan, agar dapat memecah kemacetan," kata Irul.
Padahal, Irul menambahkan, Gus Mus sebenarnya tidak mau mendapat perlakuan istimewa.
"Abah itu nggak mau kalau dikawal-kawal saat di jalan. Ya (maunya) normal seperti orang-orang pada umumnya," jelas Irul.
Saat Gus Mus hendak menghadiri Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) ke-33 di Jombang, Jawa Timur, awal Agustus 2015, pihak panitia sebenarnya telah menyediakan pengawalan dari Rembang sampai Jombang. Namun, Gus Mus menolak tawaran pengawalan itu.
Alasan Gus Mus sederhana saja, agar perjalanannya lebih santai, tidak tergesa-gesa.
"Kalau dikawal kan biasanya identik ngebut dan mendapat prioritas. Abah tidak begitu suka hal seperti itu. Pernah sih (dikawal), tapi kebanyakan ditolak," terangnya.
Pernah kena tilang
Selama menjadi sopir Gus Mus, Irul mengaku pernah ditilang polisi tiga kali. Dua kali ditilang di Semarang dan sekali di Jalan Raya Cepu-Ngawi, Jawa Timur. Di Ngawi itu, Gus Mus sedang dalam perjalanan ke Ponorogo untuk menghadiri suatu acara.
"Di Ngawi itu karena terburu-buru, terus makan (melewati) marka panjang. Ya akhirnya ketilang," kata Irul sambil tertawa.
Sesampainya di Ponorogo, Gus Mus pun meminta maaf karena terlambat dan menjelaskan dirinya terkena tilang.
Irul menegaskan, sebagai kiai ternama, Gus Mus tak mau mendapat perlakuan istimewa di jalan.
"Meski memiliki pelat cantik tidak serta-merta mendapat hak istimewa di jalan," pungkasnya.
(dil/rih)