"Mungkin secara langsung tidak akan banyak berdampak ya. Artinya dia mungkin akan terlokalisir di sana konflik pertempurannya itu," kata pengamat Hubungan Internasional dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Riza Noer Arafani, saat dihubungi wartawan, Kamis (24/2/2022).
Akan tetapi, menurut Riza, Indonesia akan akan menerima dampak perang secara tidak langsung. Terutama terkait isu non militer. Ekonomi, misalnya. Stabilitas perdagangan internasional tentu akan terganggu.
"Tetapi secara tidak langsung ini bisa menjadi semacam proksi untuk isu-isu nonmiliter yang saya kira dalam 2-3 tahun terakhir ini sudah menjadi masalah yang serius bagi masyarakat internasional," jelasnya.
"Terutama misalnya kalau kita bicara masalah ekonomi dan perdagangan. Episode ini akan semakin menjadikan proses recovery, economic recovery terus proses-proses yang berkaitan dengan stabilitas perdagangan internasional itu akan terganggu," imbuhnya.
Dampak yang paling langsung terasa menurut Riza adalah harga minyak. Hal ini lah yang perlu diantisipasi oleh pemerintah Indonesia.
"Jadi itu yang perlu kita antisipasi ya. Yang paling immediate ini nanti harga minyak. Harga minyak itu nanti akan terpengaruh dari peristiwa ini dan kita seperti biasanya harus siap-siap dengan implikasinya kepada domestik di Indonesia, menyangkut harga BBM, karena kita sudah net importer dari BBM itu," jelasnya.
Krisis Ukraina yang tidak kunjung reda menjadi ujian bagi kebijakan politik luar negeri bebas aktif Indonesia. Menurut Riza dengan politik bebas aktif ini, Indonesia bisa mengajukan proposal lewat perserikatan bangsa-bangsa. Paling tidak bisa diserukan agar semua pihak menahan diri untuk tidak melanjutkan eskalasi konfliknya.
"Saya kira itu penting sekali untuk proses di eskalasinya bagaimana konflik ini nanti diupayakan untuk dihentikan atau ketegangannya diturunkan itu yang mendesak saya kira dalam jangka menengah dan panjang," katanya.
Menurutnya, negara-negara emerging power seperti Indonesia, Brasil, Afrika Selatan dan Turki misalnya, bisa menjadi alternatif untuk menjadi penengah dari konflik yang sudah berkepanjangan itu.
"Meskipun memang kita tidak punya track record untuk itu tapi melihat kepentingannya sekarang ini untuk menghindarkan konflik dalam skala yang lebih besar upaya itu harus dilakukan sekarang ini. Mungkin dengan India, Indonesia, Brasil, Afrika Selatan itu negara-negara yang kunci dan kalau kita hubungkan dengan presidensi kita di G20 ini nanti akan berurutan kan ya, sekarang kita Indonesia, tahun depan India, tahun depannya lagi Brasil," urainya.
Konflik antara Moskow dan Kiev tak hanya melibatkan Rusia dan Ukraina. Tapi juga Amerika Serikat, Uni Eropa, hingga Organisasi Pertahanan Atlantik Utara (NATO).
Sebagian besar pihak yang berkonflik itu pun merupakan anggota G20. Walaupun G20 tak fokus terkait keamanan dan politik, tapi membicarakan tatanan ekonomi global, yang itu pasti akan terpengaruh konflik ini.
Oleh karena itu, Riza melihat negara-negara G20 termasuk Indonesia bisa berkontribusi membantu menyelesaikan masalah ini.
"Jadi saya kira G20 harus juga punya pesan dari sini. Memang G20 rancangannya bukan ke sana ya, bukan untuk bidang-bidang yang politik atau militer lebih ke ekonomi, keuangan. Tetapi tidak ada salahnya ada semacam urgensi dari kelompok negara-negara ini untuk masuk ke konflik ini dan menjadi future broker, peace broker atau penengah begitu," pungkasnya.
Untuk mengetahui perkembangan berita Rusia serang Ukraina simak di sini.
(aku/sip)